Negosiasi rahasia dan senyap atas upaya pembebasan tawanan oleh Hamas rupanya telah dilakukan oleh Qatar dan Amerika Serikat (AS) sesaat setelah serangan 7 Oktober ke Israel oleh kelompok dari Palestina tersebut.
Pemerintah Qatar dilaporkan menghubungi Gedung Putih dengan permintaan untuk membentuk tim kecil penasihat, yang mereka sebut "sel", agar membantu upaya pembebasan para tawanan secara pribadi dengan Israel.
Upaya tersebut, yang dimulai beberapa hari setelah para sandera disandera, akhirnya membuahkan hasil dengan diumumkannya kesepakatan pertukaran tahanan yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir dan disetujui oleh Israel, Hamas, dan AS.
Upaya rahasia tersebut termasuk keterlibatan diplomatik pribadi yang tegang oleh Presiden AS Joe Biden.
Dia mengadakan sejumlah pembicaraan mendesak dengan Emir Qatar dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu menjelang perjanjian tersebut.
Hal ini juga melibatkan negosiasi yang melelahkan selama berjam-jam yang melibatkan antara lain Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) Bill Burns, penasihat keamanan nasional Jake Sullivan dan wakilnya Jon Finer, serta utusan AS untuk Timur Tengah Brett McGurk.
Dua pejabat yang terlibat dalam upaya tersebut memberikan rincian panjang mengenai pekerjaan yang menghasilkan kesepakatan di mana 50 sandera akan dibebaskan dengan imbalan 150 tahanan Palestina selama jeda empat hari dalam pertempuran.
"Hal ini dilakukan tanpa memberi tahu badan-badan AS terkait lainnya karena Qatar dan Israel menuntut kerahasiaan yang ekstrim dan hanya sedikit orang yang mengetahuinya," kata para pejabat, seperti dikutip The Straits Times, Rabu (22/11/2023).
Sullivan kemudian mengarahkan McGurk dan pejabat Dewan Keamanan Nasional lainnya, Josh Geltzer, untuk membentuk tim tersebut.
McGurk, seorang diplomat berpengalaman dengan pengalaman mendalam di Timur Tengah, mengadakan panggilan pagi setiap hari dengan Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani.
Dia melapor kembali kepada Sullivan dan Biden diberi pengarahan setiap hari mengenai prosesnya.
Biden mendapat gambaran awal tentang apa yang dialami para korban serangan Hamas ketika dia mengadakan pertemuan yang emosional dan panjang pada 13 Oktober dengan keluarga warga Amerika yang disandera atau belum ditemukan.
Beberapa hari kemudian, Biden melakukan perjalanan ke Tel Aviv untuk melakukan pembicaraan pada 18 Oktober dengan Netanyahu.
Pejabat itu mengatakan pembebasan sandera adalah fokus utama diskusinya dengan Netanyahu dan kabinet perangnya, serta bantuan kemanusiaan.
Lima hari kemudian, pada tanggal 23 Oktober, pekerjaan tim Gedung Putih membantu pembebasan dua sandera Amerika.
Dari luar kantor Menlu AS di Sayap Barat McGurk, Sullivan dan Finer melacak secara real time perjalanan sulit para tawanan keluar dari Gaza selama beberapa jam.
"Kembalinya kedua orang Amerika tersebut membuktikan bahwa kebebasan bagi para sandera dapat diperoleh dan memberikan keyakinan kepada Biden bahwa Qatar dapat mewujudkannya melalui tim kecil yang telah dibentuk," kata para pejabat.
Pembebasan Lebih Banyak Sandera
Kini, proses intensif terus dilakukan untuk mengeluarkan lebih banyak sandera. Ketika hal ini terjadi, Burns mulai berbicara secara rutin dengan direktur Mossad David Barnea.
"Biden melihat peluang untuk membebaskan sejumlah besar sandera dan bahwa kesepakatan untuk tahanan adalah satu-satunya jalan realistis untuk menghentikan pertempuran," kata para pejabat.
Pada tanggal 24 Oktober, ketika Israel siap melancarkan serangan darat di Gaza, pihak AS mendapat kabar bahwa Hamas telah menyetujui parameter kesepakatan untuk membebaskan perempuan dan anak-anak, yang berarti jeda dan penundaan dalam invasi darat.
Para pejabat AS berdebat dengan Israel apakah serangan darat harus ditunda atau tidak. Pihak Israel berargumentasi bahwa persyaratan tersebut tidak cukup tegas untuk menunda, karena tidak ada bukti kehidupan para sandera.
Sementara Hamas menyatakan mereka tidak dapat menentukan siapa yang ditahan sampai jeda pertempuran dimulai.
AS dan Israel pun memandang posisi Hamas tidak jujur. Pejabat itu mengatakan rencana invasi Israel diadaptasi untuk mendukung jeda jika kesepakatan tercapai.
Biden kemudian terlibat dalam pembicaraan terperinci selama tiga minggu berikutnya ketika proposal mengenai kemungkinan pembebasan sandera terus diperbincangkan.
Tuntutan dibuat agar Hamas memberikan daftar sandera yang ditahan, informasi identitas mereka, dan jaminan pembebasan.
"Prosesnya panjang dan rumit - komunikasi sulit dan pesan harus disampaikan dari Doha atau Kairo ke Gaza dan sebaliknya," kata para pejabat.
"Biden mengadakan pembicaraan telepon yang sebelumnya dirahasiakan dengan Perdana Menteri Qatar ketika tahapan pembebasan mulai dilakukan."
Berdasarkan perjanjian yang mulai terbentuk, para sandera perempuan dan anak-anak akan dibebaskan pada tahap pertama, bersamaan dengan pembebasan tahanan Palestina dari Israel secara sepadan.
Namun kesepatakan ini menimbulkan banyak ketidakpastian, hingga pembicaraan terhenti karena komunikasi menjadi gelap di Gaza.
Kini perjanjian tersebut sekarang disusun agar perempuan dan anak-anak dibebaskan pada tahap pertama, dengan harapan pembebasan di masa depan dan tujuan untuk membawa pulang semua sandera ke keluarga mereka.
"Hanya ada satu permasalahan yang tersisa, terkait dengan jumlah sandera yang akan dibebaskan pada tahap pertama dan struktur akhir dari kesepakatan untuk memberikan insentif bagi pembebasan lebih dari 50 perempuan dan anak-anak yang diketahui," kata para pejabat.
"Banyak kontak tambahan pun terjadi, dan kesepakatan akhirnya tercapai," pungkasnya.