Tentara Israel ketakutan, stress bahkan hampir gila berperang melawan kelompok pejuang Palestina, Hamas menggunakan strategi perang gerilya.
Hamas menggunakan jaringan terowongan bawah tanah berperang melawan tentara Israel, IDF.
Hamas beberapa kali merilis, sayap militernya seperti Brigade Al-Qassam dan juga Al-Quds berhasil membunuh tentara Israel hingga menghancurkan tank terkuat di dunianya dengan senjata murahan.
Tentara IDF kesulitan perang melawan Hamas. Bahkan beberapa waktu lalu seorang tentara Israel menangis, ketakutan perang melawan tentara Hamas.
Tentara ketakutan, tentara Hamas tiba-tiba muncul lalu menghilang. Bahkan dianggapnya seperti hantu karena tentara Hamas tak terlihat.
Tiba-tiba rekannya tewas dengan tubuh hancur berkeping-keping terkena tembakan tentara Hamas.
Karena ketakutan dan stress, tentara IDF pun saling serang dan saling tembak antar sesamanya. Akibatnya banyak tentara IDF yang tewas ditembak temannya sendiri.
Hal ini dikuatkan dengan sebuah laporan yang menunjukkan penyebab kematian tentara Israel di Gaza juga disebabkan oleh 'frindly fire'.
Friendly fire adalah serangan dari pasukan militer terhadap pasukan sendiri, yang disangka target saat pertempuran terjadi.
Memo melaporkan, Selasa (21/11/2023), militer Israel mengakui kalau sejak awal serangan darat di Jalur Gaza, ada beberapa kasus di mana tentara terbunuh oleh friendly fire.
Situasi Friendly Fire ini lazimnya terjadi karena tidak ada atau kurangnya koordinasi antar-pasukan di divisi yang berbeda.
Menurut media Israel, Militer Israel mengatakan kalau sebagian besar insiden “friendly fire” ini terjadi selama operasi gabungan antara pasukan lapis baja dan infanteri dalam pertempuran.
Militer Israel juga mengatakan "pihaknya terus-menerus mengevaluasi pertempuran yang sedang berlangsung, termasuk kasus-kasus baku tembak, dan dengan cepat menerapkan pembelajaran yang didapat.”
Laporan menambahkan kalau sebagian dari pembelajaran ini termasuk keputusan kalau setiap pasukan yang memasuki gedung harus menentukan posisinya di dalam gedung.
"Dan bahwa tank harus lebih berhati-hati saat menembaki gedung (agar tidak kena pasukan sendiri)," tulis laporan itu.
Menurut Israel, jumlah tentara Israel yang terbunuh sejak 7 Oktober telah meningkat menjadi 390 orang.
Namun, juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obaida, mengatakan jumlahnya “jauh lebih besar”.
“Militer Israel berbohong kepada publik mengenai jumlah tentara yang tewas di Jalur Gaza dan jalannya pertempuran,” katanya.
Dia memperingatkan Israel dengan mengatakan, “Kami mengharapkan lebih banyak tentara Anda yang kembali dengan tas hitam (kantung jenazah).”
Tak Mampu Bayar Tentara Cadangan Ditarik
Militer Israel dilaporkan mendemobilisasi pasukan cadangan atau menarik dalam skala besar dalam perang Gaza yang bertujuan membasmi milisi Palestina Hamas.
Situs berita Israel, Ynet melaporkan, demobilisasi pasukan itu dilakukan karena tingginya biaya perang yang ditanggung Israel dalam perang berlarut melawan Hamas.
Sebagai catatan, mendemobilisasi pasukan cadangan ini berarti mengembalikan mereka ke status awal sebagai warga sipil.
Saat perang pecah 7 Oktober silam, Israel secara menggebu langsung memerintahkan ratusan ribu warga sipilnya untuk menjalani wajib militer dengan peran sebagai pasukan cadangan yang ditugaskan masuk ke Gaza.
Yossi Yehoshua, analis politik di outlet Israel tersebut, mengatakan kalau militer Israel mendemobilisasi pasukan cadangan tanpa memberikan pengumuman resmi kepada publik mengenai kebijakan tersebut.
Perlu dicatat, Yehoshua mengatakan, jumlah pasukan cadangan yang didemobilisasi tidak dapat diungkapkan, hal ini mengindikasikan kalau kebijakan itu datang dari komando militer tentara Israel yang bersifat rahasia.
Menurut outlet tersebut, seorang perwira senior di militer Israel mengatakan, pemerintah Israel memang menunjukkan niat untuk merampingkan pasukan dan membebastugaskan banyak dari tugas.
"Komando militer (Israel) berupaya untuk menghemat pasukannya karena agresinya di Jalur Gaza berlarut-larut," tulis laporan tersebut.
Tekor Banyak
Memanggil pasukan cadangan ke dalam militer terbukti telah merugikan perekonomian Israel.
Sebuah laporan sebelumnya mengindikasikan kalau pemanggilan masif warga Israel untuk memenuhi wajib militer membuat perekonomian lumpuh lantaran tidak ada yang bekerja.
Dalam konteks serupa, Biro Pusat Statistik Israel melaporkan peningkatan tajam pengangguran di kalangan warga Israel, karena persentase pengangguran meningkat dari 3,4 persen pada September 2023, menjadi 9,6 persen pada November.
Menurut lembaga Israel tersebut, jumlah pengangguran Israel telah mencapai 428.400 orang, lpnjakan signifikan jika dibandingkan dengan angka pada bulan September sebanyak 163.000 orang.
Setelah Operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas, Militer Israel memanggil sekitar 360.000 warga sipil mereka untuk menjadi tentara cadangan.
Saat itu Israel mempersiapkan diri untuk melakukan serangan darat ke dalam Jalur Gaza dengan tujuan memberantas Hamas.
Agresi Israel di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-46, sementara milisi perlawanan terus melaksanakan operasi di belakang garis musuh dan mengusir pasukan Israel di sekitar Kota Gaza.
Baru-baru ini, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, Abu Obeida, mengungkapkan kalau milisi perlawanan Palestina itu telah menargetkan 60 kendaraan lapis baja pendudukan Israel dalam 72 jam terakhir.
Laporan mereka menambahkan bahwa beberapa tentara Israel tewas dalam konfrontasi.
"Pada saat yang sama, perekonomian Israel menderita kerugian yang signifikan, diperkirakan mencapai 260 juta dolar AS (sekitar Rp 4 Triliun) setiap hari," tulis ekonom Galit Altstein di Bloomberg News.
Pasukan Israel telah mengeluarkan banyak uang untuk segala hal, mulai dari senjata hingga membayar ratusan ribu tentara cadangan yang mereka panggil.
Selain itu, menurunnya pengeluaran rumah tangga dan pariwisata juga berkontribusi terhadap penurunan pendapatan fiskal nasional Israel.