Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Palestina Memanggil: Di Mana Kalian Wahai Muslimin?

 

OLEH: DIAN FITRIANI* / RMOL

Kekejaman Israel

KEBIADABAN Israel tak pelak lagi sangat tidak manusiawi. Kecaman demi kecaman tak cukup menyudahi kekejaman Zionis Israel terhadap muslim Palestina.

Pasca meletusnya agresi militer, sejauh ini sudah menelan kurang lebih 11 ribu jiwa, korban merupakan rakyat sipil yang terdiri dari anak-anak, wanita, orang tua, dan lainnya. Jumlah tersebut diyakini akan terus bertambah seiring dengan kekejaman Israel yang semakin membabi buta.

Rumah sakit, rumah penduduk, bahkan kamp pengungsian juga menjadi imbas kekejaman Zionis Israel. Ini sudah masuk dalam kategori genosida, bukan perang apalagi pembelaan diri yang dilakukan oleh Israel dengan mengambinghitamkan hamas sebagai pelaku teror, melainkan Israellah yang melakukan pemusnahan massal terhadap entitas bangsa Palestina.

Kabar duka juga datang dari RS Indonesia yang berada di Gaza. Kehabisan sumber daya, RS Indonesia berhenti beroperasi, dengan daya tampung melebihi kapasitas. Ketersediaan obat yang menipis bahkan habis hingga tenaga kesehatan yang terus-menerus turut menjadi korban pada peristiwa ini.

“Kami tidak bisa menawarkan layanan apa pun lagi... Kami tidak bisa menawarkan tempat tidur apa pun kepada para pasien,” tutur Direktur RS Indonesia, al-Kahlout saat berbicara kepada Al Jazeera pada Kamis (16/11) waktu setempat.

Dehumanisasi dan Genosida Palestina, Sejarah yang Dilupakan

Apa yang tengah terjadi di Palestina sudah masuk dalam kategori genosida. Genosida berarti pembantaian massal, dengan tujuan untuk memusnahkan suatu entitas atau bangsa di suatu wilayah.

Hal ini sangat jauh berbeda jika kita menganggap bahwa apa yang terjadi di Palestina merupakan perang. Perang berarti adanya hubungan timbal balik, serang-menyerang dengan kekuatan yang hampir sebanding bahkan sebanding, dengan kekuatan militer, tidak melibatkan rakyat sipil apalagi menghancurkan rumah sakit hingga tempat pengungsian.

Hentikan diksi ‘perang’ terhadap apa yang terjadi di Palestina, terlebih hamas yang justru menjadi kambing hitam atas apa yang terjadi. Padahal penjajahan jelas terjadi sejak lama, pembagian kekuasaan yang terjadi pasca perang dunia pertama dalam peristiwa sykes picot pada tahun 1916 di mana Theodor Herzl dan Rothschild adalah tokoh yang paling bertanggung jawab atas terpecahnya Daulah Islamiyah menjadi negara-negara dengan bentuk nation state.

Hal ini mengawali perjalanan pembentukan negara Yahudi. Theodor Herzl mengarang narasi tentang “tanah terjanji” Bagi kaum zionis. Narasi ini digunakan sebagai dalil perebutan tanah Palestina. Sementara Rothschild sebagai pemilik modal yang menginvestasikan hartanya demi terwujudnya negara Yahudi.

Selanjutnya peristiwa Deklarasi Balfour yang mengawali legitimasi negara untuk etnis yahudi yang bernama Israel, termasuk pemilihan tanah Palestina untuk diduduki oleh bangsa Israel terjadi pada peristiwa Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Pada tahun yang sama pengusiran warga Palestina sudah dimulai.

Akhirnya pada tahun 1948 deklarasi kemerdekaan Israel berlangsung. Hal ini pun sejalan dengan penjajahan tanah Palestina hingga saat ini. Harus ditegaskan bahwa apa yang Israel lakukan adalah genosida. Bahkan pembantaian manusia layaknya serangga.

Kekejaman demi kekejaman Israel tidak kunjung membuka mata para pemimpin dunia. Tidak ada perang yang terjadi, sejatinya ini merupakan pemusnahan massal.

Mirisnya, banyak muslim yang tidak memahami sejarah hingga akhirnya turut menyalahkan hamas bahkan mendukung Israel. Padahal muslim lebih dari rasa kemanusiaan. Kita memiliki dalil akidah bahwa mereka yang dibunuh di Palestina adalah saudara seiman, yang seharusnya kita turut merasakan kesedihan bahkan kesakitan.

Ini merupakan tamparan bagi seluruh muslim dan seluruh manusia di muka bumi. Jika kita diam saja melihat kebengisan Israel terhadap Palestina, maka sejatinya kita sudah kehilangan rasa kemanusiaan. Kita sudah tak punya hati, tak punya jiwa, dan kita sudah kehilangan akidah kita sebagai muslim.

Palestina, tanah yang diberkahi di sekelilingnya, karena di sanalah tempat bersejarah bahkan kiblat pertama umat muslim. Sudah seharusnya kita sebagai manusia bahkan muslim, menjunjung tinggi rasa kemanusiaan dan membela saudara kita seiman.

Dikatakan dalam hadist yang berbunyi:

Dari An-Nu’man bin Bisyir dia berkata, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: ‘Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Muslim No 4685)

Muslim diibaratkan satu tubuh, maka Palestina merupakan bagian tubuh kaum muslimin yang sedang menderita kesakitan. Apabila kita sebagai muslim tidak turut merasakan sakit yang sama, maka sejatinya kita telah mati rasa.

Omong Kosong Perdamaian Dunia

Kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh PBB dengan landasan perdamaian dunia hanyalah omong kosong. Diplomasi demi diplomasi tidak kunjung meredam kebengisan Israel.

Dunia hari ini tak berpihak pada manusia, khususnya warga Palestina. Tak peduli lagi berapa banyak korban perlu membayar rasa keadilan dan kemanusiaan, pengajuan gencatan senjata ditolak oleh PBB, bahkan Amerika justru memberikan bantuan terhadap Israel. Presiden Amerika Joe Biden justru mengutuk hamas dan memberikan label teroris.

Amerika yang menjadi episentrum demokrasi, yang mengusung nilai HAM, nyatanya semua hanya omong kosong belaka. Sejatinya yang terjadi adalah pengkhianatan akal sehat, standar ganda, dan kehancuran rasa kemanusiaan.

Pengkhianatan Negeri-Negeri Muslim

Resolusi yang dihadirkan dalam semrawut permasalahan Palestina justru adalah diplomasi-diplomasi oleh negeri-negeri muslim. Bantuan kemanusiaan juga terus diaruskan daripada intervensi militer.

Padahal, apa yang terjadi di Palestina bukan merupakan permasalah krisis ataupun bencana alam, akan tetapi pemusnahan massal terhadap rakyat sipil tak berdosa.

Apalagi alasan untuk menjaga stabilitas internasional antara negeri-negeri Timur Tengah dengan negeri-negeri barat sangat memuakkan. Apakah nyawa-nyawa warga Palestina harga yang harus dibayar demi menjaga hubungan diplomatik negeri-negeri Timur Tengah dengan negeri-negeri Barat?

Aliansi strategis yang menurut mereka (negara Timur Tengah) merupakan sebuah jalan untuk meredam kekejaman Israel nyatanya sudah puluhan tahun Palestina terjajah, namun tidak membuahkan hasil, justru malah pembantaian oleh Israel yang terjadi semakin membabi-buta.

Kekhawatiran terhadap sanksi yang mungkin dijatuhkan AS akibat keberpihakan akan memperburuk Palestina ini membuktikan lemahnya mental negeri-negeri muslim terhadap intervensi Barat.

Hegemoni negara barat semakin tervalidasi dengan sikap negeri-negeri muslim yang semakin membebek ketakutan terhadap intervensi politik yang merugikan dan mengancam stabilitas nasional negerinya.

Terlebih, prioritas domestik telah melalaikan dari penderitaan saudara seiman. Apa yang tengah terjadi di Palestina dianggap sebagai konflik luar negeri dimarginalisasi dan dipinggirkan dari list prioritas yang harus segera diselesaikan.

Padahal, ikatan akidah seharusnya didahulukan daripada ikatan nasionalisme yang bila merujuk pada sejarah, ini merupakan strategi barat untuk menghancurkan daulah Islam yang pernah menguasai dua pertiga dunia.

Ironisnya solusi ‘cari aman’ membuktikan belenggu negeri-negeri barat begitu kuat, penjajahan yang mereka lakukan lebih kejam dari penjajahan fisik yang dilakukan di Gaza hari ini, yakni penjajahan ‘mental dan pemikiran’.

Di mana Muslim Dunia Hari Ini?

Terang benderang kezaliman yang terjadi terhadap Palestina sudah tak perlu dipertanyakan lagi siapa korban dan pelakunya? Mengapa muslim hari ini tega berkomplot dengan para penjajah zionis dan negara barat, bahkan turut mengarahkan senjatanya kepada saudara seiman lewat fitnah dan provokasi yang tak memihak para muslim Palestina.

Padahal Allah SWT telah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan teman kepercayaan kalian orang-orang yang ada di luar kalangan kalian. Mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, sedangkan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika saja kalian paham.” (TQS Ali Imran [3]: 118).

Di mana wahai muslimin? Di saat darah telah tumpah di tanah yang diberkahi Palestina, kiblat pertama, tanah kelahiran para nabi, tempat dibesarkannya para ulama besar hingga saat ini mewariskan jiwa-jiwa para syuhada.

Di mana wahai muslimin? Di saat semua duka dan luka menjadi satu, perjuangan yang gigih dan keagungan jihad disuarakan, justru fitnah dan cercaan serta hinaan mengiringi perlawanan terhadap penjajahan. Muslim nun jauh di sana lebih sibuk menunjuk saudaranya ‘teroris’.

Di mana wahai muslimin? Ketika suatu saat nanti para syuhada dibangkitkan di yaumul hisab, manusia berjajar di hadapan Allah SWT dalam keadaan telanjang, dan para syuhada bersaksi tentang kami, kami muslimin yang diam dan bungkam di tengah arus kekejaman Israel. Mereka bersaksi “sesungguhnya kaum muslimin telah meninggalkan kami”.

Diam, tak berkutik sudah tidak ada lagi pembelaan, tidak berguna lagi apa yang kita lakukan karena pada hari itu semua orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat di dunia.

Wallahu A’lam Bi sowab. 

*Aktivis Dakwah Kampus, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved