Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menyebut proyek pengadaan Alat pelindung diri (APD) untuk Covid-19 di Kementerian Kesehatan RI tahun anggaran 2020-2022 yang berujung dugaan rasuah bernilai Rp3,03 triliun.
Perbuatan korupsi sejumlah pihak terkait pengadaan itu disinyalir menguntungkan sejumlah pihak dan merugikan keuangan negara mencapai ratusan miliar.
"Jadi saya kira ini cukup besar proyek APD untuk covid 19. Nilai dengan Rp 3,03 triliun itu untuk 5 juta set APD. Jadi untuk sementara kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah untuk tahun 2020," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangan kepada wartawan, yang dikutip Akurat.co, Minggu (12/11/2023).
Namun, Ali tak merinci lebih detail angka dugaan kerugian negara tersebut. Yang jelas, kata Ali, angka dugaan kerugian negara itu dimungkinkan bertambah seiring pengungkapan kasus yang sedang ditangani pihaknya ini.
Dugaan korupsi APD Covid-19 di Kementerian Kesehatan RI ini berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan, sehingga ada dugaan timbul kerugian keuangan negara.
Baca Juga: Warga Sambut Antusias Saat Ganjar Menginap Di Rumah Warga, Bahkan Sampai Rela Kehujanan
"Jadi perkara ini berkenaan dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan sehingga ada dugaan timbul kerugian keuangan negara. Tentu akan kami terus kembangkan lebih lanjut," kata Ali.
"Kami meyanyangkan gelontoran dana yang begitu besar itu untuk perlindungan kesehatan keselamatan warga negara dalam rangka Covid-19 menghadapi pandemi justru diduga disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk praktik korupsi ini," kata Ali memambahkan.
Ali membenarkan pihaknya telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka kasus ini. Namun, Ali saat ini belum mau mengungkapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak-pihak yang telah dijerat yakni, pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial BSM, Direktur PT Permana Putra Mandiri berinisial AT, dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) berinisial SW.
Para tersangka dijerat dengan pasal memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ali merespons diplomatis saat disinggung apakah para pelaku akan dijerat pidana hukuman mati. Ali hanya menyebut penerapan hukuman nantinya akan diterapkan berdasarkan hasil penyidikan. Selain itu, penerapan hukuman juga bergantun pada tim jaksa penuntut umum (JPU) juga majelis hakim.
Baca Juga: Catatan Baru, Rekor MURI Tempe Mendoan Terpanjang Di Indonesia
"Ya itu kan nanti secara teknis dalam penerapan hukum namanya. Kita prosesnya dulu kita lalui dalam proses penyidikan melengkapi berkas perkara, penerapan pasal pasal, pemenuhan unsur-unsurnya, baru kita nanti bicara berikutnya penerapan hukum. Itu nanti secara teknis tentu ada JPU, ada juga hakim PN Tipikor (Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi)," kata Ali.
Saat ini, kata Ali, pihaknya terus mendalami dan menguatkan bukti perbuatan para tersangka dan pihak lainnya. Tak menutup kemungkinan KPK menetapkan pihak lain sebagai tersangka, diluar pihak yang saat ini sudah dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi.
"Kami dalami lebih lanjut, termasuk kemungkinan-kemungkinan pihak lain yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum selain pihak-pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka," tandas Ali.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango sempat melontarkan pernyataan bahwa pelaku korupsi di saat pandemi Covid-19 bisa dihukum mati. Kata Nawawi, jeratan hukuman mati bisa diterapkan kepada pelaku korupsi yang melakukan tindak pidana korupsi pada saat bencana nasional.
"Benar bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam situasi yang kondisi seperti ini, kondisi di mana negeri lagi menghadapi musibah wabah Covid seperti ini, tentu sangat berharap bahwa tidak ada perilaku-perilaku korupsi yang terjadi dalam kondisi yang serba susah seperti ini, sebagaimana juga yang dibutuhkan di dalam Pasal 2 ayat 2. Bahwa ancaman hukuman mati bisa saja dilakukan pada mereka yang melakukan tindak pidana korupsi di masa ada bencana nasional, bencana sosial dan sebagainya," ucap Nawawi dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/12/2020).
Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah mencegah lima orang bepergian keluar negeri dalam kasus ini. Lima orang dimaksud yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Budi Sylvana, Direktur PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, A Isdar Yusuf (Advokat), dan Harmensyah (PNS BNPB).[]