Menko Marves sekaligus politisi senior Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan pandangannya terkait situasi politik jelang Pilpres 2024.
Luhut menegaskan, perbedaan pilihan politik adalah hal yang biasa. Namun, hal itu tidak seharusnya membuat masyarakat bermusuhan.
"Wong kakak beradik aja bisa beda [pilihan], kok. Tapi jangan musuhan, jangan berkelahi, jangan dendaman gitu yang akhirnya membuat kita setback semua," kata Luhut dalam keterangannya di reels Instagram, Sabtu (18/11).
Menurutnya, masyarakat harus pintar membaca tanda zaman dan harus berbasis data. Perbedaan politik, katanya, tidak bisa dibawa perasaan.
"Nanti kalau jatuh cinta aja bicara perasaan. Kau tanyalah hatimu yang paling dalam apa, sih, yang sudah kau lakukan buat republik ini?" tuturnya.
Luhut kemudian meminta masyarakat untuk tidak gampang menilai seseorang. Pernyataan ini seperti membela Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres Prabowo Subianto di usianya yang masih 36 tahun.
Selain karena masih muda, Gibran disorot karena menjadi cawapres setelah putusan kontroversial MK terkait syarat capres-cawapres.
Dalam putusannya, MK menilai seseorang yang belum genap 40 tahun bisa mencalonkan diri asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau sedang menjabat sebagaui kepala daerah.
"Jangan kita gampang judge orang lain gitu, loh. Bilang ingusan lah, bilang pengkhianat lah. Siapa, sih, yang mau jadi pengkhianat?" ungkapnya.
Menurutnya, yang harus dilakukan adalah memberi masukan kepada mereka yang masih muda bagaimana membuat Indonesia semakin maju ke depan.
"Jangan terus mentorpedo apa yang sudah success story seseorang. Tidak akan ada satu presiden pun yang akan menyelesaikan seluruh masalah bangsa ini. Enggak akan," tegasnya.
Luhut juga menyebut, Jokowi telah berbesar hati berekonsiliasi dengan Prabowo dan mengajaknya bergabung ke Kabinet Indonesia Maju. Sehingga, tidak perlu ada yang baper.
"Jangan terus, ya, gampang nuduh kiri, nuduh kanan gitu. Kalau kamu enggak suka, ya, jangan pilih, habis. Apalagi kalau dengan milenial sekarang ini," tuturnya.
"Siapa, sih, yang bisa atur milenial? Cucu saya apa saya bisa saya ngatur pilihlah ini, pilih sebagainya? Enggak bisa. Dia dengan teman-temannya sudah punya anu [pilihan] sendiri sudah. Punya mau sendiri," pungkasnya.