Pidato politik Ketua Umum Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) menuai respons dari sejumlah pakar politik.
Satu di antaranya Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam.
Ahmad Khoirul Umam menduga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri merasa kecewa sekaligus marah kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarga.
Dugaan itu muncul menyusul pidato Megawati, Minggu (12/11/2023).
Dalam pidatonya, Megawati menyinggung tanda-tanda kecurangan jelang Pemilu 2024.
Presiden ke-5 RI itu juga membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres.
Menurut Umam, Megawati tampak masih bisa menahan diri untuk tidak menyebut langsung sosok Gibran, Prabowo, maupun Jokowi dalam pidatonya.
Megawati hanya menyentil adanya rekayasa hukum akibat praktik kekuasaan.
Umam menduga tindakan Megawati itu juga bisa menjadi strategi politik ke depan.
“Pernyataan Megawati menunjukkan besarnya kekecewaan dan kemarahannya terhadap dinamika politik mutakhir, namun semua itu disampaikan dengan cara yang tidak vulgar, bahkan lebih terkesan sedih,” ucap Umam, dikutip dari Kompas.com, Senin (13/11/2023).
“Tampaknya PDI-P masih mencoba berhati-hati dan mengantisipasi perubahan peta jika pilpres berjalan dua putaran nanti."
Selain itu, Umam juga menyebut pidato Megawati seolah menjadi tanda perpisahan PDIP dengan Jokowi.
Hal itu lantaran saat ini putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat pidato politik
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat pidato politik menanggapi dinamika politik tanah air saat ini, disiarkan langsung di YouTube PDI-Perjuangan, Minggu (12/11/2023).
“Pernyataan Megawati menunjukkan besarnya kekecewaan dan kemarahannya terhadap dinamika politik mutakhir,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Umam turut menyinggung pernyataan Megawati soal sejarah kekuasaan orde baru.
Menurut dia, Megawati seperti bermaksud menyinggung praktik kekuasaan Jokowi yang sentralistik yang terbukti dengan putusan MK yang seolah memuluskan jalan Gibran menjadi cawapres.
“Karena itu, statement Mega yang menyatakan saat ini sudah ada tanda-tanda kecurangan pemilu merupakan sentilan sekaligus pukulan Mega terhadap Jokowi dan keluarganya,” ujarnya.
Baca juga: Basuki Hadimuljono,Tri Risma & 5 Menteri Jokowi dari PDIP, Siapa yang Temui Megawati & Ingin Mundur?
Pengamat Akui Ada Indikasi Kecurangan
Di sisi lain, Pengamat politik Airlangga Pribadi turut membenarkan adanya indikasi kecurangan dalam Pemilu 2024.
Airlangga menyebut, belakangan ini terlihat adanya rentetan proses politik yang mengindikasikan kecurangan.
“Kita lihat misalnya mulai dari apa yang diutarakan oleh Bu Megawati tentang candidacy Mas Gibran Rakabuming yang memiliki persoalan kontroversi secara etis, dan kemudian secara prosedur hukum di Mahkamah Konstitusi dan ternyata bermasalah,” ujar Airlangga, Minggu (12/11/2023).
Airlangga juga melihat indikasi hukum dimanfaatkan sebagai alat kekuasaan.
Terkait dengan hal itu, Airlangga menyinggung pencopotan baliho Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Gibran, Anies-Cak Imin, dan Ganjar-Mahfud.
"Tapi yang dikhawatirkan misalnya dari beberapa indikasi seperti pencabutan baliho dan preseden yang kemarin muncul terkait dengan conflict of interest dan penggunaan Mahkamah Konstitusi bagi kepentingan kekuasaan dan banyak lagi hal yang lain," lanjutnya.
Hal tersebut, kata Airlangga, menjadi indikasi keterlibatan aparat kekuasaan jelang Pemilu 2024.
Selain itu, ia berujar bahwa Pemilu yang tidak adil akan memunculkan masalah kepercayaan masyarakat.
“Sehingga Beliau (Megawati) menekankan dalam pidatonya tentang suara hati nurani menjadi penting karena itu terhubung dengan sentimen dan keprihatinan yang muncul dari kalangan masyarakat sipil."