Edward Omar Sharif Hiariej atau yang akrab disapa Eddy Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), baru-baru ini resmi diumumkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Sebagai seorang akademisi dan profesor di bidang Ilmu Hukum Pidana di Universitas Gajah Mada, Jogjakarta, bukan hal yang asing bagi mahasiswa jurusan hukum, khususnya ilmu pidana, bahwa Eddy Hiariej sempat menerbitkan beberapa buku. Salah satu bukunya yang berjudul ‘Prinsip-Prinsip Hukum Pidana’ telah menarik perhatian.
Referensi literatur yang mencakup karya-karya dari pakar hukum pidana terkemuka seperti Van Hamel, Simons, Van Hattum, Van Bemmelen, dan lain-lain ini menyebabkan buku tersebut sering dijadikan acuan perkuliahan. Buku ini tidak hanya membahas dasar hukum, tetapi juga mengupas hakikat hukum pidana secara menyeluruh.
Selain itu, buku ini juga sering direkomendasikan untuk mahasiswa hukum yang ingin memahami hukum pidana, terutama hukum pidana bagian pertama dan substansi hukum pidana bagian kedua.
Dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada, Jumat (17/11), buku lain yang Eddy terbitkan adalah 'Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus' tahun 2006, dan 'Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana', serta 'Pengantar Hukum Pidana Internasional' tahun 2009.
Isi buku 'Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus' mencakup topik kejahatan politik, termasuk definisi dan parameter suatu tindakan yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan politik. Pembahasan mengenai korupsi melibatkan definisi dan evolusi regulasi anti-korupsi sejak tahun 1957.
Materi mengenai pencucian uang membahas definisi, tindak pidana, serta proses penyidikan dan penuntutannya. Sementar buku 'Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana' berisi tentang penemuan hukum.
Sedangkan 'Pengantar Hukum Pidana Internasional' berisi tentang kejahatan pidana yang melewati batas nasional, sehingga berhubungan dengan luar negeri. Selain itu, Eddy juga beberapa kali menerbitkan jurnal yang berhubungan dengan kasus korupsi, seperti yang berjudul 'United Nations Convention against Corruption dalam Sistem Hukum Indonesia'.
Pemahaman yang Eddy tuangkan dalam buku dan jurnal tersebut harusnya menjadi representasi praktik yang ia lakukan. Ketiga buku dan satu jurnal tersebut sama-sama mencakup mengenai hukum pidana, namun Eddy Hiariej justru melanggar norma hukum pidana yang seharusnya menjadi prinsip yang dijunjung tinggi.
Dikutip dari laman Kementerian Keuangan RI, Jumat (17/11), sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 12B Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pengertian gratifikasi mencakup pemberian dalam konteks yang luas. Termasuk di dalamnya adalah pemberian berupa uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi ini dapat diterima baik di dalam maupun di luar negeri, serta dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan sarana elektronik. Prestasi di dunia pendidikan yang tak bisa diragukan, ternyata tidak membuat Eddy Hiariej 'bersih' dari pelanggaran hukum.
Seorang profesor hukum yang harusnya berperan sebagai pengemban pengetahuan hukum, justru terperangkap dalam kasus korupsi yang kompleks.