Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengusut dugaan kebocoran data pemilih tetap (DPT) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang viral belakangan ini.
Kebocoran data itu diketahui setelah pihak Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melalukan patroli.
"Dugaan kebocoran data KPU kami temukan dari hasil Patroli siber yang dilakukan oleh anggota kami," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Bachtiar saat dihubungi, Rabu (29/11).
Ia menyebut temuan dugaan kebocoran data itu juga diselidiki oleh Computer Security Incident Response Team (CSIRT).
Selain itu, Adi Vivid mengatakan koordinasi juga terus dilakukan penyidik dengan KPU soal temuan tersebut.
"Saat ini Team CSIRT sedang berkordinasi langsung dengan KPU untuk berkordinasi sekaligus melakukan penyelidikan," pungkasnya.
Informasi kebocoran data milik KPU itu diketahui dari akun Jimbo di situs peretasan BreachForums yang diduga didapat dari situs KPU pada Senin (27/11) sekira pukul 09.21 WIB.
Data yang dibobol diklaim berupa nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, hingga alamat. Pengunggah mengklaim memiliki lebih dari 250 juta (252.327.304) data.
Ia menyediakan 500 ribu data sebagai sampel.
Sampel ini juga memuat data sejumlah pemilih yang berada di luar negeri. Penjahat siber ini menjual data tersebut dengan harga 2BTC atau US$74 ribu (Rp1,14 miliar).
Bukan sekali ini saja KPU dihantam dugaan kebocoran data. Pada era hype Bjorka, 2022, 105 juta data KPU diduga dibocorkan.
Berdasarkan penyelidikan saat itu, kebocoran data diklaim bukan berasal dari penyelenggara pemilu.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengatakan data daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 tidak hanya berada pada pusat data KPU.
Hasyim mengungkapkan ihwal data DPT juga dipegang oleh partai politik peserta pemilu dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
"Data DPT Pemilu 2024, dalam bentuk softcopy, tidak hanya berada pada data center KPU, tapi juga banyak pihak yang memiliki data DPT tersebut," jelas Hasyim.
"Karena memang UU Pemilu mengamanatkan kepada KPU untuk menyampaikan DPT softcopy kepada partai politik peserta Pemilu 2024 dan juga Bawaslu," sambungnya. Saat ini tim dari KPU beserta Gugus
Tugas yang terdiri atas BSSN, Cybercrime Polri, BIN, dan Kemenkominfo sedang bekerja menelusuri kebenaran dugaan kebocoran data itu.
Hasyim Asy'ari mengatakan tim KPU dan gugus tugas yang terdiri dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kriminal Siber Polri, dan Kemenkominfo tengah bekerja menelusuri kebenaran kebocoran data pemilih tetap Pemilu 2024 tersebut.
"Tim KPU dan Gugus Tugas (BSSN, Cybercrime Polri, BIN dan Kemenkominfo) sedang bekerja menelusuri kebenaran dugaan sebagaimana pemberitaan tersebut," kata Hasyim.
Menkominfo RI, Budi Arie Setiadi menyebutkan terduga pelaku yang bobol dan jual data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga motifnya ekonomi.
Menurutnya, pihaknya sedang berkomunikasi dengan aparat penegak hukum, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hingga KPU untuk mencari pelaku pelaku pembobolan data DPT KPU tersebut.
Namun, kata dia, biasanya penjualan data pribadi tersebut tidak terlepas dari motif ekonomi. Sebab, memang biasanya data itu bisa dijual dengan harga yang mahal.
"Ini motifnya sih ekonomi, dalam pengertian jualan data. Kan data sekarang mahal harganya iya kan, gitu," kata Budi.
Budi menuturkan bahwasanya pelaku harus tetap diproses hukum apapun alasannya. Baginya, pelaku telah melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
"Kan sudah jelas, lembaganya harus bertanggungjawab. Nah pelaku pencurian atau pemanfaatan data tidak sah ini, ya harus diproses secara hukum," katanya.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka meminta KPU segera membenahi buntut kasus data daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 diduga bocor dan dijual ilegal di internet.
Wakil Komandan Alpha Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Herman Khaeron, menyebut kasus tersebut harus segera dibenahi agar hasil Pemilu 2024 nantinya legitimate. Oleh sebab itu, kasus ini harus disikapi dengan secepatnya.
"Pemilu itu demokratis Pemilu itu harus adil harus jujur harus rahasia gitu ya tentu hasilnya harus legitimate, legitimate bagaimana? Ya harus seluruh instrumen yang ingin menjadi penyelenggaraan pemilu ya harus betul-betul legitimate gitu ya jangan ada hal-hal yang menyaksikan masyarakat," kata Herman.
Tidak hanya KPU, kata Herman, Bawaslu hingga DKPP juga diminta turun tangan menyoroti kasus kebocoran data tersebut.
Namun, TKN mengaku engga berspekulasi dan mengambil kesimpulan kebocoran data tersebut.
"Kami tidak ingin cepat mengambil kesimpulan lah karena semuanya itu kan serba mungkin terjadi data bank aja bisa bocor KTP elektronik bisa bocor kemudian banyak hal yang bisa diretas gitu ya," katanya.
Oleh karena itu, Herman meminta KPU juga bisa memperkuat sistem pengamanan data pemilih. Dengan begitu, nantinya data pemilih bisa lolos daei ancaman kebocoran ataupun pembobolan.
"Bagaimana memperkuat sistem ini? ya mari kita sama-sama jangan saling curiga mencurigai jangan saling kemudian mengambil kesimpulan lebih awal. kita justru mencari tahu kenapa ini terjadi dan apa pembenahan yang harus dilakukan ke depan," katanya.
"Apakah memungkinkan misalkan sistem elektronik vote elektronik ke depan dilakukan? Apakah nanti tidak riskan kalau e-rekap dilakukan dari Kecamatan ke Kabupaten misalkan? Ini kan harus didiskusikan bersama toh juga ini adalah menjadi kepentingan kita bersama," sambungnya
Sumber Berita / Artikel Asli : tribunnews