GAZA - Ahmad Muhanna, Direktur Rumah Sakit Al Awda di Jabalya, Gaza, mengatakan mimpi buruk sebenarnya adalah merawat anak-anak yang mendadak cacat atau disablitas akibat perang yang berkecamuk.
“Saya terkoyak menyaksikan anak-anak kami menjadi martir dan menerima pembantaian sisa jenazah mereka, padahal mereka tidak bersalah dalam konflik ini,” kata Muhanna kepada CNN pada 29 Oktober dari rumah sakitnya di Gaza utara.
Dokter melakukan operasi, termasuk amputasi, pada anak-anak tanpa air bersih, apalagi anestesi atau antibiotik. Banyak yang dirawat di lantai rumah sakit karena kurangnya tempat tidur rumah sakit yang kosong.
Muhanna, 49 tahun, mengatakan serangan udara Israel di atau dekat fasilitas medis semakin memperumit masalah ini. Pekerja medis selalu berada dalam bahaya.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Ramallah, hingga 10 November lalu, 198 petugas kesehatan telah tewas dan 130 lainnya terluka di Gaza. Laporan tersebut juga melaporkan bahwa 21 rumah sakit dan 51 pusat layanan kesehatan primer tidak dapat beroperasi.
Israel mengatakan mereka hanya menargetkan Hamas, yang dituduh menggunakan rumah sakit untuk bersembunyi dan melancarkan serangan. Kementerian Kesehatan Palestina dan Hamas membantah klaim tersebut.
Israel mengatakan kematian warga sipil dan hancurnya fasilitas-fasilitas penting, termasuk rumah sakit, merupakan kerusakan tambahan yang coba dimitigasi, dan warga Palestina harus mengungsi ke daerah yang lebih aman. Namun para dokter di Gaza mengatakan tidak mungkin mengevakuasi pasien tanpa menyebabkan lebih banyak kematian, dan tidak ada tempat yang benar-benar aman.