Capres nomor urut nomor 1 Anies Baswedan menyoroti soal kebebasan berpendapat yang terbelenggu di Indonesia.
Ia kembali menyinggung soal istilah 'Wakanda' dan 'Konoha' sebagai pengganti kata Indonesia.
"Jangan sampai ada istilah Wakanda dan Konoha hanya karena kita tidak berani menyebut nama Indonesia," kata Anies dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Rabu (22/11).
Istilah 'Wakanda' dan 'Konoha' biasanya diucap publik untuk mengkritik segala hal tentang Indonesia yang dianggap buruk. Karena takut UU ITE, mereka tidak menyebut Indonesia.
Anies menyebut, hal ini tidak boleh terjadi. Sebab, semua harus bisa menyampaikan kritik ke pemerintah tanpa takut.
Oleh karenanya, Anies berencana untuk merevisi UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE yang dianggapnya membelenggu kebebasan masyarakat Indonesia.
"Karena khawatir ada UU ITE yang memprosesnya. Insyaallah UU yang membelenggu kebebasan itu yang direncanakan direvisi ke depannya," tuturnya.
Kritik yang tak keluar juga tercermin dari sejumlah data yang diungkap Anies.
"Indonesia hari ini mengalami kemunduran di dalam kegiatan negaraan dan demokrasi. Indeks demokrasi kita turun dari 2015 ke 2022, indeks kebebasan pers turun, indeks persepsi korupsi turun," tutupnya.
Anies Akan Bebaskan PBB Bagi Sekolah-Kampus Swasta, Tanah Negara Boleh Dipakai
Pendidikan jadi sektor yang terus dibicarakan para capres-cawapres, termasuk Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Anies menawarkan solusi bagi sekolah hingga universitas swasta yang kini masih menghadapi berbagai masalah terutama soal finansial.
"Ke depan sekolah-sekolah swasta, universitas swasta, menurut kami, harus dibebaskan dari PBB [Pajak Bumi Bangunan] atas tanah mereka, 0, harus 0," kata Anies dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Rabu (22/11).
"Karena, tanpa ada kampus swasta, sekolah swasta, kita tidak mampu menyekolahkan anak-anak Indonesia. Cara negara bayar balik adalah sekolah, kampus, semua yang sifatnya sosial, termasuk rumah sakit yang sifatnya sosial, 0 PBB-nya," ujar dia.
Tawaran Anies ini disambut riuh oleh hadiri yang memenuhi Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kemudian, para panelis menanyakan soal status guru dan dosen yang masuk dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang justru ditarik ke sekolah dan kampus negeri.
Bagi Anies, seharusnya, pemerintah tidak perlu melakukan itu. Semua guru atau dosen yang berstatus PPPK harus dibiarkan bertugas di sekolah asal mereka.
"Karena itulah saya bilang diskriminasi. Kenapa kalau mereka mengajar di swasta seakan-akan bukan Indonesia, harus dikembalikan ke pemerintah untuk menjadi Indonesia, tidak. Biarkan dia di swasta dan negara tetap bisa menghargai mereka," tutur dia.
"Karena kan investasinya swasta, yang sudah mendidik, yang sudah menjadikan mereka doktor, tahu-tahu dipindah ke negara. Justru harus dibalik. Negara harus investasi kepada dosen dan guru swasta supaya mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi," tambah Anies.
Tak hanya itu, segala kegiatan yang sifatnya sosial sebaiknya bisa menggunakan tanah negera. Eks Gubernur DKI Jakarta itu menyebut, anggaran untuk membeli tanah bagi swasta merupakan cost terbesar. Hasilnya, biaya pendidikan menjadi sangat mahal.
"Jadi kami ke depan ingin tanah-tanah negara dipakai swasta selama itu dipakai untuk pendidikan kesehatan dan kegiatan sosial kenapa lho, apalagi seperti NU, Muhammadiyah, lah sudah mendidik Indonesia sebelum negeri ini ada, kenapa ketika sudah ada negara justru berbalik," kata Anies.
Selama ini, memang ada bantuan fiskal dari negara kepada sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga sosial milik swasta. Tapi, itu belum cukup untuk memberi dukungan penuh di bidang pendidikan.
"Kita ini pelit sama rakyat kita sendiri, kita ini pelit sama swasta kita sendiri. Mereka mendidik anak-anak kita bukan, mendidik orang asing. Mereka mendidik bangsa kita sendiri jangan pernah bedakan swasta dan negeri," tegas Anies.
"Tanah negara itu dipakai oleh swasta tidak akan hilang kalau dipakai sama asing malah bisa hilang tapi kalau dipakai swasta enggak mungkin hilang." -- Capres Anies Baswedan.
Dengan bantuan ini, eks Mendikbud itu menilai, pendidikan Indonesia akan lebih baik dan yang paling penting biayanya juga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Jadi bayangkan sekolah pendidikan di seluruh Indonesia tidak terbebani belanja tanah di awal, maka SPP akan murah, biaya sekolah akan murah, itu dirasakan seluruh keluarga kita di Indonesia," ucap dia.