Dugaan korupsi untuk tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) merembet ke nama-nama politikus PDI Perjuangan.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah dinas Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Vita Ervina terkait penyidikan dugaan korupsi untuk tersangka mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Benar, tim penyidik KPK pada Rabu ( 15/11) telah melakukan penggeledahan rumah dinas anggota DPR dimaksud, terkait perkara dugaan korupsi tersangka SYL dan kawan-kawan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, dikutip Minggu, 19 November 2023.
Dalam penggeledahan tersebut, kata Ali, tim penyidik KPK menemukan dan menyita sejumlah barang bukti yang selanjutnya akan dipelajari oleh penyidik.
"Dari penggeledahan, diperoleh catatan dokumen dan juga bukti elektronik yang segera disita sebagai barang bukti dalam berkas perkara tersebut," ujar Ali.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, memenuhi panggilan KPK. Sudin diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi di Kementan yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Sudah datang," kata Kabag Pemberitaan Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Rabu (15/11/2023).
KPK sebelumnya menjelaskan alasan memanggil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP, Sudin, sebagai saksi kasus ini. KPK mengatakan pemeriksaan itu untuk mengusut ke mana saja aliran uang dugaan korupsi SYL.
"Kami penyidik tidak hanya membuktikan pemerasan saja, tapi kita mengikuti ke mana larinya uang-uang yang dikumpulkan atau dikorupsi oleh Saudara SYL," kata Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/11).
Sebelumnya, pada tanggal 13 Oktober 2023, KPK secara resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.
Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai mentan periode 2019 sampai 2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari aparatur sipil negara (ASN) Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan keluarganya.
Kurun waktu kebijakan SYL memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.
SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Muhammad Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, Kasdi dan Hatta lalu memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I.
Besaran nilai uang tersebut telah ditentukan SYL dengan kisaran 4.000-10.000 dolar AS. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
KPK mencatat uang yang dinikmati SYL bersama dengan KS dan MH, sebagai bukti permulaan, berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian, tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).***