Pasal 42 dalam revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) dinilai mengacaukan struktur hukum dan sejumlah aturan yang ada saat ini. Pasal itu dikenal sebagai Pasal Sapu Jagat.
Kemunculan pasal itu menyebabkan sejumlah pasal dalam UU IKN yang bertentangan dengan aturan sebelumnya, menjadi diperbolehkan dan tidak dipermasalahkan.
Pasal 42 Ayat (1) berbunyi:
a. Seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan kebijakan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara; dan
b. peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah, dinyatakan tidak berlaku
Direktur YLBHI Muhammad Isnur berujar keberadaan pasal ini menandakan DPR atau pemerintah kehilangan akal sehat, kehilangan pegangan standar dalam hukum.
"Undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Pemerintah dan DPR membuat undang-undang demi kepentingan investor menabrak segala hal (serta) kepentingan lain," kata Isnur, Kamis (5/10)
Cara-cara ini ia sebut sebagai tindakan otoriter pemerintah dan DPR, serta menunjukkan hukum dijadikan alat untuk meraih kekuasaan semau-maunya, meruntuhkan prinsip negara hukum dan menginjak konstitusi.
Isnur berpendapat Pasal 42 ini mengacaukan struktur hukum.
"Jelas, ini menyesatkan publik dari tata cara struktur hukum yang ada. Menandakan kerakusan atau kesewenang-wenangan terjadi, dilakukan oleh Pemerintah dan DPR," ujar dia.
Beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang ada salah satunya adalah pasal 12. Dalam pasal itu, otorita IKN diberikan kewenangan lebih luas.
Otorita IKN berwenang atas urusan pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan serta penyelenggaraan Pemda khusus IKN.
Pasal tersebut dianggap bertentangan dengan UU Pemda karena menyatukan kewenangan urusan pusat dan daerah.
Kemudian, pasal 16A dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 16A Revisi UU IKN, investor mendapatkan izin hak guna usaha (HGU) sampai 190 tahun. Sementara dalam UUPA, HGU diberikan kepada investor paling lama 60 tahun.
Berikut bunyi lengkap Pasal 16A yang dimaksud:
"Dalam hal HAT [Hak Atas Tanah] yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi."
Sementara bunyi Pasal 29 UUPA:
"(1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun."
p
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi Uli Arta Siagian heran melihat pemerintah rela mengacaukan struktur hukum demi kepentingan investor.
"Demi proyek investasi/pembangunan, satu undang-undang dapat mengabaikan banyak undang-undang lainnya," kata Uli saat dihubungi.
Menurutnya, pemerintah seolah tidak layak disebut sebagai pengurus negara. Dia menilai pemerintah lebih cocok disebut sebagai pedagang negara.
Dia menyebut 190 tahun izin HGU sama dengan kehidupan warga selama tiga generasi. Artinya, pemerintah menggadaikan kehidupan tiga generasi warga Kalimantan.
"Mengobral tanah air kepada investor sebagai pembeli," ujarnya.
DPR RI resmi mengesahkan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN menjadi undang-undang.
Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024. Delapan dari sembilan fraksi di DPR menyatakan setuju dengan revisi UU tersebut.
Kedelapan fraksi yang setuju itu adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, PAN. Partai Demokrat menyetujui dengan catatan, sedangkan PKS menolak.
Mewakili pemerintah, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan Pendapat Akhir Presiden dalam Rapat Paripurna DPR RI. Dia menggarisbawahi pentingnya perubahan UU IKN untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
"Perubahan atas Undang-Undang IKN dibutuhkan untuk memberikan landasan hukum dalam akselerasi kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara secara lebih efektif, optimal, akuntabel, dan tentunya berkelanjutan," kata Suharso, dikutip dari situs resmi Bappenas, Selasa (3/10).