Soeharto dan Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret pada tahun 1966 memang saling berkaitan erat satu sama lain.
Menerima Supersemar dari Soekarno sebagai Presiden, Soeharto dinilai salah tafsir dan bertindak di luar kewenangan yang dimaksud.
Ujungnya, tak lepas dari Supersemar itu Soeharto lalu naik menjadi Presiden Indonesia kedua menggantikan Soekarno.
Di ujung masa kekuasaannya yang sudah 32 tahun, terungkap bahwa Soeharto pernah mengeluarkan 'Supersemar' pada tahun 1998.
Seperti de javu, teknis dan konsep bisa dibilang sama persis dengan Supersemar pada tahun 1966 itu.
Misalnya saja soal waktu, sama-sama saat kondisi politik sedang genting dan isi dari 'surat sakti' itu hingga si penerima surat.
Semua terungkap oleh Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto, Panglima TNI terakhir era Orde Baru dan sosok yang menerima 'Supersemar' tersebut.
"Pak saya mau tanya, Bapak pegang Perintah Presiden lewat Inpres Nomor 16 Tahun 1998 menjadi Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional," kata Aiman Wicaksono di kantor Menko Polhukam, Kamis, 5 Oktober 2023.
"Ini boleh saya katakan mirip dengan Supersemar tahun 1966 yang memberikan kekuasaan penuh saat itu adalah Mayjend Soeharto," sambungnya.
Wiranto dengan santai menjawab bahwa Inpres itu memang mirip dengan Supersemar tahun 1966.
Bahkan ketika ditanya apakah mungkin ketika itu ia ambil alih kekuasaan dari Soeharto, mantan Menko Polhukam itu tegas menjawab sangat mungkin.
"Sangat mungkin, ini mirip Kopkamtib dulu," tuturnya singkat.
Namun ia tak melakoni apa yang dilakukan Soeharto pada saat menerima Supersemar dari Soekarno.
"Kalau saya ambil, saya meng-create perang saudara," ujarnya soal alasan mengapa ia tak ambil alih kekuasaan.
Meski jatuh korban tewas dari Mahasiswa dan yang lainnya, hal lebih buruk memang tak terjadi sampai Soeharto lengser pada 21 Mei 1998.