Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Sejumlah Aktivis Murka Soal Putusan MK, Sebut Gibran Minin Pengalaman Tapi Diberi Peluang di Pilpres

Sejumlah Aktivis Murka Soal Putusan MK, Sebut Gibran Minin Pengalaman Tapi Diberi Peluang di Pilpres

Sejumlah aktivis, akademisi, agamawan, kecewa dengan Mahkamah Konsitusi (MK) yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres di bawah 40 tahun.

Mereka merasa prihatin atas putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres di bawah 40 tahun dengan syarat, berpengalaman sebagai kepala daerah.

Bentuk protes tersebut disampaikan pada Maklumat Juanda yang berjudul 'Reformasi Kembali ke Titik Nol' di Jalan Ir. H. Juanda, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, DKI Jakarta pada Senin (16/10/23).

Mereka protes tepat setelah MK membacakan putusan.

Maklumat tersebut dibacakan oleh Juru Bicara Maklumat, Usman Hamid.

Melalui Maklumat Juanda 2023, Usman ingin mengembalikan marwah politik yang berasaskan kedaulatan rakyat.

Ia menyatakan reformasi dan demokrasi yang telah ditegakkan dalam 25 tahun terakhir ini terjadi kemunduran dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti.

Demokrasi juga tercederai oleh prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki era orde baru.

"Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat, prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar sejak era orde baru atau rezim Soeharto," ungkap Usman dalam keterangannya, ditulis Selasa (17/10/2023).

Iklan untuk Anda: Diabetes Hilang 100% jika Pankreas Pulih, dengan Makan Ini
Advertisement by
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia ini menggarisbawahi terkait jalannya dinasti politik yang terus berjalan di Indonesia.

Pada proses Pemilu 2024, kata dia, Presiden bahkan melalukan manuver untuk memuluskan langkah demi menjamin kepentingan sendiri dan dinasti keluarga.

Putusan MK yang menambah aturan baru soal syarat capres-cawapres dinilai sebagai upaya memuluskan jalan dinasti politik di Indonesia.

Syarat itu muncul agar langkah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), menjadi cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

"Politik dinasti terasa kental ketika presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri.

Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa statusnya sebagai anak kepala negara atau anak presiden yang sedang berkuasa," kata dia.

Dalam maklumat ini, ratusan tokoh mendesak agar para pemimpin bangsa terutama kepala negara memberikan teladan yang baik dan benar.

Bukan malah memberi contoh buruk untuk memperpanjang dan membangun dinasti politik bagi keluarga sendiri.

"Kami mendesak para pemimpin bangsa terutama kepala negara, Presiden Joko Widodo agar memberi teladan dan bukan memberi contoh buruk, memperpanjang kebiasaan, membangun kekuasaan bagi keluarga," kata dia.

Adapun penandatanganan Maklumat Juanda datang dari berbagai latar belakang di antaranya guru besar, dosen, agamawan, budayawan, mantan duta besar, mantan komisioner pemberantasan korupsi, atlet nasional, pengacara, wartawan, tokoh-tokoh pendidikan, hak asasi manusia, lingkungan hidup, produser, seniman dan pegiat literasi hingga tokoh-tokoh sukarelawan Jokowi.

Nama-nama yang tercantum dalam penyampai maklumat di antaranya, Goenawan Mohamad, Erry Riyana Hardjapamekas, Karlina Supelli, Butet Kartaredjasa, Allisa Wahid, Prof (Emeritus) Mayling Oey-Gardiner, Prof Sulistyowati Irianto, Prof Riris K. Toha Sarumpaet.

Kemudian Prof Daldiyono Hardjodisastro, Prof Manneke Budiman, Yanuar Nugroho, Henny Supolo, Natalia Soebagjo, Oma Komaria Madjid, Rosiana Tendean, Betti Alisjahbana, Faisal Basri, Saiful Mujani, Todung Mulya Lubis.

Lalu, Ikrar Nusa Bhakti, Usman Hamid, F. Budi Hardiman, Ulil Abshar Abdalla, Joko Anwar, Laksmi Pamuntjak, Tosca Santoso, Ayu Utami, Sandra Hamid, Zumrotin K. Susilo, S. Indro Tjahjono, Helmy Fauzi, Ifdhal Kasim, Pdt Saut Sirait, St Sunardi, dan Warih Wisatsana.

Berikut isi Maklumat Juanda secara lengkap:

"Reformasi Kembali ke Titik Nol".

Mundurnya Reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan Demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati.

Kedaulatan rakyat disingkirkan. Ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anti-korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksekutif ditebalkan. Yang menentukan nasib kita: kekuasaan pemimpin nasional dan para majikan partai.

Penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat. Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek.

Politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa.

Presiden pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga.

Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor. Kami memergoki perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu. Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara.

Indonesia memerlukan politik yang diabdikan untuk kedaulatan rakyat. Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga.

Sumber Berita / Artikel Asli : tribunnews

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved