Meski sudah resmi beroperasi, polemik pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/10/2023) masih menuai polemik.
Sindiran hingga kritik keras disampaikan masyarakat lewat media sosial terkait pembangunan kereta cepat yang menelan anggaran hingga sekitar 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 112 triliun itu.
Terlebih pemerintah justru menerima utang dari China dengan bunga sebesar 3,4 persen.
Nilai tersebut melambung tinggi jika dibandingkan dengan proposal yang ditawarkan Jepang melalui JICA sebesar Rp 6,2 miliar dengan bunga pinjaman 0,1 persen.
Terkait hal tersebut, Jokowi enggan berkomentar.
Dirinya meminta para jurnalis untuk menanyakan utang kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
"Tanyakan Bu Menteri Keuangan," ucap Jokowi dikutip dari Kompas.com pada Rabu (4/10/2023).
Sementara saat wartawan bertanya soal apa saja target keuntungan secara komersial KCJB, mengingat pembengkakan biaya yang sangat besar dan kewajiban utang ke China yang harus dibayarkan, Jokowi juga enggan merespon.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini berujar, soal kalkulasi bisnis dan kaitan pembayaran pinjaman ke China, hal itu bisa ditanyakan ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku korporasi.
"Nanti ditanyakan ke KCIC, teknis seperti itu tanyakan ke KCIC," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, yang harus di kedepankan dalam membangun transportasi publik, perhitungan untung rugi sebaiknya dinomorduakan, karena aspek yang utama dalam pembangunan KCJB adalah pelayanan publik.
"Yang paling penting rakyat dilayani dengan baik, rakyat dilayani dengan cepat, karena fungsi transportasi massal itu di situ, bukan untung dan rugi," ungkap Jokowi.
Pernyataan Jokowi ditanggapi Said Didu.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu menilai jawaban Jokowi soal pembangunan KCJB yang dibiayai utang kepada China buka merupakan bentuk pelayanan kepada rakyat.
Dirinya pun mencontohkan bentuk nyata cara melayani rakyat, di antaranya menyediakan kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak (BBM) dengan harga terjangkau.
Bukan menyediakan transportasi mahal yang membebani rakyat hingga sebesar Rp 15 miliar per hari.
"Bpk Presiden yth, contoh melayani rakyat antara lain siapkan pupuk, beras, BBM, gas, listrik, gula, garam, daging dll dg jumlah yg cukup dan harga yg terjangkau/murah," tulis Said Didu.
"Bukan menyediakan transportasi mahal KA cepat dg membeni utang kpd rakyat sktr Rp 15 milyar per hari !!!" tegasnya.
Awal Indonesia Bayar Utang ke China Rp 7,6 Miliar per Hari
Dalam postingan sebelumnya, Said Didu juga mengomentari peresmian Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang diresmikan Jokowi pada Senin (2/10/2023).
Said Didu menilai hari peresmian Kereta Cepat Jakarta Bandung menjadi hari pertama pemerintah Indonesia membayarkan utang ke china atas pembangunan KCJB.
Hal tersebut disampaikan Said Didu lewat status twitternya @msaid_didu pada Selasa (3/10/2023).
Terhitung pada Senin, 2 Oktober 2023, pemerintah Indonesia harus membayar utang ke China sebesar Rp 7,6 miliar per hari.
"Peresmian KA cepat Jkt-Padalarang 2/10/2023 mrpkn titik awal Indonesia hrs bayar utang ke China sktr Rp 7,6 milyar per hari !!!" tulis Said Didu.
"Jika ditambah dg utang dlm negeri BUMN yg ikut sbg pemilik saham maka diperkirakan akan bayar utang sktr Rp 15 milyar per hari," tambahnya.
Pernyataan Said Didu pun disambut ramai masyarakat.
Pro dan kontra pun disampaikan masyarakat dalam kolom komentar.
@duniabulat5: Kecil itu… kita mesti optimis
@dryadirakhmadi: Coba bantu apbn.. lu dan keluarga naik pp KAC halim - padalarang. Minimal seminggu 2 x. Itu sdh optimis membantu
@dapitnih: Udah ga waras punya utang perhari bisa bangun 1 gedung
@JJhonpres: Klo Miskin Ga Bisa Bayar Naik Kereta Cepat . Mending Mingkem ... Jalan Kaki Saja Gratis ?
@sindoe: Gak papa mbah... ada yg ngutang Rp. 4,5 trilyun bikin stadion. Biaya operasional pemeliharaan 220 milyar pertahun. Entah nyicilnya gimana, stadionnya cuma buat ibadah setahun sekali.
@ferly_norman: Kita tunggu Rezim baru mengikuti langkah Mahathir di Malaysia Pak @msaid_didu.. "Mahathir menjelaskan harga semula proyek yang mencapai 66 miliar ringgit, sekitar Rp 225,6 triliun, kini turun menjadi 44 miliar ringgit, atau Rp 150,4 triliun."
Utang Kereta Cepat Bengkak Jadi USD 1,2 Miliar
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengklaim masih terus melakukan negosiasi terkait bunga utang pinjaman untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, bersama pihak China, yang biayanya membengkak.
Diketahui, biaya pengerjaan proyek Kereta Cepat Whoosh mengalami pembengkakan biaya, alias mengalami cost overrun hingga 1,2 miliar dolar AS.
Hitung-hitungan tersebut telah disepakati oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Pemerintah masih menargetkan bunga pinjaman dapat disepakati di bawah 4 persen.
"Oh kan udah (cost overrun) 1,2 miliar dolar AS sudah final. Udah selesai. Kisaran bunga/nya 3,5 sampai 4 persen, lagi negosiasi," ungkap pria yang akrab disapa Tiko dikutip dari Tribunnews.com pada Selasa (3/10/2023).
"Ini lagi difinalkan. Minggu ini harusnya keluar. Tapi sekitar 3,6-3,7 lah (bunga yang disepekati)," sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut Tiko juga menanggapi terkait proyek KCJB yang dituding sulit balik modal dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Tiko, hampir semua proyek-proyek infrastruktur atau transportasi massal pada dasarnya untuk memudahkan mobilitas masyarakat.
Sehingga, seiring berjalannya waktu penggunaan transportasi massal merubah pola peradaban transportasi Indonesia.
"Kalau proyek infrastruktur dasar seperti ini kan balik modalnya bisa 30-40 tahun. Ini kan infrastruktur dasar yang memang perlu dibangun untuk jangka panjang yang merubah pola peradaban transportasi Indonesia," pungkas Tiko.
Berapa Bunga Utang Kereta Cepat?
Mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) kembali jadi bulan-bulanan kritik publik Tanah Air.
Sebabnya, pemerintah terbuka untuk menjamin pembayaran cicilan utang ke China di proyek tersebut.
Untuk diketahui, sebagian besar investasi KCJB didanai utang dari China Development Bank (CDB), sisanya berasal dari APBN dan modal konsorsium perusahaan patungan BUMN Indonesia dan China.
Sebagai informasi saja, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun.
Angka tersebut merupakan hasil audit bersama yang kemudian disepakati kedua negara.
Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 108,14 triliun.
Jebakan Utang China
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan apabila dilihat dari beberapa indikasi, maka proyek KCJB sudah masuk dalam kategori jebakan utang (debt trap) China.
"Sudah masuk kategori jebakan utang. Pertama, indikasi proyek yang berbiaya mahal ditanggung APBN," beber Bhima ketika dikonfirmasi, Minggu (24/9/2023).
Sedari awal, China dalam proposalnya juga memberikan garansi kalau kereta peluru yang ditawarkannya tidak akan membebani ABPN Indonesia.
Belakangan, komitmen itu kemudian tidak ditepati China maupun pemerintah Indonesia sendiri.
Tawaran China yang memberikan iming-iming pembangunan kereta cepat tanpa APBN itu pula yang juga jadi alasan Indonesia mendepak Jepang.
Ini karena Negeri Sakura sejak awal sudah memprediksi sulit merealisasikan KCJB tanpa jaminan dari negara.
Bhima juga menyoroti keputusan pemerintah Indonesia yang dengan mudahnya menyanggupi tuntutan China yang meminta pembayaran utang dan bunga mendapatkan jaminan negara.
Bunga utang yang harus dibayar ke China
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku gagal dalam negosiasi terkait besaran bunga pinjaman di proyek KCJB.
Dalam lawatannya ke China, pemerintah Beijing bersikeras menetapkan bunga utang sebesar 3,4 persen.
Sementara pemerintah Indonesia menginginkan bunga turun menjadi 2 persen.
"Ya maunya kita kan 2 persen (bunga utang), tapi kan enggak semua kita capai. Karena kalau pinjam keluar juga bunganya itu sekarang bisa 6 persen," beber Luhut beberapa waktu lalu.
"Jadi kalau kita dapat 3,4 persen misalnya sampai situ ya we're doing okay, walaupun tidak oke-oke amat," tambah Luhut.
Utang sebesar itu akan dibebankan ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Sebagai operator sekaligus pemilik konsesi, pembayaran angsuran pokok maupun bunganya akan ditanggung konsorsium KCIC.
Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan.
Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.
Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
BUMN dari Indonesia lalu membentuk badan usaha bernama PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway.
Lalu kedua perusahaan gabungan itu kemudian membentuk konsorsium PT KCIC.
PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC.
Sementara sisa saham 40 persen dikuasai konsorsium China.
Sri Mulyani Klarifikasi Tudingan APBN Digadaikan ke China demi KCJB
Proyek Kereta Jakarta Bandung (KCJB) kembali jadi sasaran kritik publik.
Pemerintah baru-baru ini resmi memutuskan untuk membuka opsi bisa menjamin utang yang timbul dari pembengkakan biaya alias cost overrun proyek ini.
Keputusan Pemerintah Indonesia untuk bisa menjamin pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani.
"Penjaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung dalam Peraturan Menteri ini disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan Komite," tulis Pasal 2 beleid tersebut.
Sementara dalam Pasal 1 disebutkan, penjaminan Pemerintah Indonesia diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri Keuangan, baik secara langsung atau secara bersama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur yang ditunjuk sebagai penjamin.
Kemudian disebutkan dalam Pasal 4, penjaminan dari Pemerintah bisa diberikan atas seluruh utang PT KAI sebagai pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) di kepemilikan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang mana perusahaan patungan ini sahamnya dikuasai BUMN Indonesia dan perusahaan China.
Pinjaman KCIC tersebut meliputi pokok pinjaman, bunga utang, dan biaya lain yang timbul sehubungan dengan adanya utang tersebut.
Sri Mulyani membeberkan, alasan dirinya menyetujui utang ke China dalam proyek KCJB dijamin keuangan negara adalah karena sudah melalui audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalam audit dua lembaga pemeriksa keuangan negara itu, salah satu rekomendasinya adalah Pemerintah perlu membantu penyelesaian masalah cost overrun.
Yang mana akibat dari pembengkakan biaya, maka KCIC harus mengajukan utang baru ke China.
Di sisi lain, Beijing juga meminta kepastian dan jaminan pembayaran utang pokok plus bunga yang diajukan.
"Cost overrun sudah diaudit oleh BPKP dan BPK dan di situ ada rekomendasi untuk penanganan cost overrun," kata Sri Mulyani dikutip pada Rabu (20/9/2023).
Alasan lainnya Pemerintah menjamin pinjaman ke China di proyek tersebut, yakni lantaran PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI diproyeksikan akan sanggup membayar utang.
Salah satu tambahan pendapatan untuk KAI adalah penyediaan jasa pengiriman logistik angkutan batu bara dari sesama BUMN di lintas Sumatera, PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
"Kita waktu itu dalam komite yang terdiri dari menko, Pak Luhut, menteri perhubungan, menteri BUMN, menteri keuangan menetapkan bahwa PT KAI memiliki tambahan pendapatan," ucap Sri Mulyani.
Pemberian jaminan Pemerintah untuk utang proyek KCJB sejatinya mengingkari janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya.
Jokowi menegaskan proyek ini dikerjakan dengan skema business to business (b to b) antar BUMN Indonesia dan China.
Di mana negara tidak akan mengucurkan APBN maupun memberikan jaminan dalam bentuk apa pun apabila di kemudian hari proyek ini mengalami permasalahan.
Penjelasan Stafsus Sri Mulyani
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemberian jaminan Pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur bukan yang pertama kalinya.
Yustinus menyebutkan, beberapa proyek selain KCJB juga mendapatkan keistimewaan yang sama, mulai dari proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik batu bara PT PLN (Persero) 10.000 tahap 1 dan 2 hingga proyek LRT Jabodebek.
Menurutnya, selama ini pemberian penjaminan Pemerintah tidak pernah menjadi masalah, sebab dalam pelaksanaannya Pemerintah mengedepankan tata kelola dan manajemen risiko agar kas negara tidak terbebani.
"Yang bermasalah itu pikiran jorok, seolah APBN digadaikan ke China," kata dia, dalam unggahan akun resmi X-nya.
Lebih lanjut, Yustinus menjelaskan, penjaminan Pemerintah terkait overrun cost Kereta Cepat Jakarta Bandung diberikan kepada PT KAI selaku ketua konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Pemberian penjaminan Pemerintah dilakukan agar KAI dapat meningkatkan reputasinya ketika mengajukan pinjaman penagangan overrun cost ke kreditur.
"Yang meminjam PT KAI ke kreditur, bukan Pemerintah, apalagi seolah APBN langsung digunakan," ujar Yustinus.
Adapun pemberian penjaminan diberikan setelah Komite Kereta Cepat Jakarta Bandung yang beranggotakan menteri koordinator bidang kemaritiman dan investasi, menteri keuangan, menteri perhubungan, dan menteri BUMN melakukan rapat.
Pada saat bersamaan, dalam upaya mitigasi risiko atas pelaksanaan penjaminan Pemerintah, Yustinus bilang, Pemerintah melaksanakan pemantauan dan evaluasi secara berkala atas penjaminan yang diberikan.
"Penjaminan pemerintah oleh Pemerintah Indonesia sesuai dengan tata kelola dan peraturan yang berlaku, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip penjaminan pemerintah, yang mencakup kemampuan keuangan negara, keberlanjutan fiskal, dan manajemen risiko fiskal," tutur Yustinus.