Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Pendapatan Negara Juli 2023 masih turun tajam, turun 11,5 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (Juli 2022), Year-on-year.
Pendapatan Negara dari Pajak Dalam Negeri turun 10 persen. Pendapatan Negara dari Perpajakan (termasuk bea masuk dan bea keluar) turun 13,7 persen.
Penurunan Pendapatan Negara ini melanjutkan penurunan bulan sebelumnya yang bahkan lebih anjlok. Pendapatan Negara Juni 2023 turun 19,5 persen dibandingkan dengan Juni 2022.
Secara keseluruhan, Pendapatan Negara periode April-Juli 2023 turun Rp82,38 triliun, atau turun 7,8 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya: April-Juli 2022.
Ternyata, UU Cipta Kerja, selain diduga melanggar konstitusi, tidak bisa menyelamatkan penurunan Pendapatan Negara, yang membuat APBN menjadi bermasalah. Krisis fiskal menanti.
Apa solusi pemerintah, lagi-lagi, mengorbankan kepentingan masyarakat. Harga BBM naik. Sedangkan UU Cipta Kerja, yang memboroskon APBN dengan berbagai insentif atau stimulus ekonomi, tidak tersentuh.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230902083714-4-468383/harga-bbm-seluruh-spbu-ri-resmi-naik-ini-daftar-terbarunya/amp
Pemerintah mungkin berkilah, yang naik kan harga BBM non-subsidi, tidak ada hubungan dengan Pendapatan Negara dan APBN?
Tentu saja, ada hubungan antara kenaikan harga BBM non-subsidi dengan Pendapatan Negara. Karena, lebih dari 90 persen penjualan BBM non-subsidi di Indonesia masih dikuasai Pertamina.
Kenaikan harga BBM non-subsidi akan membuat keuntungan Pertamina naik. Pada akhirnya, deviden dari Pertamina untuk pemerintah juga naik. Pendapatan Negara naik.
Pertanyaannya, kenapa pemerintah menaikkan harga BBM non-subsidi?
Seharusnya pemerintah tidak ada alasan sama sekali untuk menaikkan harga BBM (non-subsidi). Karena kurs rupiah terhadap dolar AS relatif stabil. Selain itu, harga patokan minyak mentah di APBN 2023 yang dipatok 95 dolar AS, masih jauh lebih tinggi dari realisasi harga rata-rata minyak mentah dunia selama delapan bulan terakhir ini. Sekali lagi, tidak ada dasar harga BBM (non-subsidi) harus naik?
Coba lihat harga BBM di luar negeri, seperti Malaysia. Harga BBM sejenis Pertamax Plus (RON95) di Malaysia tidak naik sejak tahun lalu. Sedangkan harga BBM RON97 malah turun tajam dibandingkan tahun lalu.
Harga BBM RON97 di Malaysia saat ini hanya sekitar Rp11.000 per liter. Jauh lebih murah dari harga Pertamax Turbo Pertamina yang naik dari Rp14.000 menjadi Rp15.900 per liter. Naik 13,6 persen!
Kenaikan harga BBM non-subsidi ini juga terindikasi melanggar peraturan formula harga yang ditetapkan kementerian ESDM tentang regulasi harga BBM? Apakah kenaikan harga BBM non-subsidi ini hanya untuk mengisi kas negara?
Fakta di atas menunjukkan UU Cipta Kerja tidak berguna sama sekali untuk menahan penurunan ekonomi, atau menyelamatkan keuangan negara dan APBN?
Artinya, alasan diberlakukan UU Cipta Kerja untuk meningkatkan ekonomi hanya ilusi, alias pembohongan publik?
—- 000 —-