Era pemerintahan Jokowi, utang luar negeri meroket luar biasa. Ironisnya, menggunungnya utang diikuti tingginya korupsi. Bisa jadi, banyak duit utang jadi jarahan koruptor.
"Tingkat kebocoran ini cukup signifikan bahkan memakan porsi yang cukup besar dari total anggaran pembangunan,” ujar Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Sabtu (9/9/21023).
Dia menyatakan, pinjaman dari Bank Dunia untuk Indonesia, banyak yang bocor di birokrasi Indonesia. "Saya kira, persoalan utang luar negeri ini, bila tidak diselesaikan dengan baik, dapat menghambat pemulihan ekonomi. Serta, menjatuhkan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional,” kata Hardjuno.
Hardjuno menyayangkan pernyataan Presiden Jokowi yang meminta perlakukan lebih adil dari Bank Dunia. Era Jokowi disebut-sebut hobi berutang dibandingkan seluruh presiden Indonesia. .
“Kan utang sudah menjadi pilihan, bahkan hobi dari pemerintahan Pak Jokowi. Hampir 10 tahun, memerintah nambah utang Rp5.125 triliun. Sehingga total utang kita sekarang Rp7.787 triliun. Kan ini, seperti seneng utang tapi giliran bayar ngeluh. Minta perlakuan adil,” kata Hardjuno.
Semestinya, kata Hadjuno, Presiden Jokowi menyusun rencana yang matang sebelum memutuskan utang. Sehingga setiap utang benar-benar produktif. Di level keluarga saja, utang harus dugunakan untuk sesuatu yang produktif.
“Utang 1 harus dapat lebih dari 2. Untuk bayar utang serta bunga. Sisanya, laba usaha dari duit utang tadi. Jangan mau utang tapi giliran ditagih susah. Ini namanya apa? Kita jadi mempertanyakan efektifitas dan produktifitas utang yang Jokowi ambil, kalau caranya begini,” kata Hardjuno.
Apalagi, kata Hardjuno, sampai detik ini, belum ada perubahan yang signifikan terkait penggunaan utang dari pemerintahan Jokowi. Padahal, rakyat Indonesia berhak mengetahui manfaat dari utang pemerintah.
"Artinya, utang harus digunakan secara efisien untuk proyek yang benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi ekonomi Indonesia," tuturnya.
Bisa jadi, Hardjuno benar. Bahwa, proyek-proyek yang didanai duit utangan, malah jadi bancakan. Atau dikorupsi ramai-ramai. “Berapa banyak kasus korupsi di infrastruktur. Menteri, bupati, sampai kades banyak dipenjara gara-gara infrastruktur yang duitnya dari utang,” papar Hardjuno.
Masifnya budaya korupsi ini, lanjutnya, menjadi pertanyaan rakyat Indonesia. Terutama, sejauh mana benefit utang ini dalam peningkatan pendapatan negara. Sebab, data menunjukkan bahwa sektor pajak di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mengumpulkan pendapatan yang cukup.
Menurut Hardjuno, dengan utang yang terus meningkat, risiko ketidakmampuan pembayaran utang negara menjadi semakin besar. “Dan ini sangat berbahaya bagi bangsa ini kedepannya,” jelasnya.
Hardjuno juga mengkritik kurangnya transparansi dalam penggunaan dana yang diterima dari, misalnya, Bank Dunia saja. Untuk itu, dia mendesak pemerintah menjelaskan pemanfaatan utang ini serta bagaimana dampaknya terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Dan, Jokowi harus jelaskan itu, sebelum pemerintahannya berakhir,” papar Hardjuno.