Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tak setuju dengan anggapan yang mengidentifikasi kemunculan Bakal Calon Presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo dalam tayangan Azan Magrib di sebuah stasiun televisi swasta sebagai bentuk dari politik identitas.
"Masa itu politik identitas? Definisinya gimana politik identitas?" ujar Yaqut usai menghadiri Pembukaan Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Surabaya pada Rabu (13/9).
Yaqut menambahkan, masalah ini hanya soal sudut pandang dan berpendapat bahwa kemunculan Ganjar di tayangan tersebut tidak bisa langsung diidentifikasikan sebagai praktik politik identitas. Dia bahkan memberikan analogi untuk memperkuat argumennya.
"Kalau saya tiba-tiba tampil di iklan minuman air mineral misalnya, masak kemudian saya diidentikkan dengan saya ini tukang jualan air, kan enggak," ujar Menteri Agama yang biasa disapa Gus Men tersebut.
Tayangan yang menjadi sorotan itu menampilkan Ganjar Pranowo, bakal calon presiden dari PDIP, saat adegan salat berjamaah. Dalam tayangan tersebut, Ganjar mengenakan kemeja putih, peci hitam, dan sarung batik, sambil mempersilakan jemaah untuk masuk masjid.
Tayangan ini menjadi perbincangan hangat di media sosial dengan banyak warganet yang berpendapat bahwa ini adalah bentuk dari politik identitas. Namun, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menegaskan bahwa tidak ada unsur politik identitas dalam tayangan tersebut.
"Kalau politik identitas itu kan politik yang tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, politik yang miskin prestasi," kata Hasto.
Kontroversi ini membuka ruang diskusi tentang sejauh mana eksposur publik dari tokoh politik dalam konteks keagamaan bisa dianggap sebagai sebuah bentuk dari politik identitas. Selain itu, ia juga menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana media dan publik sebaiknya mempersepsikan dan menilai tindakan seperti ini dalam ranah publik dan politik.