Keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk mengurangi hukuman pengusaha Surya Darmadi, yang sebelumnya dihukum karena keterlibatannya dalam kasus lahan kelapa sawit ilegal yang merugikan negara sebesar Rp 42 triliun, telah menarik banyak perhatian dan memicu banyak debat publik.
MA memangkas hukuman Surya Darmadi sebesar 40 triliun, sehingga hanya menyisakan Rp 2 triliun untuk dia bayar sebagai pengganti kerugian negara.
Kasus ini bermula ketika Surya Darmadi, pemilik PT Banyu Bening Utama, Palma Satu, Seberinda Subur, dan Panca Agro Lestari, didakwa membuka kelapa sawit di kawasan hutan yang seharusnya dilindungi.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum mengambil tindakan hukum terhadapnya.
Baca Juga: MA Kurangi Tunjangan Anak dan Biaya Hidup Rina Lauwy dalam Putusan Cerai dengan Dirut Taspen
Awalnya, pada 23 Februari 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman berat kepada Surya Darmadi, dengan hukuman penjara selama 15 tahun, denda Rp 1 miliar (yang dapat digantikan dengan kurungan selama 6 bulan), serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 2,238 triliun, ditambah dengan kewajiban mengganti kerugian ekonomi negara sebesar Rp 39,7 triliun.
Hukuman tambahan juga mengancam, yaitu jika dia tidak mampu membayar, maka asetnya akan disita oleh negara, dan jika jumlah tersebut masih kurang, dia akan menjalani tambahan hukuman penjara selama 5 tahun.
Meskipun, keputusan MA untuk mengurangi hukuman Surya Darmadi telah menimbulkan pertanyaan tentang alasan di balik penurunan yang signifikan ini.
Beberapa argumen yang muncul adalah bahwa MA mungkin melihat hukuman sebelumnya sebagai terlalu berat, terutama mengingat usia Surya Darmadi yang sudah 71 tahun.
Ada juga pertimbangan kemanusiaan yang perlu diperhatikan, seperti kondisi kesehatan dan usia terdakwa.
Namun, yang menjadi keprihatinan adalah apakah ini akan membuka preseden bagi pelaku kejahatan lingkungan lainnya.
Kasus seperti ini yang melibatkan kerusakan lingkungan dan penyalahgunaan sumber daya alam harus dihukum dengan tegas untuk memberikan pesan bahwa pelanggaran semacam itu tidak akan ditoleransi.
Kasus Surya Darmadi juga memicu diskusi yang lebih luas tentang perlunya reformasi dalam penegakan hukum dan peradilan di Indonesia. Kritikus menekankan pentingnya memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil, tanpa memandang status sosial atau kekayaan seseorang.
Ini adalah kesempatan bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat sistem peradilan dan memastikan bahwa kasus serupa di masa depan akan ditangani secara adil.
Lebih dari itu, kasus ini juga memperingatkan akan pentingnya menjaga sumber daya alam kita dengan lebih baik. Pembukaan lahan hutan untuk perkebunan ilegal adalah masalah serius yang perlu ditangani dengan tegas.
Ini mencakup pemberian sanksi yang sesuai kepada pelaku dan upaya yang lebih besar untuk mempromosikan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan.
Pada akhirnya, keputusan MA untuk mengurangi hukuman Surya Darmadi memunculkan pertanyaan mendalam tentang keadilan, transparansi, dan perlindungan lingkungan di Indonesia. Hal ini juga mengundang amarah warganet, berita ini pun sempat viral di media sosial X (twitter) dengan 39,6 ribu postingan.
"KEPUTUSAN AJAIB!! Kirain cuma beli penggorengan doang yang dapet diskon, uang garong juga bisa diskon ternyata.." tulis salah satu akun pengguna twitter.
Kasus ini seharusnya menjadi panggilan bagi perbaikan dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di masa depan.