Nahdlatul Ulama (NU) mengharamkan perampasan tanah rakyat oleh pemerintah. NU menilai tanah yang sudah bertahun-tahun ditempati oleh rakyat mestinya direkognisi.
Fatwa haram ini merupakan keputusan dari Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Komisi Al-Waqi'iyah Muktamar NU 2021 merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan legal formal kepemilikan atas lahan garapan yang dikelola bertahun-tahun oleh rakyat baik melalui proses iqtha' pemerintah maupun ihya.
"Pemerintah diharamkan merampas tanah yang sudah bertahun-tahun ditempati rakyat. Pemerintah justru seharusnya merekognisi tanah tersebut. Pemerintah harus melindungi aset rakyat sesuai dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan. Bahkan pemerintah wajib merekognisi dalam bentuk sertifikat kecuali jika terbukti proses iqtha' tidak memenuhi prinsip keadilan dan kemaslahatan," kata Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar NU KH Abdul Ghofur Maemoen dikutip dari laman NU, Kamis (14/9/2023).
Pria yang akrab disapa Gus Ghofur itu mengatakan sebenarnya keadilan dan kemaslahatan-lah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Tanpa rekognisi, rakyat yang mengelola lahan selama bertahun-tahun sangat rentan mengalami penggusuran dan terlibat dalam konflik-konflik agraria.
Gus Ghofur menegaskan pemerintah tidak boleh mengambil lahan yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya (pengelolaan lahan).
"Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut," ujar Gus Ghofur.