Sekitar 13 bulan menjelang berakhirnya masa tugas Presiden Joko Widodo, Direktur Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I) Tom Pasaribu menagih realisasi tujuh instruksi orang nomor satu di Indonesia itu saat mengumumkan susunan kabinet periode 2019-2024 yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (23/10/2019).
Tujuh instruksi Jokowi tersebut adalah: Jangan korupsi, ciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi; Tidak ada visi menteri, yang ada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden; Kerja cepat, keras dan produktif; Jangan terjebak rutinitas yang monoton; Kerja harus berorientasi pada hasil nyata, tugas kita tidak hanya menjamin sent, tapi delivered; Selalu cek masalah di lapangan dan temukan solusinya; dan Semua harus serius dalam bekerja.
Sayangnya, menurut Tom, melihat kinerja Kabinet Indonesia Bersatu dalam menjalankan tugas melalui wewenang yang dimilikinya, berbanding terbalik dengan tujuh titah Jokowi.
Tom menilai seringkali terjadi perang opini antar menteri. Belum lagi menteri yang terlibat kasus korupsi, seperti bansos, BTS, dan ekspor CPO.
"Kejaksaan Agung juga belum menuntaskan kasus impor emas yang merugikan negara Rp47,1 triliun, tambang ilegal emas, hingga ekspor nikel ke negara China," kata Tom dalam keterangannya, Rabu (6/9).
Selain itu, Tom turut menyoroti dugaan kriminalisasi terhadap lawan-lawan politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.
"Mungkin saya yang kurang memahami dan kurang mengerti, atau sudut pandangan saya terhadap ketujuh titah Pak Jokowi tersebut kurang tepat. Sehingga mempengaruhi pemahaman saya terhadap kasus di atas," kata Tom.
Untuk itulah Tom mengaku membutuhkan pencerahan dari Presiden Jokowi, apakah kinerja Kabinet Indonesia Maju serta kasus-kasus di atas sudah selaras dengan ketujuh instruksi yang sudah dikeluarkan.