Eks Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin meminta pemerintah untuk tidak banyak berdalih dalam menangani konflik di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Menurutnya, sikap pemerintah yang mengatakan konflik tersebut hanya soal miskomunikasi merupakan dalih atau alasan semata.
“Pemerintah seyogyanya tidak berdalih bahwa itu hanyalah miskomunikasi di bawah, padahal itu sejatinya adalah malpraktek kekuasaan yang lalim dan tidak adil,” kata Din Syamsuddin melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 16 September 2023.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa konflik yang terjadi di Rempang hanya soal komunikasi. Dia juga berujar bahwa urusan demikian semestinya tidak harus sampai ditangani oleh presiden.
Dalih tersebut, menurut Din Syamsuddin, merupakan pernyataan yang angkuh dalam menghadapi konflik dengan rakyat di Pulau Rempang. Dia pun menyoroti kebijakan pemerintah dan pendekatan kepolisian yang dinilainya sebagai malpraktik kekuasaan.
“Kebijakan pemerintah di Riau dan cara brutal Polri terhadap rakyat yang mempertahankan tanah kelahirannya merupakan tindakan diskriminatif dan represif,” ucap Din Syamsuddin. Menurutnya, pendekatan tersebut hanya mementingkan penguasa, tapi membuat rakyat menderita.
Hal ini, dia beranggapan, sudah bertentangan dengan jiwa Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan amanat sila kelima Pancasila. “Bahwa pemerintah harus melindungi segenap rakyat dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia, juga tidak melaksanakan amanat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tulis Din Syamsuddin.
Lebih lanjut, dia juga menyoroti peran pengusaha Tomy Winata yang keterlibatannya dalam investasi Rempang Eco City disebut menjadi salah satu awal mula konflik tersebut. Pengusaha ini, kata Din Syamsuddin, harus segara menyadari bahwa langkahnya selama ini salah dan akan berhadapan dengan kekuatan rakyat.
Oleh karena itu, Din Syamsuddin menyerukan agar proyek pembangunan di Pulau Rempang segara dihentikan. “Seperti seruan PP Muhammadiyah dan PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), investasi asing di Pulau Batam selayaknya dihentikan,” kata pria yang juga mantan ketua umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 ini.