Warga Pulau Rempang harus pindah ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Rencana pemindahan dilakukan karena ada perusahaan asal China bernama Xinyi yang akan masuk dan membangun pabrik kaca sekaligus panel surya terbesar kedua di dunia.
Rencana ini membuat warga Pulau Rempang berang. Mereka melakukan protes hingga terjadi kerusuhan pekan lalu.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan warga Rempang yang terdampak akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah yaitu hunian baru untuk 700 kepala keluarga (KK) yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama.
Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 7 bulan. Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara.
“Pertama, pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per Kepala Keluarga," kata Bahlil dalam kunjungannya ke Batam pekan lalu seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (18/9).
Kedua, rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp 120 juta. Ketiga uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp 1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp 1,2 juta.
"Termasuk juga dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut. Semua ini akan dihargai secara proporsional sesuai dengan mekanisme dan dasar perhitungannya. Jadi yakinlah bahwa kita pemerintah juga punya hati,” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mengatakan akan langsung diberikan sertifikat hak milik (SHM) untuk tempat tinggal warga yang mengalami pergeseran dari 16 titik Kampung Tua Pulau Rempang.
Katanya, ATR/BPN ingin langsung menyerahkan sertifikat. Jadi ketika sudah ditentukan di 16 titik, pemerintah akan menyerahkan sertifikat, sambil melakukan proses pembangunan dan diawasi oleh pemilik.
"Kami juga sudah sampaikan bahwa sertifikat itu agar disamakan dengan sertifikat 37 kampung tua yang sudah diserahkan, itu adalah dengan status SHM yang tidak boleh dijual, harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak tersebut,” kata Hadi.
Di luar pemenuhan hak masyarakat yang harus terus dikedepankan, Bahlil juga menyebut bahwa rencana investasi di Rempang harus tetap berjalan demi kepentingan rakyat. Menurutnya, investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Warga Rempang mau tak mau harus relokasi karena pabrik yang akan dibangun sangat besar. Pulau Rempang dengan luas mencapai 17.000 hektar akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi.
Untuk tahap awal, kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group yang berencana akan berinvestasi senilai USD 11,5 miliar atau setara Rp 174 triliun sampai dengan 2080.
“Total area itu kan 17.000 (hektar) tapi dari 17.000 (hektar) lebih itu kan ada sekitar 10.000 hektar itu kawasan hutan lindung yang nggak bisa kita apa-apain. Jadi areanya itu kurang lebih sekitar 7.000 (hektar) yang bisa dikelola. Untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000-2.500 hektar,” ungkap Bahlil.