Dua menteri Presiden Joko Widodo atau Jokowi yakni Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Hadi Tjahjanto memaparkan penyebab konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Menurut Mahfud MD, konflik bukan disebabkan ketidakjelasan hak atas tanah, melainkan proses pengosongannya. Apalagi sebetulnya pemerintah telah memberikan hak guna usaha atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan. Sementara menurut Hadi Tjahjanto, masyarakat yang menempati Pulau Rempang tidak memiliki sertifikat.
Warga Pulau Rempang membantah pernyataan-pernyataan tersebut. Mereka bahkan berani membuktikan bahwa keberadaan warga di pulau tersebut sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Mereka juga siap membuktikan kalau warga Rempang sudah turun-temurun tinggal di Pulau Rempang, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Mahfud MD Jelaskan Status Tanah Pulau Rempang
Mahfud sempat menjelaskan status tanah di Pulau Rempang. Menurut dia, sebenarnya pada tahun 2001-2002, pemerintah telah memberikan hak atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan berupa hak guna usaha. Hanya saja, sebelum investor masuk, tanah di Pulau Rempang itu belum digarap dan tidak pernah dikunjungi.
Masalah baru muncul ketika di tahun 2022 ada investor yang akan masuk. Pemegang hak guna usaha kemudian datang untuk mengecek tanah di Pulau Rempang. Tetapi ternyata, tanah tersebut telah ditempati oleh masyarakat.
“Nah, ketika kemarin pada tahun 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak guna itu datang kesana, ternyata tanahnya sudah ditempati. Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian LHK. Nah, lalu diluruskan sesuai dengan aturan bahwa itu masih menjadi hak, karena investor akan masuk,” kata Mahfud pada Jumat, 8 September 2023.
Ketika ditanya lebih jauh soal jenis kekeliruan yang dilakukan oleh KLHK, Mahfud menjawab pendek bahwa KLHK telah mengeluarkan surat izin penggunaan kepada pihak yang tidak berhak.
“Itu kalau tidak salah sampai lima sampai enam keputusan gitu, dibatalkan semua (akhirnya surat izin KLHK dibatalkan). Karena memang salah sesudah dilihat dasar hukumnya. Sekarang udah banyak investor mau masuk, ternyata tanahnya gak ada. Sehingga harus dikosongkan. Itu saja masalahnya sebenarnya,” tuturnya.
Hadi Tjahjanto Sebut Masyarakat Pulau Rempang tidak Punya Sertifikat
Adapun Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan warga yang menempati Pulau Rempang tidak memiliki sertifikat.
"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa, 12 September 2023.
Lebih lanjut, Hadi mengatakan sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Menurut dia, hampir 50 persen dari warga Rempang telah menerima usulan yang disampaikan.
Dalam usulan tersebut, pemerintah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat, yakni sebagai nelayan. Hadi menuturkan, pemerintah menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.
"Dari 500 hektare itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kami bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," kata Hadi.
Warga Rempang bantah pernyataan Mahfud MD...
Warga Rempang Bantah Pernyataan Mahfud MD
Sementara itu, warga Pulau Rempang membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, yang menyebutkan lahan yang mereka tempati tak tergarap selama ini. Bahkan mereka berani membuktikan masyarakat sudah menempati pulau Rempang selama berpuluh-puluh tahun.
Seorang warga Rempang bernama Awangcik menyatakan salah satu bukti bahwa masyarakat telah menempati pulau tersebut adalah data pemilu. Dia menyatakan, selama ini, masyarakat di sana selalu masuk dalam pendataan pemerintah untuk pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Kalau mereka bilang (Pulau Rempang) tidak ada penghuni, kok data pemilu ada, suara kami kan sampai ke Jakarta, kami ikut nyoblos kok," kata Awangcik kepada Tempo, Selasa, 13 September 2023.
Awangcik menegaskan dirinya sudah tinggal di Pulau Rempang sejak lahir. Pria berusia 63 tahun tersebut pun siap membuktikan jika orang tua hingga kakek dan neneknya juga sudah menempati pulau itu. Bahkan, menurut dia, mereka dimakamkan di pulau tersebut.
"Kalau mau cek, mari saya ajak ke makam orang tua saya," kata Awangcik.
Selain Awangcik, salah satu warga asli Pulau Rempang yakni Gerisman Ahmad mengatakan warga telah bermukim di pulau Rempang sejak 1834. “Kami sudah lama tinggal di sini, bahkan sebelum Indonesia berdiri,” tutur Gerisman, Jumat, 8 September 2023.
Awangcik juga menjelaskan sebenarnya masyarakat Pulau Rempang tidak menolak pembangunan proyek Rempang Eco-City. Hanya saja, mereka meminta agar pemerintah tidak melakukan penggusuran terhadap 16 kampung tua yang ada di sana.
"Kami tidak setuju digusur, silakan membangun, tetapi jangan digusur 16 kampung tua kami ini," ujarnya
Pulau Rempang rencananya akan dibangun Rempang Eco City, salah satu proyek yang terdaftar dalam Program Strategis Nasional atau PSN pada 2023.Pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus.
Proyek dengan luas sekitar 17.000 hektare itu rencananya akan menjadi menjadi kawasan ekonomi terintegrasi yang menghubungkan sektor industri, jasa dan komersial, residensial/permukiman, agro-pariwisata, dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
Proyek di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau ini akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG). Perusahaan itu merupakan anak usaha Grup Artha Graha, kelompok usaha yang dibangun Tomy Winata.