Sekolah-sekolah di Prancis memulangkan puluhan siswi lantaran menolak mengganti abaya saat masuk kelas pada hari pertama tahun ajaran baru, Senin (4/9/2023).
Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal mengatakan, sebanyak hampir 300 siswi melanggar aturan yang melarang pakaian yang dianggap sebagai simbol agama ke sekolah. Attal menyebut, sebagian besar siswi setuju untuk mengganti abaya, namun 67 siswi lainnya menolak dan dipulangkan.
“67 tujuh dari mereka menolak melepaskan abaya,” kata Attal sambil menambahkan, “Saya tidak ingin dapat mengidentifikasi agama siswa di sekolah hanya dengan melihat pakaian mereka,” tutur Attal, seperti dikutip dari Anadolu, Selasa (5/2/2023).
Sebelumnya, pemerintah Prancis telah mengumumkan pelarangan abaya di sekolah-sekolah dengan alasan hal itu melanggar aturan sekularisme dalam pendidikan yang telah melarang penggunaan jilbab yang dinilai sebagai bentuk afiliasi agama.
Kebijakan ini merupakan ‘angin segar’ bagi kelompok sayap kanan. Namun, kelompok sayap kiri berargumentasi bahwa tindakan tersebut merupakan penghinaan terhadap kebebasan sipil.
Menteri berusia 34 tahun itu mengatakan siswi yang menolak masuk pada hari Senin (4/9/2023) diberikan surat yang ditujukan kepada keluarga mereka yang mengatakan bahwa “sekularisme bukanlah sebuah kendala, melainkan sebuah kebebasan.”
Menteri Attal juga menekankan pentingnya dialog dan menjelaskan tujuan aturan ini. Jika kejadian serupa muncul lagi, Attal memastikan adanya dialog baru.
Belum lama ini, pemerintah Prancis melarang penggunaan abaya di sekolah. Menteri Pendidikan Gabriel Attal mengungkapkan busana yang dikenakan oleh sebagian perempuan Muslim itu melanggar hukum sekuler Prancis di bidang pendidikan.
“Tidak mungkin lagi mengenakan abaya di sekolah,” katanya.
Pakaian tersebut semakin banyak dikenakan di sekolah-sekolah, sehingga menyebabkan perpecahan politik di mana kelompok sayap kanan telah mendorong pelarangan tersebut, yang menurut kelompok kiri menilai hal tersebut melanggar kebebasan sipil. Ada laporan tentang semakin banyaknya penggunaan abaya di sekolah dan ketegangan di sekolah terkait masalah antara guru dan orang tua.
“Sekularisme berarti kebebasan untuk membebaskan diri melalui sekolah,” kata Attal, sambil menggambarkan abaya sebagai isyarat keagamaan, yang bertujuan untuk menguji perlawanan republik terhadap perlindungan sekuler yang harus dimiliki sekolah.
“Masuk ke kelas, tidak boleh bisa mengidentifikasi agama siswa hanya dengan melihatnya,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menekankan komitmen terhadap prinsip sekularisme dalam sistem pendidikan negaranya. Sikap ini diambil menyusul pengumuman Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal baru-baru ini tentang larangan pakaian keagamaan di sekolah-sekolah negeri, termasuk abaya, yang dikenakan oleh wanita Muslim.
“Sekolah di negara kami gratis dan wajib, namun bersifat sekuler. Karena kondisi itulah yang memungkinkan adanya kewarganegaraan. Oleh karena itu, simbol-simbol agama apapun tidak mempunyai tempat di dalamnya,” kata Macron.