Batalnya vonis hukuman mati untuk terpidana Ferdy Sambo ternyata menyita perhatian masyarakat hingga politisi.
Tak sedikit publik yang merasa, kasus Ferdy Sambo ini telah mencoreng mata hukum di Indonesia.
Bahkan, diskon hukuman Ferdy Sambo itu membuat Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri, angkat suara dan memberi kritik tajam pada putusan kasasi MA.
Mantan Presiden Indonesia itu merasa heran, kenapa bisa hukuman Ferdy Sambo diubah oleh MA, padahal, kasus FS sudah sampai pengadilan tingkat pertama dan banding telah menjatuhkan vonis mati.
Walau bukan ahli hukum, tetapi Megawati mengaku dapat berpikir hal yang menyangkut kasus tersebut.
Dia mempertanyakan, sudah ada 2 putusan pengadilan sebelumnya yang jatuhkan vonis mati, mengapa kini ada pengurangan vonis setelah kasasi di MA?
Meskipun Megawati hormat dengan keputusan MA, namun dia mengaku bingung, mengapa hukuman Sambo berubah.
Megawati pun menegaskan, bahwa Ferdy Sambo adalah seorang jenderal polisi yang telah membunuh bawahannya sendiri.
Terkait kasus pembunuhan atasan dan bawahan tersebut, Presiden ke-5 Indonesia itu juga mengingatkan, bahwa perwira TNI dan Polri bisa menjadi jenderal berkat pengorbanan prajurit di bawahnya.
Seperti pengalaman pribadinya saat peristiwa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, di sana di mana banyak prajurit yang gugur, tetapi tak satu pun jenderal yang tewas.
Sekadar diketahui, MA telah mengubah hukuman 4 terdakwa dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada tingkat kasasi.
Selain Ferdy Sambo, 3 terdakwa lainnya yakni istri Sambo, Putri Candrawati; mantan ajudan Sambo, Ricky Rizal; dan asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf.
Dalam putusan kasasi, hukuman Ferdy Sambo, yang merupakan mantan Kadiv Propam Polri, dikurangi dari hukuman mati yang dijatuhkan di pengadilan tingkat pertama dan diperkuat di tingkat banding, jadi hukuman penjara seumur hidup.
Sementara hukuman Putri Candrawathi dipangkas dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun.
Demikian juga hukuman Ricky Rizal, yang dikurangi dari 13 tahun menjadi 8 tahun penjara, dan hukuman Kuat Ma'ruf yang berkurang dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Sementara itu, satu terdakwa lainnya, Bharada Richard Eliezer, kini sudah bebas bersyarat.
Sebelumnya, Bharada E dihukum penjara selama 1,5 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bharada E juga diketahui tidak mengajukan banding atau kasasi terhadap putusan tersebut.***