Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi pdato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan MPR yang menyorot masalah kesantunan bangsa saat ini yang mulai memudar dengan menyebarnya budaya caci maki.
Menurut Rocky Gerung sebagai pejabat publik memang sudah sepatutunya siap dicaci maki dalam urusan kebijakan publik. Ia menilai ucapan kasarnya yang sempat bikin heboh dilakukan di ruang publik melalui instrumen kritik yang dalam demokrasi sah untuk disampaikan.
"Kekasaran saya itu saya ucapkan di ruang publik yang dijaga oleh peralatan demokrasi. Jangan salahkan demokrasi. Salahkan kebijakan yang memungkinkan dikritik di dalam sistem demokrasi itu," kata Rocky Gerung seperti dilansir dari Topreview.
Selain itu kata dia, seorang pejabat publik merupakan petugas rakyat yang pantas disampaikan kritik.
"Ada satu yang diabaikan Pak Presiden, kebijakan yang masuk di dalam wilayah demokrasi itu adalah obyek caci maki. Jadi, kalau enggak mau dicaci maki, ya jangan bikin kebijakan. Dia ditakdirkan untuk dicaci maki, karena dia adalah petugas rakyat," papar Rocky Gerung.
Lebih lanjut, kata Rocky Gerung, dirinya sebagai rakat memiliki posisi moral yang lebih tinggi dari Presiden.
"Kita gaji Pak Presiden, posisi moral saya sebagai warga negara lebih tinggi dari dia. Presiden itu peminta-minta suara waktu Pemilu. Dia kampanye, mau bikin ini itu, ayo pilih saya, karena itu dia harus menerima konsekuensi ketika dia jadi pejabat publik," ujarnya.
"Dia harus rela dicaci maki. Tapi bukan caci maki personal, tapi caci maki pada dia yang menduduki posisi publik," lanjut Rocky Gerung.
Sebelumnya, Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan dirinya mendapatkan beragam kritik dari masyarakat. Dia mengaku tahu kalau ada yang menyebutnya adalah orang yang plonga-plongo, Firaun hingga terakhir disebut tolol.
"Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya ndak papa, sebagai pribadi saya menerima saja. Tapi yang membuat saya sedih, budaya santun, budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang," kata Jokowi dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Rabu (16/08/2023).
"Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia," lanjutnya.