Oleh H. Zaharuddin Kasim - Mantan Aktivis Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta / FNN
Salam Kebangsaan
Kita baru saja memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78 Tahun. Tahun depan rencananya HUT RI Ke 79 akan dilaksanakan di Ibu Kota Negara IKN. Mungkinkah itu?
Waktu lah yang akan menjawabnya. Kita tunggu saja.
Kenapa saya singgung IKN? Menarik bagi saya, sejak awal hingga sekarang selalu jadi perbincangan publik. Yah sudah lah. IKN telah menjadi Undang- undang.
Pada Agustus 2024 nanti, Indonesia sudah punya Presiden baru hasil Pilpres bulan Februari. Definitifnya Presiden RI hasil Pilpres Februari 2024 dilantik bulan Oktober. Jadi pada bulan Agustus 2024 itu, presiden RI masih dijabat oleh Joko Widodo.
Siapa yang akan terpilih menjadi Presiden RI 2024 - 2029 mendatang? Ini yang ingin saya ulas pada tulisan kali ini.
PDIP telah mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai Capres mereka. Kita tidak tahu bagaimana cara penetapan Ganjar hingga terpilih. Yang jelas itu merupakan hak prerogatif dari Ketua Umum PDIP Megawati dalam menetapkan Capres dan Cawapres dari PDIP.
Gonjang-ganjing sebelum penetapan Ganjar sebagai Capres dari PDIP muncul di internal PDIP sendiri. Ada dua arus kekuatan waktu itu. Arus parlemen dan arus relawan.
Arus parlemen yang dimotori oleh Utut Hadianto lebih condong memajukan Puan Maharani sebagai Capres. Sementara para relawan berkehendak agar Ganjar maju sebagai Capres. Muncullah istilah dari kubu Parlemen Dewan Jenderal untuk mengawal Puan maju sebagai Capres. Tidak mau kalah, relawan pun membentuk Dewan Kopral untuk mengamankan Ganjar.
Terpaksakah penetapan Ganjar selaku Capres dari PDIP? Tampaknya iya, karena Ganjar diendors oleh Jokowi untuk maju sebagai Capres PDIP dan juga melihat hasil polling untuk Ganjar cukup bagus. Bisa jadi Megawati mengambil keputusan tidak terlepas dari hal hal itu. Walau pun beberapa kader dari PDIP meragukan kemampuan Ganjar. Trimedya Panjaitan misalnya, ia menggugat tidak ada prestasi Ganjar yang dapat dibanggakan selaku Gubernur Jawa Tengah selama dua periode.
Sekarang timbul ketidakharmonisan hubungan antara PDIP dengan Jokowi setelah Golkar dan PAN bergabung dengan Gerindra dan PKB. Perang dingin mulai muncul. Serangan terbuka yang dilancarkan Hasto selaku Sekjen PDIP ke Prabowo terkait dengan proyek Food Estete yang gagal dan merusak lingkungan. Ditambah lagi wajah Megawati yang tidak begitu enjoy saat disapa Jokowi di HUT RI di Istana Negara, serta tidak diundangnya Gibran saat acara koordinasi seluruh kepala daerah dari PDIP. Apa kata Gibran terhadap tidak diundangnya dia ke acara koordinasi kepala daerah dari PDIP? Gibran dengan santai berujar, "Aku kan masih anak ingusan".
Prabowo selaku Menhan yang ditugaskan untuk Proyek Food Estate yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut. Kegagalan proyek Food Estate itu juga merupakan proyek yang dicanangkan oleh Jokowi Widodo. Jadi, Prabowo hanya menjalankan programnya Jokowi. Kenapa Probowo diserang?
Adakah kekesalan PDIP dengan Jokowi atas bergabungnya Golkar dan PAN ke Gerindra? Secara kasat mata itu dapat kita baca. Secara tidak langsung pula Jokowi bermain di dua kaki.
Ganjar dia dukung karena dari satu partai, sejatinya "Jokowi lebih condong mendukung Prabowo". Bisa jadi, Prabowo maju sebagai Capres dari Gerindra karena diminta/direstui Jokowi. Bisa jadi pula Prabowo merasa dipaksa. Realita yang ada saat ini demikian itu. Setelah masuknya Golkar dan PAN ke kubu Prabowo, posisi Prabowo untuk jadi RI 1 pada 2024 semakin terbuka luas.
Apa memang demikian itu?
PDIP merasa terganggu dengan manuver-manuver yang dilakukan oleh Jokowi. Jokowi dianggap berdiri di dua blok. Mendukung Ganjar namun lebih dekat kepada Prabowo.
Melalui serangan awal, PDIP mempersoalkan keberadaan proyek Food Estate. Suhu politik semakin memanas. PDIP mulai menjadi partai setengah oposisi. Apa yang dilakukan oleh Prabowo terhadap proyek Food Estate itu, adalah merupakan programnya Jokowi melalui skema pendanaan PSN. Sementara Jokowi adalah kadernya PDIP.
Bisa jadi beberapa waktu ke depan akan terjadi kegaduhan terhadap menuver Jokowi ke Prabowo. Bau tidak sedap sudah mulai tercium oleh publik. Pilpres 2024 mendatang tidak terelekkan akan terjadi pertarungan antara Megawati Vs Jokowi jika Jokowi masih bermain di dua kaki.
Bagaimana dengan Anies?
Menarik bagi saya untuk melihat kiprah Anies selama ini sebelum dia DIMINTA untuk maju sebagai Capres dari Partai Nasdem.
Saya bertemu Anies saat Jalan Sehat di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung beberapa waktu lalu. Saya tidak pernah bertemu secara tatap muka face to face dengan Anies. Namun demikian, dengan Ayah Anies yaitu bapak Rasyid Baswedan saya pernah berjumpa ketika saya kuliah di Universitas Islam Indonesia. Pak Baswedan dosen di Fakultas Ekonomi dan saya mahasiswa s di Fakultas Teknik Sipil.
Kampus saya di Jalan Demangan Baru nomor 24, Yogyakarta sering juga digunakan oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi kuliah di kampus saya. Pak Baswedan memakai Honda Bebek sebagai alat transportasinya. Ketika berpapasan di tempat parkir, saya menegur dan menyalami beliau. Di mata saya, beliau begitu ramah dan sederhana.
Sifat Anies saya kira tidaklah jauh dari sifat ayahnya. Bukankah pepatah mengatakan: "Buah kelapa jatuh tidak akan jauh dari pohonnya".
Saya mengagumi Anies ketika dia selaku Rektor di Universitas Paramadina, Jakarta. Saya rasa, dia merupakan rektor termuda berprestasi pada institusi perguruan tinggi swasta. Saya lebih kaget dan kagum, ketika di tahun 2014 Anies selaku juru bicara Joko Widodo di kontestasi Pilpres. Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya, Anies menjawab sangat lugas dan tegas.
Seterusnya kekaguman saya ketika Anies diminta Partai Gerindra untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017. Dia begitu tenang, kasak-kusuknya pada kontestasi pilgub waktu itu biasa biasa saja. Hampir seluruh lembaga survei menempatkan Anies di urutan ke tiga di bawah Ahok, dan AHY.
Hasil akhir? Anies menjungkir balikan hasil survei yang ada. Anies menang pada pilkada DKI tersebut dengan angka yang sangat fantastis, yaitu 56 %.
Kemudian Jakarta ditatanya dengan baik. Konektivitas transportasi ditata sedemikian rupa. Paru-paru kota berupa taman ditata dengan bagus. Pengendara sepeda diberi jalur kusus. Penyandang disabilitas diberi ruang kusus untuk leluasa bergerak. Sirkuit motor listrik dia bangun. Pertama di kawasan Asia Tenggara. Stadion sepak bola megah bertarap international yang merupakan ciri khas kota besar dunia, dihadirkannya. Kemacetan dan banjir dia kendalikan.
Hasilnya, warga DKI Jakarta memberi apresiasi atas kerja Anies selama 5 tahun memimpin Jakarta dengan tingkat kepuasan 83 %.
Anies masuk dalam 3 besar bersama Ganjar, dan Andhika hasil pilihan peserta Rakernas Partai Nasdem. Atas pertimbangan matang dan melihat rekam jejak Anies memimpin DKI Jakarta selama 5 tahun, akhirnya di bulan Oktober 2022, atas permintaan Partai Nasdem, ketua umum Partai Nasdem Surya Paloh mengukuhkan Anies sebagai Capres dari Partai Nasdem. Gayung pun bersambut, PKS dan Partai Demokrat pun mendeklerasikan Anies sebagai Capres.
Rasanya 3 kandidat ini (Anies, Ganjar, dan Prabowo) akan berlaga pada Pilpres 2024 mendatang.
Sebagai capres Ganjar terpaksa, Prabowo dipaksa, dan Anies diminta.
Dengan situasi gonjang-ganjing antara Jokowi dengan Megawati dan adanya serangan dari PDIP ke Prabowo implisit juga tertuju ke Jokowi. Posisi Anies akan semakin diuntungkan.
Salam akal sehat dari kota Bandung Lautan Api. (*)