Saat pandemi Covid-19 melanda nusantara, yang memaksa banyak para pekerja harus terkena PHK, ternyata Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China justru menyerbu pelosok-pelosok tanah air. Kondisi ini yang menimbulkan kesenjangan dan banyak pertanyaan, karena terkesan dibiarkan pemerintah.
Investasi perusahaan China memang sedang gencar-gencarnya menyasar daerah pertambangan di Indonesia. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar, tidak heran melakukan investasi di negara lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di dalam negerinya. Namun sayangnya, investasi mereka juga diikuti dengan masuknya tenaga kerjanya ke negara tujuan investasinya, khususnya Indonesia.
Gencarnya investasi China ke negara-negara lain termasuk Indonesia menjadi sorotan dalam lima tahun terakhir. Masalahnya karena negara tujuan investasinya, resah dengan serbuan tenaga kerja asal China. Karena kondisi saat ini, banyak negara yang perekonomian lesu yang berimbas pada terbatasnya lapangan kerja. Serbuan tenaga kerja asal China inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Kementerian Investasi, realisasi penanaman modal asing (PMA) dari China ke Indonesia mencapai US$5,19 miliar pada kuartal I-III/2022. lebih cepatnya keputusan China untuk berinvestasi karena negara ini mendahulukan kepastian ketersediaan bahan baku. Ketika ada negara yang memiliki kepastian bahan baku, maka investor Negeri Tirai Bambu tersebut tak ragu untuk berinvestasi.
Investasi yang disasar duit Negeri Tirai Bambu ini, banyak ke sektor tambang khususnya nikel. Di daerah Sulawesi Tenggara yang banyak mengandung bahan baku bijih nikel. Potensi ini digemari China karena bisa mendukung industri manufaktur dalam negerinya.
Dengan investasi China itu, perusahaan china sudah melakukan pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara sejak tahun 2020. Bahkan dua perusahaan smelter yaitu VDNI mencatat hingga bulan September 2021 mencatat ekspor NPI mencapai 618.117 metric ton (MT) atau senilai sekitar Rp17 triliun sedangkan pihak OSS mencatat ekspor NPI dan stainless steel sebesar 880.643 MT atau setara Rp24,5 triliun.
Perusahaan asal China, Virtue Dragon Nickel Industry berencana membangun pabrik feronikel di Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan nilai investasi mencapai 5 miliar dolar AS. Konawe merupakan satu dari 13 kawasan industri yang bakal dibangun di luar Pulau Jawa. Adapun kawasan industri Konawe merupakan kawasan industri yang dikembangkan khusus untuk industri feronikel. Kawasan tersebut memiliki lahan total seluas 5.500 hektar dengan estimasi serapan tenaga kerja sebesar 18.000 tenaga kerja.
Dari data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah tenaga kerja asing di Indonesia mengalami penurunan sepanjang dua tahun terakhir. Pada 2021 hanya 88.271 orang dan 2020 hanya 93.761 orang. Sementara pada 2019 sebelum pandemi jumlah TKA mencapai 109.546 orang. Jumlah TKA asal Tiongkok yang bekerja di Indonesia sebanyak 42,82 ribu pekerja per Juni 2022. Jumlah tersebut porsinya mencapai 44,34% dari total TKA yang bekerja di bumi Indonesia. Jumlah tersebut juga merupakan yang terbesar dibandingkan dengan TKA asal negara lainnya.
TKA di Indonesia terbesar berikutnya berasal dari Jepang, yakni sebanyak 10,1 ribu pekerja (10,99%). Diikuti Korea Selatan sebanyak 9,26 ribu pekerja (9,59%), India sebanyak 6,2 ribu pekerja (6,42%), Filipina sebanyak 4,67 ribu pekerja (4,84%).
DPR khususnya komisi IX yang membidangi tenaga kerja pun merespon keresahan masyarakat dengan serbuan warga negara dari Negeri Tirai Bambu ini. Dari penjelasan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah bahwa mereka masuk ke Indonesia memang seiring dengan investasi pemerintahnya ke berbagai sektor tambang mineral, seperti nikel dan batu bara, khususnya di Sulawesi.
Dalam persoalan ini, Wakil Ketua Komisi IX DPR F-PKS, Kurniasih Mufidayati menjelaskan jika DPR mendorong penggunaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebagai prioritas dibanding tenaga kerja asing (TKA). Pertanyaannya semangat ini sudah diimplementasikan belum oleh pemerintah dalam berbagai regulasi yang ada.
“Kalau kita mengacu kepada regulasi terbaru misalnya di PP Nomor 34 Tahun 2021 misalnya, disebutkan jelas setiap pemberi kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia,” katanya kepada Diana Rizky dari inilah.com, Kamis (10/8/2023).
Baru di ayat selanjutnya disebut jika belum dapat diduduki tenaga kerja Indonesia baru diberikan kepada TKA. Tapi kadang dengan dalih kepentingan investasi langsung meloncat ke ayat duanya, kebolehan menggunakan TKA.
Sedangkan kalau dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan data terkini jumlah asal tenaga kerja asing di sektor mineral dan batu bara atau minerba. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja domestik masih mendominasi di sektor tersebut. Penggunaan tenaga kerja asing telah dijelaskan setidaknya dalam tiga regulasi.
Ketiganya yakni Undang-Undang Nomor 3/2020 tentang Pertambangan Minerba, Peraturan Pemerintah Nomor 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi tersebut menjelaskan penyerapan tenaga kerja asing hanya dapat dilakukan apabila tidak terdapat tenaga kerja lokal atau nasional yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan.
Data Kementerian ESSDM mencatat, tenaga kerja Indonesia di industri minerba mencapai 23.587 orang, dan 3.121 orang tenaga kerja asing. Sementara itu, secara khusus industri nikel menyerap tenaga kerja dengan total 21.681 tenaga kerja Indonesia, dan 3.054 tenaga kerja asing.
Tujuannya untuk menyesuaikan daftar jabatan dan persyaratan berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja Indonesia. Adapun, beberapa jabatan yang diusulkan, yakni direksi, advisor, spesialis, tenaga ahli, manajer, dan general superintendent. Tenaga kerja asing juga harus memenuhi persyaratan, seperti pendidikan minimal strata 1, sertifikat keahlian, pengalaman kerja 10–15 tahun, masa kerja maksimal 5 tahun, dan usia maksimal 55 tahun.
Terkait masalah ini, pemerintah sudah sering mengakui pada lima tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), banyak tenaga kerja asal China yang datang ke Indonesia. Hal ini terjadi karena tingginya investasi China yang masuk ke dalam negeri, khususnya dalam bidang hilirisasi bahan mentah. Sementara tenaga kerja dari Indonesia dianggap belum mampu.
“Proyek kerjasama Indonesia dengan negara manapun haruslah menguntungkan kedua belah pihak, terutama soal technical assistance atau technical know how. Dan saat ini yang mau memberikan technical assistance hanya China, negara lain tetap tidak berkenan. Kalau soal tenaga kerja Cina yang masuk ke Indonesia sebagai bagian dari kontrak kerjasama, setahu kami di komisi IX, ada regulasinya,” kata Anggota Komisi IX DPR F-NasDem Irma Suryani Chania.
Seperti misalnya tenaga kerja hanya boleh sampai proyek selesai, Kecuali dengan posisi sebagai teknisi yang memang dibutuhkan sebagai technical assistance. Dan jumlah TKA juga tidak boleh lebih dari 20 persen dari total TK yang dibutuhkan untuk membangun proyek tersebut.
Proyek Kereta Cepat
Bahkan bukan hanya daerah tambang, di Jakarta juga sempat resah karena terdapat investasi asal China di proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Guyuran investor China di proyek KCJB melalui konsorsium yang tergabung dalam PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Di proyek ini pun, tak kalah banyaknya tenaga kerja asal China. Pasalnya pemerintah China melalui China Development Bank juga mengucurkan fulusnya.
Proyek KCJB didanai lewat skema B2B yang salah satunya bersumber dari pinjaman dana dari China Development Bank. Dalam proyek ini, pinjaman modal luar negeri berasal dari China Development Bank sebesar 75 persen. Sementara 25 persen modal lainnya dikucurkan oleh ekuitas pemegang saham. Rinciannya 60 persen dari konsorsium BUMN Indonesia yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% dari Konsorsium BUMN China, Beijing Yawan HSR Co Ltd asal Tiongkok.
Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun. Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023. Dari total kebutuhan dana investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung, pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dolar AS atau setara Rp 64,9 triliun.
Setelah masalah kebutuhan anggaran mega proyek KCJB teratasi, muncul isu yang menghebohkan tentang tenaga kerja asal China yang diboyong ke proyek ini. Proyek heboh karena sampai tukang las pun didatangkan dari China. Publik pun heran karena di Indonesia banyak yang mahir mengelas besi. Apa karena 75 persen dananya merupakan utangan dari negeri Tiongkok?
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menerangkan total dibutuhkan 15.487 pekerja untuk proyek KCJB. Jumlah tersebut dibagi sebanyak 2.010 pekerja dari TKA, sementara 13.477 pekerja dari tenaga kerja lokal.
Proses pengelasan rel KCJB dengan UN-200 ini berlangsung di fasilitas Welding Factory yang berada di Depo Tegalluar Track Laying Base KCJB. Dengan melakukan pengelasan di factory welding, mutu sambungan rel dapat lebih terkontrol.
“Jadi, cara kerja dari Flash-butt welding adalah dengan memanaskan kedua batang rel yang akan disambung dengan mesin UN-200. Setelah mencapai suhu yang dibutuhkan, kedua ujung barang rel tersebut disambung dengan tekanan tertentu hingga benar-benar menyatu dengan sempurna.” Jelas KCIC lewat akun Twitter-nya, Jumat (11/02/2022).
“Nah di sini lah fungsi dari pengawasan dari pemerintah, baik pemerintah maupun pemerintah daerah gitu loh. Sehingga saya kira saya tidak akan mendikotomi itu dari negara satu maupun negara yang lain. “Untuk itu saya justru menekankan kepada kepengawasan yang ada di pemerintah sendiri, pengawasan ketenagakerjaan kita sendiri,” kata Anggota Komisi IX DPR F-PDIP, Rahmad Handoyo kepada inilah.com.
Pada masa pemerintahan Joko Widodo memang lebih condong mengundang investasi dari China dengan segala konsekuensinya. China yang saat ini pertumbuhan ekonominya cenderung stagnan akhirnya mengalihkan mesin ekonominya ke negara-negara lain termasuk Indonesia. Walaupun publik cukup khawatir juga karena setiap investasi China disertai dengan aliran tenaga kerjanya ke negara yang dituju. Namun asal taat aturan sebenarnya tidak masalah karena untuk tujuan alih teknologi yang dibawa China ke Indonesia.
“Harus dipahami kesepakatan kerja samanya, misalnya kenapa harga jauh lebih murah dan waktunya lebih cepat jika dikerjakan oleh negara lain. Dalam pergaulan internasional, kita tidak bisa menutup TKA masuk ke Indonesia, karena TKI kita juga banyak bekerja di Hongkong, Cina, dan lain-lain. Nah, untuk membatasi agar hanya pekerja dengan keahlian tertentu saja yang boleh bekerja di Indonesia, maka kemenaker memiliki regulasi terkait hal tersebut,” kata Irma Suryani menekankan. (Diana Rizky)