Pakar hukum tata negara dan advokat Denny Indrayana mengatakan mendapat informasi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) akan kembali diubah pada September nanti untuk meloloskan komposisi hakim yang menguntungkan.
“Pagi ini saya kembali mendapatkan informasi penting soal MK. Kali ini syarat umur menjadi Hakim Konstitusi yang menjadi objek jualan ‘dagang sapi’ di antara politisi di ‘Republik Konoha’,” kata Denny Indrayana dalam pesan tertulis kepada Tempo, Senin, 28 Agustus 2023.
Denny mengatakan syarat umur sekarang menjadi primadona pintu masuk apa yang disebut ‘politicking’. Menurut Denny, bukan hanya syarat umur calon presiden dan calon wakil presiden yang ingin diubah, tetapi syarat umur hakim konstitusi juga ikut menjadi tumbal ‘dagang sapi’.
“Lagi-lagi hukum direndahkan hanya dijadikan alat, untuk strategi pemenangan Pemilu, khususnya Pilpres 2024,” tutur Denny.
Denny mengungkapkan ada kekuatan politik yang bergerilya untuk menguasai komposisi hakim minimal 5 orang dari total 9 hakim konstitusi. Sebab, kata dia, penentu akhir pemenang pemilihan presiden adalah Mahkamah Konstitusi, terutama jika ada sengketa penghitungan suara sehingga komposisi 5 hakim MK perlu dikuasai untuk menjamin kemenangan.
“Rencananya, awal September nanti, UU Mahkamah Konstitusi kembali diubah,” tutur Denny.
Denny menyebut perubahan keempat dari UU MK itu sangat politis dan sarat dengan ‘dagang sapi’ kepentingan. Hal ini, kata dia tercermin dari fokus pada satu norma, yakni syarat menjadi hakim MK. Dalam Perubahan Ketiga UU MK Nomor 7 Tahun 2020, syarat umur menjadi hakim MK telah dinaikkan menjadi, “Berusia paling rendah 55 tahun”. Ketentuan ini akan diubah menjadi minimal 60 tahun.
Dia menduga sasaran perubahan usia ini untuk mendepak hakim MK yang belum berusi 60 tahun karena figurnya dianggap tidak sejalan dengan strategi pemenangan Pilpres. Ia menuturkan sedang terjadi "lobi dan negosiasi dagang antara sapi" agar ada pasal transisi alias pasal peralihan, sehingga hakim MK yang belum berusia 60 tahun tetap bisa tetap menjabat.
Denny menyebut ini sebagai intervensi nyata yang merusak kemerdekaan kekuasaan kehakiman alias Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, syarat umur menjadi daya tawar kekuatan politik status quo untuk mengontrol arah putusan di Mahkamah Konstitusi.
“Ujungnya, syarat umur hakim disesuaikan dengan kepentingan politik, khususnya strategi pemenangan Pilpres,” kata Denny Indrayana.
Hingga berita ini diunggah, Tempo berupaya meminta konfirmasi soal tudingan Denny Indrayana ke Mahkamah Konstitusi. Pesan pendek dikirimkan ke juru bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono, namun belum mendapat respons.