Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri membantah menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi tolol ketika ia mengkritisi kebijakannya soal hilirisasi nikel. Faisal Basri menyampaikan kata tolol sebagai otokritik atas kebijakan Indonesia soal hilirisasi tersebut.
"Kalau dibaca, dilihat dengan seksama, saya tidak tololkan presiden. Yang saya katakan, betapa bodohnya, betapa tololnya kita, kita memberikan semuanya untuk sebanyak-banyaknya kemakmuran negara Tiongkok (Cina)," ucap Faisal Basri dalam tayangan video di channel YouTube Prof. Rhenald Kasali, dikutip Tempo pada Sabtu, 26 Agustus 2023.
Secara terang-terangan, Faisal Basri justru menyatakan bahwa dia ada di kubu Jokowi. Dia menjadi pemilih Jokowi sejak Jokowi maju di Pilgub DKI Jakarta pada 2012 silam.
"Saya pendukung Jokowi," ucap Faisal Basri menegaskan. "Saya pidato orasi untuk kepentingan Pak Jokowi karena takut kemungkinan Pak Prabowo menang waktu itu."
Polemik hilirisasi nikel memang ramai dibicarakan beberapa waktu terakhir. Hal ini buntut kritik keras yang disampaikan Faisal Basri. Ekonom dari Institue For Development of Economics and Finance (Indef) ini sempat menyebut bahwa hilirisasi nikel hanya menguntungkan Cina.
Sebelumnya, Faisal Basri mengatakan bahwa keuntungan yang didapat Indonesia atas kebijakan hilirisasi nikel hanya sekitar 10 persen. Sedangkan 90 persen sisanya masuk Cina. Dia berujar, 95 persen bijih nikel di Indonesia digunakan perusahaan-perusahaan di Cina. Harga yang dijual pun hanya setengah dari harga dunia senilai kurang lebih US$ 80.
Tanggapan Kementerian ESDM
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif pun buka suara soal kritik bahwa hilirisassi ini hanya menguntungkan Cina.
Irwandy berujar, sebagian besar pembangunan smelter nikel dengan teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) memang bekerja sama dengan Cina.
"Hampir 100 persen RKEF yang prosesnya pure metalurgi yang menghasilkan pig iron dan feronikel. Nah, yang masuk smelter-smelter kerja sama, 90 persen dari Cina," tutur Irwandy ketika ditemui wartawan di komplek Kementerian ESDM pada Jumat, 18 Agustus 2023.
Menurut Irwandy, kerja sama dengan Cina dipilih lantaran biayanya lebih murah. Kendati demikian, Irwandy menegaskan tidak semua proyek hilirisasi digarap dengan Cina. PT Vale Indonesia (INCO) misalnya, yang memilih bekerja sama dengan Kanada.
Lebih lanjut ihwal untung-rugi, Irwandy mengatakan Indonesia tetap diuntungkan dengan adanya kebijakan hilirisasi ini. Sebab, hilirisasi diikuti peningkatan penerimaan negara.
Irwandy juga mengatakan bakal ada partner-partner lain, selain Cina, yang bakal bekerja sama dengan Indonesia.