Astaga seorang siswa madrasah di Blitar menganiaya temannya sendiri.
Akibat dari aksi kekerasannya itu, korban yang juga siswa madrasah itu meninggal dunia.
Polisi pun melakukan otopsi terhadap korban guna mencari tahu penyebab kematian korban.
Aparat kepolisian menindaklanjuti kasus penganiayaan yang menyebabkan siswa madrasah tsanawiyah di Blitar, Jawa Timur meninggal dunia.
AJH (15) siswa kelas IX meregang nyawa dan akhirnya meninggal dunia setelah mendapatkan sejumlah pukulan dari sesama siswa dari kelas lain di sebuah madrasah tsanawiyah negeri di Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar.
Polres Blitar Kota melakukan otopsi terhadap jenazah korban pada Jumat (25/8/2023) malam di RSUD Srengat.
Proses otopsi ini melibatkan tim dokter forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Kediri.
Polisi ingin mengetahui secara pasti penyebab dari kematian siswa tersebut.
"Kami telah melakukan otopsi terhadap jenazah korban di RSUD Srengat dengan melibatkan tim dokter dari Rumah Sakit Bhayangkara. Tindakan otopsi ini kami lakukan dalam rangka mendukung proses penyelidikan," jelas Aipda Supriyadi, Kepala Subseksi Penerangan Masyarakat Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor Blitar Kota, Sabtu (26/8/2023).
Pada laporan sebelumnya, AJH diduga meninggal dalam ruang kelas akibat penganiayaan oleh seorang teman sekelas yang dikenal dengan inisial M.
Berdasarkan kesaksian seorang teman sebangku korban, insiden tersebut terjadi akibat masalah yang sepele.
M diduga melakukan serangkaian pukulan tanpa ampun terhadap AJH, yang tidak mampu memberikan perlawanan.
Pukulan-pukulan itu mengarah ke bagian leher belakang, menyebabkan cedera fatal.
AJH akhirnya terjatuh tak berdaya di ruang kelasnya dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Al Ittihad.
Dr. Deny Krisna, dokter yang pertama kali menangani korban, menyampaikan bahwa AJH sudah dalam keadaan meninggal ketika tiba di rumah sakit.
Menurut analisis awal, diduga bahwa pukulan di bagian belakang leher menyebabkan gangguan serius pada jaringan syaraf tulang belakang, yang pada akhirnya berujung pada kematian.
Usai proses otopsi selesai, jenazah AJH diserahkan kepada pihak keluarga. Upacara pemakaman dilangsungkan sekitar pukul 22.00 WIB.
Pendampingan dari pihak kepolisian pun turut dilakukan, di mana Kapolsek Wonodadi menyampaikan rasa duka kepada keluarga korban di Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi.
Terkait hasil dari otopsi, Supriyadi menjelaskan bahwa hasilnya sedang disiapkan dan akan segera diumumkan oleh Kapolres Blitar Kota, AKBP Danang Setyo PS.
Sementara itu Kasi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Blitar, Baharuddin, membeberkan kronologi kasus penganiayaan AJH, siswa kelas 9 Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang diduga meninggal usai dianiaya teman sekolah pada Jumat (25/8/2023).
Baharuddin juga mengungkapkan ucapan duka atas meninggalkan korban.
"Terkait dengan peristiwa kekerasan di MTs, pertama, kami atas nama Kemenag tentu sangat berduka dan semoga keluarga korban diberikan ketabahan, kesabaran, menghadapi musibah ini," kata Baharuddin, Sabtu (26/8/2023).
"Kedua, peristiwa itu menjadi pembelajaran kepada para pemangku satuan pendidikan dan stakeholder untuk lebih memperhatikan penguatan karakter yang di kurikulum merdeka disebut profil pelajar Pancasila," lanjutnya.
Baharuddin menjelaskan, kronologi peristiwa kekerasan terhadap siswa di sekolah tersebut terjadi pada Jumat (25/8/2023) sekitar pukul 10.00 WIB.
Awalnya, pelaku memasuki ruang kelas korban, kemudian menuju ke tempat duduk korban dan melakukan pemukulan terhadap korban.
"Kebetulan mengenai titik vital, sehingga hanya dalam tiga pukulan menyebabkan korban tak sadarkan diri. Waktunya sangat singkat, sebenarnya teman-teman di kelas berusaha menghalau tapi terlepas. Itu yang pertama," ujarnya.
Menurutnya, peristiwa penganiayaan yang dilakukan siswa itu terjadi secara spontan.
Artinya, dari penelusuran Kemenag di lapangan dan berdasarkan keterangan para guru dan beberapa siswa, antara korban dan pelaku tidak ditemukan indikasi perselisihan maupun permusuhan sebelumnya.
"Hanya saja, sehari sebelum kejadian, pelaku di jam istirahat masuk di ruangan kelas korban, kemudian ditegur oleh korban.
Itu rupanya yang menjadikan pelaku tersinggung, sehingga di esok harinya pelaku melakukan tindakan kekerasan seperti itu kepada korban," katanya.
Dikatakannya, kasus kekerasan itu sudah ditangani oleh Polres Blitar Kota.
Dia juga mengatakan, akan ada proses hukum berikutnya.
"Itu di luar kewenangan satuan pendidikan. Kami mendukung proses hukum itu," ujarnya.
Terkait sanksi untuk satuan pendidikan, Baharuddin mengatakan, sudah ada tata tertib yang jadi acuan.
Menurutnya, peristiwa kekerasan antarsiswa itu terjadi ketika pergantian jam mengajar.
"Peristiwa itu terjadi saat pergantian jam mengajar, dari jam ke 5 ke jam ke 6. Guru jam mengajar sebelumnya keluar, kemudian guru penggantinya belum masuk. Saat pergantian itu, terjadi peristiwa," katanya.
Terlepas dari itu, Baharuddin menyampaikan, sebagai pelaksana pendidikan, harus tetap mengedepankan aspek masa depan anak.
Apalagi, siswa madrasah, setingkat SMP yang usianya masih belum dewasa, sehingga kejadian apapun menjadi bagian dari proses pembelajaran dan pembinaan.
"Maka tugas kami adalah terus memberikan pembinaan, melakukan mitigasi agar hak-hak anak terkait masa depan tetap bisa terjaga," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, peristiwa itu menjadi pembelajaran bagi para pemangku satuan pendidikan untuk lebih serius lagi dalam memberikan penguatan karakter, terutama di madrasah menjadi sekolah ramah anak.
"Sekali lagi, ini menjadi pelajaran sangat berharga bagi insan pendidikan, bagi madrasah untuk lebih meningkatkan pengawasan, pembinaan karakter anak-anak supaya punya akhlak mulia, santun dan ramah. Itu paling penting," ujarnya. (*)