Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD DKI Jakarta mempertanyakan defisit APBD tahun 2023 yang mencapai sekitar Rp 5 triliun akibat rencana penerimaan daerah yang diperkirakan menurun.
Penerimaan daerah yang tidak sesuai rencana ini diperkirakan terjadi karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mampu mencapai target yang ditetapkan.
Secara nominal penurunan cukup besar terjadi di pajak daerah yang targetnya diturunkan Rp 600 miliar dan lain-lain PAD yang sah yang diturunkan sampai Rp 3,78 triliun.
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani heran dengan terjadinya penurunan target PAD ini, khususnya dari Pajak daerah dan lain-lain dari PAD yang sah.
Bahkan sampai Pemda DKI ingin melakukan pinjaman ke pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
“Harus dikaji mendalam mengapa dilakukan penurunan target di APBD Perubahan ini sampai sedemikian besar, di masa Gubernur Anies Baswedan, tidak pernah terjadi defisit sebesar ini,” kata Yani pada Sabtu (26/8/2023).
“Dan target PAD diturunkan di APBD Perubahan dengan cukup besar, bahkan untuk beberapa jenis pajak daerah yang penting, bisa melebihi target yang ditetapkan,” sambung anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta ini.
Dalam rapat pimpinan gabungan (Rapimgab) beberapa waktu lalu, Yani juga menyampaikan penolakan terhadap rencana peminjaman duit dari PT SMI.
Duit pinjaman sekitar Rp 1 triliun itu akan digunakan untuk pembangunan pengelolaan sampah RDF.
Menurut Yani, sebaiknya pemerintah lebih mengoptimalkan sumber-sumber (PAD) daripada melakukan pinjaman dan melakukan penyesuaian di sisi belanja daerah.
“Pemda DKI juga bisa mencoba melakukan negosiasi ke pemerintah pusat terkait dengan pembayaran pokok pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) agar defisit tidak menjadi besar,” ujarnya.
Anggota DPRD DKI dari dapil Jakarta Selatan ini mengatakan, Fraksi PKS sudah berkali-kali mengingatkan agar pajak daerah bisa dimaksimalkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Jakarta.
Kata dia, ekonomi yang sudah pulih dan kawasan bisnis yang terus berkembang di Jakarta seharusnya memberikan sumbangan pajak daerah yang besar bagi PAD Jakarta.
Yani menilai perlu dilakukan penyisiran kembali terhadap objek pajak yang memiliki nilai tinggi.
Potensi PAD DKI dari pajak daerah harusnya bisa mencapai lebih dari Rp 50 triliun jika fiscal cadaster dilakukan dan sistem pajak online real time dijalankan dengan benar untuk beberapa jenis pajak, serta kebocoran penerimaan pajak bisa dikurangi secara signifikan.
“Termasuk dengan upaya melakukan penagihan terhadap denda pajak harus terus diupayakan,” pungkas Yani.
Diberitakan sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi DKI Jakarta mengkritisi penurunan target anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2023.
Dalam postur Rancangan Perubahan Kebijakan Umum APBD dan Plafon Anggaran Sementara tahun 2023 berkisar Rp 83 triliun, kemudian turun sekitar Rp 5 triliun menjadi Rp 78 triliun.
Anggota Banggar DPRD Provinsi DKI Bambang Kusumanto mengatakan, salah satu faktor penentu penetapan target APBD 2023 adalah didasarkan pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Hal ini akan berdampak pada proyeksi pendapatan APBD sejak awal.
Kata dia, pertumbuhan ekonomi pemerintah pusat dari 5,3 persen sampai 5,6 persen. Sementara pemerintah daerah memasang target pertumbuhan 4,8 persen sampai 5,6 persen.
“Artinya kita lebih rendah dari proyeksi rata-rata nasional. Nah, sepanjang sejarah APBD DKI Jakarta, faktanya kita itu tidak pernah lebih rendah atau selalu lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, tapi tahun ini aneh. Menurut data saya ini agak fatal,” kata Bambang dalam rapat Banggar di gedung DPRD DKI, Kamis (24/8/2023).
Bambang menyadari, saat penyusunan APBD DKI tahun 2023, proyeksi pendapatan memang dibayangi oleh dampak pagebluk Covid-19.
Tetapi dalam perjalanannya, Covid-19 mulai terkendali dan perekonomian mulai tumbuh kembali.
“Sekarang sudah beda. Alhamdulillah tren pertumbuhan ekonomi meningkat. Bahwa ada komponen-komponen tertentu yang sebenarnya naik,” ujar Bambang dari Fraksi PAN.
“Misalnya (penerimaan) dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pajak hotel, pajak atas bahan bakar, itu trennya naik semua. Jadi, menurut saya mengenai proyeksi minus lebih dari Rp 4 triliun itu sangat meragukan,” sambungnya.