PetroChina International Jabung Ltd mendapat perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Jabung untuk 20 tahun ke depan hingga 2043. Perusahaan asal Cina ini masuk daftar 10 penghasil minyak dan kondensat terbesar di Indonesia.
Blok Jabung membentang di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.
PetroChina telah mengelola wilayah kerja ini sejak 2002 dengan produksi harian relatif stabil sebesar 50.000 barel setara minyak per hari (BOEPD) sejak 2006.
Segera setelah mendapatkan kontrak baru, PetroChina mengumumkan pembangunan “pilar-pilar energi” untuk mendukung target pemerintah memproduksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 juta SCFD (standard kaki kubik per hari) pada 2030.
Namun, di balik target dan ambisi tersebut terselip sejumlah masalah pada masa-masa kontrak sebelumnya yang seharusnya menjadi pertimbangan perpanjangan kontrak 20 tahun depan.
Salah satunya terkait penggunaan kawasan hutan tanpa izin.
Harian Pagi Metro Jambi dan Metrojambi.com (selanjutnya disebut Metro Jambi) menelisik data awal kasus ini dari dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) yang dirilis pada April 2022.
Audit dilakukan pada 20 September hingga 23 Desember 2021 di Jakarta dan Jambi. Laporan hasil pemeriksaan atas PetroChina Jabung digabung dengan laporan pemeriksaan SKK Migas dan dua kontraktor migas lainnya.
Laporan setebal 48 halaman itu antara lain mengungkap empat temuan terkait PetroChina Jabung.
Salah satunya adalah penggunaan kawasan hutan di sejumlah lokasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).
Berdasarkan data lokasi fasilitas dan sumur pada 2021, di Tanjung Jabung Timur terdapat 11 fasilitas dan 163 sumur yang dikelola PetroChina. Sedangkan di Tanjung Jabung Barat sebanyak 11 fasilitas dan 234 sumur.
Sebagian tanah fasilitas dan sumur tersebut berada dalam kawasan hutan dan area penggunaan lain (APL).
Berdasarkan pemeriksaan uji petik (sistem sampling, bukan keseluruhan, red) sumur-sumur dalam kawasan hutan yang tanpa izin itu antara lain sumur Ripah 13 dan Ripah 15.
Auditor BPK melakukan presisi data lokasi melalui citra satelit di aplikasi Google Earth terhadap Sumur Ripah 13. Diketahui, lokasi sumur dan sebagian area sumur tersebut berada di dalam kawasan hutan produksi.
Sumur Ripah 15 berada di APL, tetapi sebagian areanya masuk kawasan hutan produksi.
Tim audit melakukan pemeriksaan fisik pada awal Desember 2021 untuk mengambil titik kordinat pada area yang masuk kawasan hutan sebelum kemudian mengkonfirmasi KLHK.
Berdasarkan hasil konfirmasi ke KLHK diketahui bahwa lokasi kordinat pada area Ripah 13 dan Ripah 15 di Tanjung Jabung Timur masuk ke dalam kawasan hutan produksi yang dikelola PetroChina Jabung tanpa IPPKH.
Konfirmasi tersebut diperkuat oleh dokumen izin lokasi sumur dari Bupati Tanjung Jabung Timur.
Sumur Ripah 13 mendapat izin lokasi nomor 451 Tahun 2005 untuk area seluas 5,6674 hektare. Termasuk di dalamnya kawasan hutan produksi tetap seluas 3,29664 hektare.
Sedangkan sumur Ripah 15 mendapat izin lokasi nomor 113 Tahun 2006 dengan luas 3,1135 hektare, termasuk di dalamnya kawasan hutan produksi tetap seluas 0,3237 hektare.
Menariknya, tim pertanahan PetroChina justru menyebut bahwa jalan dan lokasi sumur Ripah 13 dan Ripah 15 telah didaftarkan sebagai aset tanah milik negara kepada Kementerian Keuangan sejak 2017. Katanya, lahan itu sedang dalam proses sertifikasi.
Kepada auditor BPK, tim pertanahan PetroChina Jabung menunjukkan salah satu dokumen pendukung, yakni Revisi Berita Acara Inventarisasi Tanah Nomor BA-02/93/SJA.2/2017 tanggal 14 November 2017.
Hanya saja, dalam dokumen tersebut tidak terdapat tanda tangan pejabat Kementerian LHK sebagai instansi yang berwenang dalam pemetaan lokasi hutan di seluruh Indonesia.
“Dengan demikian, berita acara tersebut tidak mempertimbangkan wilayah kawasan hutan yang telah atau belum memiliki IPPKH,” tulis auditor BPK pada halaman 30 dalam LHP tersebut.
BPK menegaskan, area sumur Ripah 13 dan Ripah 15 yang berada di kawasan hutan tersebut tidak bisa diterbitkan sertifikat tanahnya selama belum ada pelepasan kawasan hutan oleh Menteri LHK.
Selain itu, aset tanah pada lokasi sumur Ripah 13 dan Ripah 15 belum memiliki sertifikat tanah atas nama Kementerian Keuangan, dan belum dicatat sebagai BMN (barang milik negara) dalam Laporan Keuangan Pemerintah.
👉Atas penggunaan kawasan hutan tanpa izin tersebut, PetroChina Jabung belum dikenakan sanksi denda administratif tahunan yang berlaku sejak 2021.
Untuk dua sumur itu, kawasan hutan produksi yang dipakai seluas 3,62034 hektare.
Merujuk ke peraturan yang berlaku, dalam perhitungan auditor BPK, PetroChina Jabung seharusnya dikenai denda sekurang-kurangnya Rp 1,156 miliar. Angka ini diperoleh dari tarif terendah denda tutupan hutan (DTH) sebesar 20 persen.
Hal lain yang harus dibayar oleh perusahaan asal China ini dalah pendapatan bersih (PB), tarif denda (TD) per tahun per hektar dan denda administratif (D).
Auditor BPK mengkonfirmasi KLHK terkait pemanfaatan kawasan hutan untuk fasilitas Betara Gas Plant di Tanjung Jabung Barat.
Area itu masuk kawasan hutan produksi, tetapi PetroChina Jabung tidak memiliki IPPKH untuk beroperasi di situ.
BPK menemukan riwayat panjang status tanah Betara Gas Plant tersebut. Diketahui, saat pembebasan pada 2003, status tanah lokasi itu adalah area penggunaan lain.
Namun, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melalui surat nomor 522.12B/8924/Dishut/2011 tanggal 5 Oktober 2011 perihal Pinjam Pakai dalam Kawasan Hutan memastikan tanah untuk fasilitas Betara Gas Plan adalah kawasan hutan.