Ganjar Pranowo yang masa jabatannya sebagai Gubernur Jawa Tengah (Jateng) berakhir tahun ini, dan Anies Baswedan mantan Gubernur DKI Jakarta, maju sebagai calon presiden 2024-2029.
Kedua capres yang sempat menjadi nakhoda provinsi ini menjadi kerap menjadi perbincangan hangat publik
Ganjar sendiri menjabat sejak tahun 2014, artinya sudah dua periode dia menjadi orang nomor 1 di Jawa Tengah. Sedangkan Anies menjabat 1 periode sejak tahun 2017.
Sebagai kepala daerah keduanya pun memiliki pengalaman untuk mengelola perekonomian wilayahnya. Patut disimak, bagaimana rapor ekonomi kedua sosok ini selama menjabat?
Dalam catatan detikcom, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Jakarta di tahun 2017 atau tahun pertama Anies menjabat mencapai 6,22%, mengalami peningkatan dibanding tahun 2016 yang hanya tumbuh sebesar 5,88%.
Di tahun 2018, ekonomi Jakarta turun tipis dibanding tahun sebelumnya menjadi 6,17%. Pertumbuhan ekonomi Jakarta kembali melambat di tahun 2019. Tercatat, pertumbuhan ekonomi Jakarta tahun 2019 sebesar 5,89%, lebih rendah dibanding dengan tahun 2018 dan 2017.
Berikutnya, di tahun 2020 atau saat pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta minus 2,36%. Saat itu memang hampir seluruh lapangan usaha mengalami kontraksi kecuali jasa kesehatan, informasi dan komunikasi serta jasa keuangan.
Pemulihan ekonomi Jakarta terjadi di 2021 meski masih dibayangi oleh pandemi, terutama varian Delta. Tahun 2021, perekonomian Jakarta tumbuh sebesar 3,56% setelah tahun sebelumnya tercatat minus.
Pada 2022, ekonomi Jakarta mulai membaik. Perekonomian di ibu kota tumbuh 5,25%. Meski tumbuh, capaian ini masih di bawah angka pertumbuhan pra pandemi, sebagai perbandingan di tahun 2019 atau sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi Jakarta 5,89%.
Bagaimana dengan Ganjar yang memimpin Jawa Tengah dua periode?
Di awal periode menjabat, Ganjar mampu membawa perekonomian Jateng tumbuh ke 5,27% pada 2014. Kemudian, pada 2015 dia mampu membawa perekonomian Jawa Tengah naik tipis menjadi 5,47%.
Namun, di tahun berikutnya nampaknya pertumbuhan Jawa Tengah stagnan. Di tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah turun ke 5,25%, sejak saat itu pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah stabil di angka 5,2-5,3%. Rinciannya, 2017 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah 5,26%, lalu naik tipis di 2018 5,3%. Kemudian pada 2019 kembali naik tipis di 5,36%
Sama seperti Jakarta, di tahun 2020 saat COVID-19 mengancam, ekonomi pun melemah. Di tahun tersebut ekonomi Jawa Tengah terkontraksi di level minus 2,65%.
Namun, pada 2021 perekonomian Jateng kembali bangkit meski belum normal jadi 3,32%. Kemudian pada akhir 2022 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah akhirnya kembali ke level 5 persenan menjadi 5,31%. Data terakhir, perekonomian Jawa Tengah masih tetap tumbuh positif pada triwulan I-2023 sebesar 5,04%.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan beberapa catatan untuk Ganjar dan Anies selama memimpin daerahnya masing-masing.
Pertama, Yusuf menilai figur Ganjar nampak berhasil mengelola ekonomi Jawa Tengah. Buktinya, Ganjar sampai terpilih dalam dua periode, artinya masyarakat cukup puas dengan kinerja Ganjar selama mengelola ekonomi Jawa Tengah.
"Dari sisi plus, Pak Ganjar, dua kali terpilih di Jawa Tengah artinya tingkat penerimaan terhadap kinerja beliau, secara argumen, dapat diterima," ungkap Yusuf Rendy, Selasa (4/7/2023).
Ganjar pun dinilai menjadi sosok yang cukup berpengalaman sebagai birokrat. Yusuf juga menekankan Ganjar punya 'beking' partai yang cukup kuat sehingga proses politik anggaran bila dia terpilih menjadi presiden kemungkinan tidak akan sangat mulus tanpa hambatan.
"Beliau juga punya pengalaman di pemerintahan dan berasal dari partai terbesar di Indonesia, artinya jika terpilih nanti proses politik anggaran dari program beliau seharusnya bisa berjalan lebih smooth," beber Yusuf Rendy.
Namun, catatan negatifnya, Ganjar dinilai belum bisa menyelesaikan masalah kemiskinan di Jawa Tengah.
Dalam catatan detikcom, pada 2022, jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah sebesar 3,83 juta orang atau sebesar 10,93% dari total penduduk di Jawa Tengah.
"Namun demikian, beberapa data sosial kemiskinan terutama di Jateng, dapat menjadi ganjalan bagi Ganjar terhadap lawan politik beliau nanti," sebut Yusuf Rendy.
Sementara itu untuk Anies, Yusuf Rendy juga mencatat figur eks Gubernur DKI Jakarta ini cukup berpengalaman sebagai birokrat. Mulai dari menteri hingga kepala daerah.
Yusuf menyatakan Anies memiliki nilai tambah sebagai pemimpin daerah yang mampu memperbaiki pelayanan publik cukup baik di Jakarta.
Hal itu terlihat pada saat masa COVID-19. Hal tersebut juga yang mendorong perekonomian di Jakarta cepat pulih saat COVID-19.
"Dalam kepimpinannya sebagai Gubernur, beberapa perubahan terutama pelayanan publik di DKI Jakarta dilakukan dan saya kira hasil positif. Pada masa COVID-19, menurut saya, beliau juga memimpin dan berkolaborasi untuk penangan COVID-19 dan mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak," ungkap Yusuf Rendy.
Namun, catatan negatifnya, Yusuf Rendy memperkirakan politik anggaran Anies kemungkinan akan cukup menantang dilakukan. Hal ini terjadi karena Anies akan memiliki partai oposisi yang cukup besar, semkain dirinya sudah didukung oleh 3 partai politik sekaligus.
"Sementara dari sisi minus, beliau meskipun didukung 3 Parpol, tapi dengan sisa lawan yang menduduki kursi yang tidak sedikit di DPR ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri ketika beliau mengajukan program nantinya," papar Yusuf Rendy.
Yusuf Rendy menilai ada dua pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan Anies maupun Ganjar saat jadi presiden. Pertama adalah menyelesaikan scaring effect alias dampak ekonomi yang terjadi karena pandemi COVID-19. Salah satunya adalah memulihkan tingkat kemiksinan dan kesejahteraan sosial yang sempat anjlok selama pandemi.
"PR besar menurut saya bagaimana menyelesaikan scaring effect yang terjadi dari pandemi. Seperti misalnya memastikan tingkat kemiskinan ekstrim tidak kembali meningkat terutama ketika kedua capres terpilih," ungkap Yusuf Rendy.
Pekerjaan rumah besar yang kedua adalah mewujudkan visi Indonesia Maju di tahun 2045. Banyak hal yang harus dibenahi untuk bisa mencapai target ini. Mulai dari mengurangi ketergantungan impor hingga perbaikan institusi pemerintah.
"Di sisi lain, bagaimana membantu Indonesia mewujudkan visi Indonesia 2045. Di mana, Indonesia ditargetkan bisa menjadi negara maju. Untuk sampai ke sana, masalah struktural perekonomian seperti ketergantungan impor, permasalahan institusi, menjadi hal yang sudah menunggu kedua capres," pungkas Yusuf Rendy.