Lembaga Riset Institute for Devvelopment of Economic and Finance (INDEF) pada Minggu (21/5/2023) merilis data terkait kebijakan subsidi mobil listrik. Hasilnya 80% warganet Indonesia menolak kebijakan tersebut.
Analis Data Continuum INDEF, Wahyu Tri Utomo menjelaskan, ramainya isu subsidi mobil listrik di media sosial terjadi usai calon presiden (capres) Anies Baswedan pada 7 Mei 2023 yang mengkritisi kebijakan tersebut yang lebih menargetkan masyarakat menengah ke atas.
Kemudian dari pada 9 Mei 2023, topik ini pun semakin ramai usai Menteri Koordinator bidang Kemariman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan respons terhadap kritikan itu dengan pembahasannya mencapai 3.431 tweet.
Puncak pembahasan isu subsidi mobil listrik ini terjadi pada 10 Mei 2023 ketika ada akun Twitter yang melakukan voting mana warganet yang dukung Anies dan mana yang dukung Luhut.
Alhasil total ada 9.350 tweet yang merespons voting tersebut. Setelah itu pembahasannya mulai menurun dengan titik terakhirnya di tanggal 12 Mei 2023 dan inilah yang jadi batas periode riset dari Continuum Indef.
“Kita menemukan bahwa 80% masyarakat di internet tidak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan itu. Kenapa? Karena salah satunya itu, mereka menilai pembeli mobil listrik ini bukan mereka yang butuh subsidi. Ini didasarkan dari asumsi, mobil EV itu mahal,” tutur Wahyu (21/5/2023).
Hasil riset itu dirilis dalam acara Diskusi Publik INDEF yang digelar via Zoom. Di mana ini merupakan hasil penelitian dari Continuum Indef dengan periode riset 08-12 Mei 2023 yang menganalisa tweet dari warganet terkait pro-kontra subsidi mobil listrik di media sosial Twitter.
Dengan fokus metode analisa pendapat masyarakat secara murni, pihak Continum menyaring tweet dari media serta buzzer dan dari sini dikerucutkan menjadi 18.291 pembicaraan yang berasal dari 15.139 akun media sosial.
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan, selain mengkritisi tentang harga mobil listrik, warganet juga memandang bahwa subsidi ini menjadi bagian dari bancakan bagi pejabat pemerintah seperti Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang merupakan Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) dan Menko Marves Luhut Pandjaitan yang memiliki hubungan dengan perusahaan kendaraan listrik Electrum.
“Dari 80% yang mengkritik tadi, 60% mengatakan penolakan mereka didasari subsidi seperti tidak tepat sasaran, subsidi ini hanya menguntungkan segelintir pihak,” sambung Wahyu.
Walau banyak yang menolak kebijakan subsidi listrik, tapi ini tak berarti warganet Indonesia menolak kendaraan listrik.
Wahyu menambahkan, warganet sadar kendaraan listrik menjadi salah satu solusi untuk menangani masalah emisi dan dari sinilah mereka setuju ide dari Anies Baswedan yang menyarankan agar subsidi itu dialihkan ke transportasi umum bertenaga listrik.
Subsidi Mobil Listrik Bagi ASN, Ekonom Faisal Sayangkan Menkeu
Ekonom senior, Faisal Basri memberikan kritikan keras ke Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023.
Pasalnya, terdapat anggaran pengadaan mobil dinas bertenaga listrik yang akan diberikan kepada pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN).
Berdasarkan PMK Nomor 49 Tahun 2023 yang sudah berlaku sejak 3 Mei 2023 dalam salah satu anggarannya terdapat peraturan bagaimana pejabat eselon I dianggarkan Rp967 juta/unit dan pejabat eselon II dianggarkan Rp764 juta/unit untuk mobil dinas berbasis baterai.
Kemudian di dalam anggaran itu juga ada pengadaan kendaraan dinas motor listrik sebenar Rp28 juta/unit dan kendaraan listrik operasional kantor dengan harga Rp430 juta/unit.
“Menteri Keuangan itu fungsinya adalah seperti rem kalau di kendaraan. Nah menteri-menteri teknis itu gas, istilahnya sekarang Pak Luhut (Menteri Koordinator bidang Kemariman dan Investasi) dan Pak Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) ngegas, menteri perindustrian (Agus Gumiwang) yang harusnya ngegas tidak ngegas. Nah sekarang menteri keuangannya kok ikut-ikut ngegas, dia kan yang jaga keuangan negara,” tegas Faisal Basri dalam Diskusi INDEF via Zoom (21/5/2023).
Alumni Universitas Indonesia ini melanjutkan, Menkeu Sri Mulyani seharusnya menjadi sosok yang paling tahu mengenai turunnya penerimaan pajak di Indonesia dari sisi mobil listrik Indonesia.
Hal ini terjadi karena PPN mobil listrik yang seharusnya di angka 11%, turun menjadi 1% saja berkat kebijakan subsidi mobil listrik dari pemerintah.
“Kepentingan orang banyak diabaikan karena pemerintah menaikkan PPN dari 10% ke 11%, seluruh rakyat terkena dampaknya. Sekarang buat semata-mata mobil listrik diturunkan jadi 1%,” jelas Faisal.
Ia melanjutkan, dirinya belum lama ini mengikuti seminar internasional terkait perpajakan dengan salah satunya pembahasannya adalah mengenai regresif pajak yang justru membuat orang kaya semakin kaya akibat insentif dan subsidi dari pemerintah.
Dari sinilah menurutnya, Sri Mulyani yang pernah dinobatkan sebagai menteri keuangan terbaik di dunia versi Majalah Global Markets seharusnya lebih bijak lagi dari sisi anggarannya.
“Saya rasa ndak cocok ya menteri keuangan terbaik di dunia ikut ngegas (kebijakan mobil listrik). Jadi biasanya menteri keuangan yang terbaik itu yang mampu menjaga harmoni fiskal agar pertama menjaga rasa keadilan, kedua membawa ekonomi ke arah yang lebih baik,” jelasnya.