Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan uji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan meminta masa jabatan pimpinan KPK diubah dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengkritik keras langkah Ghufron.
"Jadi gugatan yang diajukan itu lebih kepada kepentingan pribadinya, bukan untuk kepentingan lembaga atau agenda pemberantasan korupsi. Jadi ini lebih kepada kemaruk kekuasaan," kata Samad saat dihubungi, Selasa (16/5/2023).
Dia menilai uji materi tersebut merupakan upaya Ghufron memperpanjang masa jabatannya di KPK.
Dia menduga hal itu juga terkait dengan batas usia minimal pimpinan KPK.
"Jangan salahkan orang kalau ada yang beranggapan kalau Ghufron sengaja ingin memperpanjang masa jabatannya. Karena kalau dia 5 tahun berarti tahun berikut dia sudah 50 tahun. Kalau tahun ini berakhir dia baru 49 tahun, jadi (diperpanjang) supaya tahun depan dia udah 50 tahun," jelasnya.
Sebagai informasi, UU KPK hasil perubahan tahun 2019 mengatur batas usia minimal Pimpinan KPK ialah 50 tahun.
Sementara UU KPK lama mengatur batas minimal usia pimpinan KPK ialah 40 tahun.
Ghufron sendiri masih berusia 49 tahun pada tahun ini. Dia terpilih menjadi pimpinan KPK pada 2019 saat berusia 45 tahun.
DPR sendiri menyebutkan UU KPK tak berlaku surut kepada Ghufron karena pemilihan Ghufron sudah lebih dulu dilakukan dibanding pengesahan UU KPK.
Kembali ke Samad, dia menyoroti alasan Ghufron yang membandingkan masa jabatan pimpinan 12 lembaga negara lainnya yang memiliki waktu 5 tahun.
Menurutnya, hal itu hanya dalil Ghufron dalam memuluskan kepentingan pribadi dalam uji materinya tersebut.
"Kalau menurut saya dalil yang dipakai Ghufron itu hanya ingin menguatkan dalil personalnya dia. Padahal sebenarnya ini kan untuk kepentingan pribadinya saja, tapi dia mendalilkan itu. Dia lupa KPK punya kekhususan sebagai lembaga. Dia pasti beda dong dengan lembaga-lembaga lain. Kenapa harus dipaksakan sama," tuturnya.
Abraham Samad berharap MK menolak uji materi yang diajukan Ghufron.
Dia menilai uji materi itu tidak terkait kepentingan KPK atau pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Menurut hemat saya yang diajukan Ghufron itu kalau memang MK-nya berpikir progresif dan semata-mata ingin menyelamatkan pemberantasan korupsi dan kelembagaan KPK makanya gugatan seperti ini harus ditolak," katanya.
Eks Penyidik KPK Bingung Ghufron Minta Jabat 5 Tahun, Sindir Tak Ada Prestasi
Mantan pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil 57+ (IM57+) Institute bingung dengan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Mahkamah Konstitusi (MK). IM57+ mempertanyakan apa agenda Ghufron.
"Kami mempertanyakan terdapat agenda apakah yang tersembunyi perpanjangan ini dilakukan secara tersembunyi tanpa adanya publikasi. Nurul Ghufron tidak pernah menyampaikan kepada publik secara terbuka selain dalam perbaikan permohonan dalam proses persidangan," kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, kepada wartawan, Selasa (16/5/2023).
Mantan penyidik KPK ini mempertanyakan mengapa Ghufron mengajukan gugatan menjelang masa jabatan pimpinan KPK berakhir. Dia meminta KPK tidak dijadikan sebagai alat kepentingan politik.
"Jangan sampai dugaan digunakannya KPK sebagai alat politik semakin terverifikasi melalui upaya sistematis ini termasuk perpanjangan masa jabatan," katanya.
Praswad mengatakan uji materi yang diajukan Ghufron akan menguntungkan pimpinan KPK lain, seperti Ketua KPK Firli Bahuri. Dia menyoroti sejumlah dugaan kasus pelanggaran etik Firli selama menjabat Ketua KPK.
"Tidak ada prestasi masa jabatan ini yang mendukung dan melegitimasi bahwa jabatan periode pimpinan ini harus diperpanjang," jelas Praswad.
Menurut Praswad, tidak ada prestasi gemilang yang dilakukan pimpinan KPK di era Firli. Para pimpinan KPK justru terlibat dalam dugaan pelanggaran etik.
"Selain kontroversi kasus yang memukul mundur pemberantasan korupsi termasuk menurunnya IPK serta kualitas dan kuantitas kasus dengan diwarnainya skandal yang dilakukan pimpinan KPK, tidak ada prestasi yang dihasilkan oleh KPK. Justru harusnya pimpinan KPK bermasalah diberhentikan sejak dahulu," tutur Praswad.
Praswad menilai masa jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun telah sesuai dengan filosofi lembaga independen. Perubahan jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun dianggap sebagai langkah mundur bagi KPK.
"Desain masa jabatan komisioner KPK hanya selama 4 tahun membawa pesan filosofis bahwa KPK bersifat independen dan berbeda dengan masa jabatan eksekutif, baik presiden, gubernur, maupun bupati, yang menjabat selama 5 tahun," katanya.
"Jangan sampai semangat pemberantasan korupsi dan pembatasan kekuasaan yang menjadi ciri khas KPK sebagai anak kandung reformasi terus dikikis dengan nafsu segelintir orang yang secara brutal ingin memperpanjang kekuasaan," tambah Praswad.
MAKI Sindir Ghufron Minta Pimpinan KPK Jabat 5 Tahun: Gak Sekalian 10 Tahun?
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang meminta masa jabatan Pimpinan KPK diubah dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Boyamin menyindir mengapa Ghufron tak sekalian meminta masa jabatan Pimpinan KPK menjadi 10 tahun.
"Dulu Pak Ghufron awalnya (gugat) umur sekarang masa jabatan, kenapa 5 tahun, tidak 10 tahun sekalian? Tanggung kalau cuma 5 tahun, 10 tahun sekalian aja kalau mau," kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (16/5/2023).
Boyamin yakin gugatan Ghufron tidak akan diterima MK. Dia menyebut hal itu karena umur atau masa jabatan Pimpinan KPK tidak berkaitan dengan kostitusi atau UUD 1945.
"Menyangkut (gugatan) umur dan masa jabatan itu selain juga terserah DPR dan pemerintah mau ngatur, ini juga pelaksanaan norma, pelaksanaan aturan, jadi tidak berkaitan dengan permasalahan konstitusi, tidak ada berkaitan dengan UUD 1945 bertentangan atau tidak bertentangan," kata Boyamin.
"Jadi ya menurut saya ini kira-kira nanti akan tidak diterima atau ditolak permohonan gugatan Pak Ghufron ini kalau menurut saya sih," sambungnya.
Kendati demikian, Boyamin mengatakan pihaknya tetap menghormati upaya Ghufron meminta masa jabatan KPK. Boyamin mengatakan mengajukan gugatan ke MK adalah hak warga negara.
"Tapi ya terserah kalau ini sebagai upaya ikhtiar warga negara untuk memperjuangkan hak-haknya ya tetap saya hormatilah," kata Boyamin.
Uji Materi Ghufron di MK
Ada tiga alasan Ghufron meminta MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Pertama, dia merujuk pada Pasal 7 UU 1945 soal masa pemerintahan di Indonesia yang berada di periode 5 tahunan.
"Cita hukum sebagai mana dalam Pasal 7 UUD 1945 masa pemerintahan di Indonesia adalah 5 tahunan, sehingga semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah 5 tahun," katanya.
Ghufron juga membandingkan soal masa jabatan di 12 lembaga negara non kementerian seperti Komnas HAM hingga Bawaslu.
Belasan lembaga negara itu diketahui memiliki masa jabatan bagi pimpinannya selama 5 tahun dalam satu periode.
"Dua belas lembaga negara nonkementerian (auxiliary state body) misalnya Komnas HAM, ORI, KY, KPU, Bawaslu dll semuanya 5 tahun. Karenanya akan melanggar prinsip keadilan sebagai mana pasal 27 dan pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki/disamakan," tutur Ghufron.
Dalam alasan terakhirnya, Ghufron menyebut masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak sesuai dengan rencana pembangunan nasional di UU 25 Tahun 2004.
Dia menilai pengubahan masa jabatan itu juga akan menyamakan program pemberantasan korupsi di KPK dengan rencana pembangunan nasional oleh pemerintah.
"Periodisasi perencanaan pembangunan nasional sebagaimana UU 25/2004 adalah RPJPN 25 tahun, RPJMN 5th ini akan berkonsekuensi pada perencanaan monitoring dan evaluasi pembangunan, maka jika program pemberantasan korupsi 4 tahunan akan sulit dan tidak sinkron evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsinya," tutur Ghufron.