Beredar kabar ada operasi intelijen untuk menumbangkan bakal calon presiden yang diusung NasDem, Demokrat dan PKS Anies Baswedan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Saya dapat informasi dari intelijen. Saya dulu di Komisi I DPR selama 13 tahun membidangi intelijen ada instruksi Anies harus dikalahkan atau tumbang,” kata politikus NasDem Ahmad Effendy Choirie (Gus Choi) dalam diskusi di kantor Bronies, Kamis (18/5/2023).
Kata Gus Choi, skenario untuk menggagalkan Anies mulai menggiring opini terlibat korupsi Formula E termasuk demonstrasi menolak kedatangan kunjungan mantan Rektor Universitas Paramadina Jakarta itu.
“Mereka punya skenario sampai pada berikutnya karena kasus di KPK gagal, diopinikan tidak punya partai ternyata punya partai, gangguan tidak mempan, supaya tidak dapat wakil presiden yang memilki elektabilitas tinggi. Pandangan mereka sama pikiran di lingkungan Anies,” jelasnya.
“Anies menang, kalau wakil presiden dari NU. Meskipun Khofifah elektabilitas hasil survei tidak tinggi, masih di bawah AHY. Khofifah menjadi faktor pemenang, akan fokus di jateng dan jatim. Survei kemarin itu tingkat nasional,” tegas Gus Choi.
Gus Choi juga mengatakan, ada upaya memenggal Anies agar tidak bisa menjadi calon presiden dengan cara tidak mempunyai partai pengusung.
“Namanya demokrat meskipun tidak cocok dengan rezim dirayu dikasih kompensasi tidak dukung Anies. PKS, sekjen dirayu, saya dapat infomasi dari istrinya sekjen PKS ditawari kompensasi agar tidak dukung Anies,” paparnya.
Kata Gus Choi, memanfaatkan KPK untuk menjegal Anies agar tidak bisa menjadi calon presiden.
“Ada langkah berikutnya menjegal Anies. target KPK on terus. Deklarasi NasDem, Surya Paloh mengusung Anies dalam rangka melawan KPK,” kata Gus Choi.
“Setelah deklarasi, sosialisasi ke mana-mana didemo, itu ciptaan. Mereka menggunakan selebaran Anies batal. Dibuat opini Anies ditolak masyarakat,” pungkasnya.
Terbongkar! Ini Cara Menjegal Anies Baswedan di Pilpres 2024
Anies Baswedan akan dijegal dengan berbagai cara di Pilpres 2024, di antaranya lewat kasus Formula E, menyebarkan fitnah di media sosial dan spanduk tudingan bapak identitas.
“Upaya menjegal Anies dari arena pilpres masih diusahakan. KPK masih mencari jalan untuk menjerat Anies dalam kasus Formula-E,” kata Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) Smith Alhadar, Senin (28/3/2023).
“Tetapi pemerintah menyadari upaya ini pun kian sulit direalisasikan karena, selain tak punya bukti, 3 parpol yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan telah secara resmi mengusung Anies sebagai capres mereka,” paparnya.
Kata Smith, cara kedua menjegal Anies membatasi ruang gerak Anies.
Kendati tak ada UU Pemilu yg dilanggarnya, Bawaslu tak henti mempermasalahkan kegiatan sosialisasi Anies di berbagai daerah.
“Ketiga, kampanye bahaya politik identitas. Badan Intelijen Negara (BIN) ikut bermain dlm hal ini. Ketua PP Nasdem Effendy Choiri mengaku menerima laporan tentang adanya operasi intelijen yang mengganggu safari Anies untuk melakukan provokasi terhadap masyarakat lewat spanduk (Kompas Tv, 24/3/2023),” jelas Smith.
Keempat, kata Smith, kalaupun nanti Anies ikut kontestasi pilpres, tak ada jaminan hajat nasional itu akan berjalan fair. Ada indikasi KPU bekerja sesuai arahan pemerintah.
Selain isu KPU Pusat mengintervensi KPUD dlm menetapkan parpol mana yang lolos dan mana yang tidak lolos verifikasi, juga dilaporkan hasil pilpres telah ditetapkan KPU.
Info ini datang dari Hasnaeni Moein yg mengaku telah memberikan gratifikasi tubuhnya kpd Ketua KPU Hasyim Asy’ari agar parpol yang dipimpinnya lolos verifikasi.
Lebih jauh, wanita emas ini mengaku mendapat info dari Hasyim bahwa KPU telah mengatur Ganjar Pranowo dan Erick Thohir sebagai pemenang pilpres.
Menurut Smith, upaya menjegal Anies tak bisa dilepaskan dari visi pembangunannya yang berbeda dengan Jokowinomics.
Otomatis semua legacy ekonomi dan politik Jokowi yang tak sejalan dengan visinya mungkin akan direvisi.
“Tetapi yang lebih mengkhawatirkan Jokowi — dan menteri-menteri kepercayaannya — adalah keselamatan diri dan kekuarganya terkait KKN, pelanggaran konstitusional, dan mungkin juga sejumlah masalah serius dari hasil perselingkuhannya dengan oligarki,” tegasnya.
Tentu saja tak ada niat Anies untuk mencelakakan Jokowi. Ia tidak melihat Jokowi sebagai sasaran balas dendam.
Tetapi memang ketika Anies mewujudkan visi dan misinya yang berdasarkan pada semangat reformasi, mau tak mau akan beririsan dengan legacy dan kepentingan keluarga Jokowi. Juga konco-konconya.
“Karena itulah kita menyaksikan kepanikan Jokowi dan Luhut dalam mengatur siapa yang akan mnjdi presiden berikut berhubung peluang Ganjar, jagoan Jokowi, menjadi capres kian kecil. Ini terindikasi dari pernyataan Megawati yang blak-blakan mengatakan beliau tahu persis ada capres yang menimbun kekayaan lewat korupsi,” pungkasnya.
Pengamat: Jika Ingin Menang Pilpres, Anies Harus Geser dari "Sayap Kanan" ke "Tengah"
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, Anies Baswedan mesti mengubah strategi politik jika ingin memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Menurut Umam, Anies harus mulai bergeser dari area politik "sayap kanan" ke "poros tengah".
"Ke depan, jika ingin menang, Anies harus segera menggeser persepsinya dari kutub 'kanan' ke 'tengah'," kata Umam, Jumat (17/2/2023).
Umam menyarankan Anies lebih tegas mewanti-wanti barisan pendukungnya supaya disiplin, tidak menggunakan politik kebencian dan politik identitas menuju pemilu.
Seandainya barisan pendukung Anies masih mencoba menjual narasi tersebut, hal itu justru bisa berbalik sebagai amunisi tajam bagi kompetitor untuk menghantam mantan gubernur DKI Jakarta itu.
"Alih-alih menguatkan dan mengonsolidasikan basis swing voters dan undecided voters, narasi politik identitas itu justru akan mendegradasi legitimasi politik pihak yang didukung," ujar Umam.
Namun demikian, menurut Umam, Anies tampaknya sudah sadar betul akan tantangan itu.
Oleh karenanya, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tersebut berulang kali menyinggung ihwal bahaya politik identitas dalam safari politiknya di Sumatera dan Jawa.
"Ketegasan Anies untuk mendisiplinkan barisan pendukungnya akan berpengaruh pada seberapa efektif ia bisa menetralisir tudingan 'kanan-konservatif' yang belakangan mulai dimunculkan oleh lawan dan kompetitor politiknya," kata Umam.
Umam menambahkan, menuju Pemilu 2024, politik identitas tetap berpeluang digunakan sejumlah pihak.
Sebab, politik identitas merupakan strategi yang sangat murah dan efektif untuk memobillisasi dukungan politik.
"Namun jika literasi politik masyarakat kian menguat, rakyat sudah merasa lelah untuk dibentur-benturkan, maka narasi politik identitas akan berubah menjadi strategi yang ahistoris dan tidak lagi relevan," tutur dosen Universitas Paramadina itu.