Oleh Asyari Usman
Anies Baswedan tak pernah berhenti memikirkan cara untuk memperbaiki Indonesia yang sedang amburadul. Dia memikirkan tumpukan utang yang semakin tinggi dan berdaya ledak dahsyat. Kesenjangan sosial dan perpecahan politik bisa menjelma menjadi konflik horizontal.
Anies memikirkan mafia yang tumbuh subur di mana-mana. Hampir di semua institusi dan lembaga pemerintahan. Negara di ambang kehancuran. Orang-orang yang berkuasa tidak memikirkan itu. Tapi, Anies kebalikannya. Dia memikirkan dampak yang sangat mengerikan.
Dia terus memikirkan solusi yang diperlukan. Dia perlihatkan kecemerlangan dan kematangan pikirannya ketika diminta menjelaskan di hadapan publik tentang apa-apa yang akan dia lakukan.
Anies memikirkan keadilan untuk semua; kehidupan yang layak untuk semua; pendidikan yang bagus untuk seluruh rakyat. Anies memikirkan cara memanfaatkan kekayaan alam untuk kemakmuran bersama tanpa kecuali.
Berpikir dan terus berpikir. Anies kini menjadi “King Mikir” alias “Raja Pikir”. Karena memang dia memikirkan cara untuk membangun Indonesia menjadi bangsa dan negara maju yang bermartabat.
Sebagai “King Mikir”, Anies menarik perhatian Surya Paloh, ketua umum Partai Nasional Demokrat (NasDem). Paloh bergegas menjadikan Anies bakal calon presiden (bacapres). “Why not the best,” kata Paloh. Waktu itu, Anies nyaris dijadikan tersangka Formula E oleh KPK dengan tuduhan yang tidak berdasar. Formula E memang satu-satunya celah selubang jarum untuk menjegal Anies.
Surya Paloh sangat paham gerak-gerik penjegalan Anies. Dia memutuskan untuk mengambil posisi sebagai “King Maker”. Menjadikan Anies presiden Indonesia. Dia bertekad agar Anies terpilih di pilpres 2024. Ketum NasDem mampu melihat potensi besar di dalam diri “King Mikir”. Indonesia akan menjadi negara hebat, adil dan makmur.
“King Maker” berusaha memuluskan jalan “King Mikir”. Paloh menyerempet risiko besar ketika mendeklarasikan Anies sebagai bacapres. Seterusnya, terbentuklah Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama PKS dan Partai Demokrat (PD).
Sekarang, “King Mikir” terus diganggu agar tidak bisa ikut pilpres. PD mau dirampas dengan tujuan agar tiket pilpres Anies batal. Kalaupun akhirnya bisa ikut, dia akan diganggu agar tidak bisa menang. Dan itu dengan segala cara. Termasuk langkah atau tindakan yang bertentangan dengan konstitusi, demi penjegalan Anies.
Yang melakukan upaya penjegalan itu tidak tanggung-tanggung. Dia adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) --orang yang sangat berkuasa. Bisa melakukan apa saja. Dia mengatur siapa capres dan cawapres yang diinginkannya.
Bahkan Jokowi mengatur komposisi koalisi partai seandainya akan tampil tiga pasang capres di pilpres 2024. Diatur siapa-siapa yang berkoalisi untuk Ganjar Pranowo dan siapa-siapa saja untuk Prabowo Subianto. Jokowi ingin mengatur agar pilpres hanya diikuti dua capres, yaitu Ganjar dan Prabowo. Dengan skenario dua capres tanpa Anies Baswedan, pilpres bisa dikendalikan supaya Ganjar menang.
Ini jelas-jelas melanggar konstitusi, kata para pakar hukum tatanegara. Dan juga melecehkan etika berpolitik dan etika berdemokrasi. Tetapi Presiden Jokowi tak peduli. Dia jalan terus dengan cara-cara partisan yang inkonstitusional itu.
Sejak akhir Maret 2022, Jokowi diyakini mencoba skenario tiga periode, tapi gagal. Dia kemudian mencoba memperpanjang kekusaan 2-3 tahun dengan menunda pemilu, juga gagal. Karena buntu di sini, Jokowi melakukan intervensi yang sangat jauh dalam urusan pilpres 2024. Dia ingin sekali Ganjar Pranowo menjadi presiden. Kepala negara menjadi broker pilpres merupakan pelanggaran konstitusi secara terang-terangan.
Melanggar konstitusi bisa juga disebut melakukan perbuatan makar. Ini yang dikatakan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, awal Maret 2023.
Tentu kita semua tidak ingin ada orang yang menyebut Jokowi sebagai “King Makar”. Kita berharap beliau selesai secara terhormat. Dan berhenti mencampuri urusan pilpres.
Kita juga tidak ingin ada orang yang mengatakan “King Mikir” berjumpa “King Maker” tapi dijegal oleh “King Makar”.[]
9 Mei 2023