Banyak kalangan mengkritisi kebijakan subsidi kendaraan listrik yang diputuskan di penghujung pemerintahan Jokowi. Kebijakannya sangat aneh, karena subsidi bukannya untuk rakyat kecil atau wong cilik. Namun mengalir ke orang kaya, bahkan pejabat eselon I dan II PNS.
Direktur Eksekutif INDEF Ahmad Tauhid menyebut, jelas-jelas subsidi mobil listrik bukan untuk rakyat Indonesia yang membutuhkan. Karena menyasar kelompok kaya yang tak perlu subsidi. Termasuk rencana pengadaan kendaraan listrik untuk pegawai eselon I dan II PNS di Indonesia yang dibatasi mulai Rp746 juta hingga hingga Rp966 juta. Untuk sepeda motor listrik, harga untuk pengadaannya dibatasi Rp28 juta.
“Ini kebijakan yang ngga pas. Yang harusnya disubisidi itu transportasi publik, atau rakyat miskin. Bukan pejabat eselon I atau II yang gaji dan fasilitasnya sudah gede. Dana tersebut sebaiknya untuk transportasi publik,” kata Tauhid kepada Inilah.com di Jakarta, pertengahan pekan ini.
Tauhid tak mengerti alasan Menkeu Sri Mulyani menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2024. Beleid ini mematok anggaran Rp966,8 juta untuk pengadaan kendaraan listrik untuk eselon I PNS di Indonesia.
Sedangkan untuk eselon II PNS akan dibekali mobil listrik yang harga maksimalnya Rp746,11 juta. Untuk operasional kantor, mobil listriknya dibatasi Rp430,08 juta per unit. Untuk kelas motor listrik PNS, pengadaannya dibatasi di harga Rp28 juta per unit.
Asal tahu saja, sejak 20 Maret 2023, pemerintah menyediakan subsidi Rp70 juta hingga Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik. Ada dua merek yang dipastikan mendapatkan subsidi ini, yakni Hyundai IONIQ 5 dan Wuling Air ev. Sedangkan untuk pembelian motor listrik, subsidinya dipatok Rp7 juta.
Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No: 49/2023 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2024. PMK yang dikeluarkan Sri Mulyani pada 28 April 2023, berlaku sejak 3 Mei 2023. Beleid ini, menetapkan acuan untuk pengadaan mobil listrik di kementerian dan lembaga. Mobil listrik untuk PNS eselon I, harganya maksimal Rp966,8 juta per unit. Sedangkan mobil listrik untuk eselon II dibatasi Rp746 juta per unit. Untuk pengadaan motor listrik PNS biasa dibatasi Rp28 juta per unit.
Tak berhenti di situ, pengadaan mobil listrik untuk operasional kantor dibatasi Rp430 juta per unit. Pun demikikian dengan biaya perawatan ditanggung negara. Untuk mobil listrik pejabat negara, anggaran perawatannya maksimal Rp14,84 juta per tahun.
Mobil listrik eselon I maksimal Rp11,10 juta per tahun, eselon II maksimal Rp10,99 juta per tahun. Kendaraan operasional ditetapkan maksimal Rp10,46 juta per tahun dan motor listrik PNS sebesar Rp3,2 juta per tahun. Intinya, pejabat negara dan PNS benar-benar dimanjakan karena bisa menikmati kendaraan listrik gratis. Dan tak perlu keluar duit untuk perawatan.
Pelit bantu orang miskin
Ternyata, pemerintahan Jokowi tergolong pelit kepada rakyat miskin. Ini dibuktikan dengan rendahnya rasio anggaran bantuan sosial (bansos) terhadap Produk Domestik Bruto. Pada 2022, rasio bansos terhadap PDB di Indonesia hanya 0,55 persen.
Ketimbang negara-negara di ASEAN, Indonesia paling jeblok. Misalnya, Malaysia sebesar 0,76 persen, Filipina 0,67 persen, Thailand 1,69 persen, dan Vietnam 1,55 persen. Terlihat jelas, Indonesia paling pelit berbagi bansos kepada rakyatnya yang hidup bergelimang kemiskinan.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sependapat, total belanja bansos Indonesia masih kelompok terbawah di ASEAN. Ideal anggaran bansos di deretan 1,5 hingga 2 persen dari PDB.
Padahal, bila pemerintah tak pelit kepada rakyatnya, dampaknya luar biasa. Kemiskinan berkurang. “Kan enggak ada yang mau hidup miskin. Nah, kalau belanja bansos di angka ideal, kemiskinan bisa turun ke 7,5 persen hingga 8 persen. Tahun bisa jadi, belanja bansos makin susust. Karena itu tadi, disedot subsidi kendaraan listrik.”
Subsidi pupuk turun Rp2 triliun per tahun
Eks Menteri Perdagangan yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel merasa tak ada keadilan. Ketika banyak petani menjerit karena pupuk mahal, pemerintah justru menerbitkan subsidi mobil listrik. Penikmatnya hanya orang kaya, pejabat negara, bahkan oligarki.
Menurut dia, sektor pertanian, seharusnya mendapat atensi khusus dari pemerintah. Besaran subsidinya dijaga tidak turun. “Subsidi untuk yang papa, bukan untuk yang berdaya. Mari kita gunakan akal sehat dan nurani kita dalam bernegara. Mana yang lebih prioritas dan urgen, membangun pertanian dengan mensubsidi petani dan pertanian atau mensubsidi mobil listrik dan pengusaha kaya,” ujar Gobel, di Jakarta, dikutip Rabu (17/5/2023).
Berdasarkan catatan politikus NasDem asal Gorontalo ini, anggaran subsidi pupuk terus menurun. Pada 2019, misalnya, subsidi pupuk ditetapkan Rp34,3 triliun. Tahun berikutnya turun menjadi Rp31 triliun. Pada 2021, turun menjadi Rp29,1 triliun. Turun lagi Rp25,3 triliun pada 2022. Tahun ini, tersisa Rp24 triliun. Artinya, subsidi pupuk dalam lima tahun, susutnya hampir Rp10 triliun. Atau setara Rp2 triliun per tahun.
Menurut Gobel, pemerintah seharusnya fokus pada masyarakat miskin seperti petani demi ekonomi Tanah Air, bukan malah jor-joran memberikan subsidi kepada yang tak berhak, yakni masyarakat mampu, pengusaha bahkan oligarki. Jelas kalau konsumen mobil listrik adalah kelompok kaya. “Pemerintah seharusnya fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan pada umumnya dibanding menggelontorkan subsidi untuk kendaraan listrik,” ungkapnya.