DPR mengharapkan adanya audit dan investigasi terhadap mega proyek Bukit Logaritma di Kabupaten Sukabumi untuk menghindari dana APBN terpaksa mengucur di proyek tersebut.
Anggota Komisi VI DPR, Amin AK menilai selain tidak memiliki perencanaan matang, proyek Bukit Algoritma tidak mempertimbangkan situasi nasional maupun global yang dihantam pandemi. Banyak perusahaan besar tumbang terdampak pandemi, apalagi proyek rintisan.
Amin menjelaskan alur yang sudah sudah menjadi kebiasaan untuk mega proyek sehingga banyak investor berminat. Pemerintah pusat akhirnya turun tangan dengan menyiapkan pendaaan melalui penerbitan surat utang negara. Di pasar keuangan agar investor swasta mau membeli surat utang tersebut, maka dibutuhkan jaminan dari pemerintah. Dengan cara itu, swasta yakin jika terjadi masalah dengan proyek, investasi mereka mendapatkan proteksi lewat penjaminan pemerintah.
“Saya khawatir, meskipun proyek Bukit Algoritma sampai saat ini mangkrak, namun investasi sudah dikucurkan. Perlu audit dan investigasi untuk mencegah APBN terseret oleh proyek ini,” kata Amin.
“Saat BUMN mengerjakan mega proyek bernilai triliunan rupiah, biasanya mereka menerbitkan surat utang dengan jaminan pemerintah. Karena keuangan BUMN akan mengalami ‘bleeding’ jika tidak menerbitkan surat utang,” jelas Amin AK, yang juga politisi PKS ini, Jumat (19/5/2023) seperti mengutip laman resmi DPR.
Saat ini, Amin mengakui, proyek tersebut saat ini belum menggunakan APBN. Kondisinya pun terhenti sejak groundbreaking sejak tahun 2021 lalu. Hal itu disampaikan Amin AK saat menyoroti pelibatan BUMN Amarta Karya dalam proyek yang digadang-gadang sebagaisilicon valley-nya Indonesia itu.
Nasib proyek Bukit Logaritma ini, menurut Amin, seperti sejumlah proyek yang akhirnya membebani keuangan negara seperti pembangunan LRT Palembang dan Bandara Kertajati awalnya juga tidak menggunakan anggaran dari negara. Namun, karena sepanjang pembangunan mengalami permasalahan, akhirnya negara terpaksa menyuntikkan modal kepada BUMN atau perusahaan-perusahaan yang belum menyelesaikan proyek tersebut.
Lebih lanjut Amin mengungkapkan, berbagai proyek mangkrak yang ada, itu semua karena buruknya perencanaan. Proyek tidak didukung dengan studi kelayakan atau ‘feasibility studies’ yang dilakukan secara profesional. “Sejak awal, Gubernur Ridwan Kamil sudah mengingatkan kelemahan proyek Bukit Algoritma ini. Tapi peringatan itu dianggap angin lalu,” lanjut Amin.
Konsep silicon valey itu menggabungkan tiga pilar yakni, Universitas dengan kapasitas riset dan inovasi tinggi, industri pendukung yang mendukung inovasi, serta institusi finansial yang siap mendanai proyek riset dan rintisan (start up).
Dengan demikian, dugaan saat ini ketiga pilar yang akan menopang keberlangsungan proyek tersebut tidak terwujud. Dalam dua tahun terakhir sejak groundbreaking, tidak ada terobosan riil untuk memenuhi tiga pilar tersebut.
“Untuk mencegah munculnya kerugian negara yang timbul sebagai dampak ikutan kegagalan proyek ini, harus ada audit. BUMN Amarta Karya harus memberi penjelasan kepada publik. Komisi VI DPR akan mendalami masalah tersebut,” jelas Amin.
Bukit Algoritma rencananya dibangun di lahan seluas 888 hektare, yang meliputi empat desa. Tiga desa di antaranya, di Kecamatan Cikidang, yakni Cicareuh, Pangkalan, dan Tamansari. Sementara, Desa Neglasari masuk Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Harapannya, proyek tersebut mendapatkan status KEK atau Kawasan Ekonomi Khusus, yang memberikan beberapa kebijakan kemudahan bagi para investor yang menggelontorkan dananya ke proyek tersebut.