Bakal Calon Presiden yang diusung oleh Koalisi Perubahan, Anies Baswedan membandingkan soal pembangunan infrastruktur yang dibangun Presiden Joko Widodo dengan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Anies, pemerintahan Jokowi lebih mementingkan pembangunan infrastruktur berupa jalan berbayar atau jalan tol.
“Pemerintahan kali ini berhasil membangun jalan tol terpanjang dibandingkan periode-periode sebelumnya. 63 persen dari seluruh jalan tol berbayar yang ada di Indonesia dibangun di era pemerintahan sekarang, sepanjang 1.569 km dari total 2.499 km itu adalah jalan berbayar,” kata Anies di Istora Senayan Jakarta, Sabtu (20/5/2023).
Sementara untuk jalan provinsi yang tidak berbayar terhitung masih lebih sedikit bila dibandingkan era Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono.
“Sedangkan jalan yang tak berbayar yang digunakan oleh semua secara gratis, yang menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut-sudut desa ke perkotaan, yang membawa produk-produk pertanian. Baik jalan nasional, jalan provinsi ataupun Jalan Kabupaten terbangun 19.000 KM di pemerintahan ini,” ujar Anies.
“Kalau coba saya bandingkan dengan pemerintah 10 tahun lalu di jaman Presiden pak SBY. Jalan tak berbayar yang dibangun adalah sepanjang 144.000 km atau 7,5 kali lipat,” imbuhnya.
Anies kemudian kembali mencoba memberikan perbandingan soal pembangunan infrastruktur di era kepemimpinan sebelum SBY dengan era Jokowi saat ini.
Pembangunan jalan gratis untuk rakyat pun masih jauh lebih sedikit.
“Bila dibandingkan dengan jalan nasional di pemerintahan ini membangun jalan nasional sepanjang 590 km di era 10 tahun sebelumnya sebelumnya 11.800 KM, 20 kali lipat,” kata Anies.
Anies kemudian juga menyinggung terkait kesetaraan rakyat. Seharusnya era kepemimpinan Jokowi harus lebih mengedeoankan sikap berkeadilan lantaran rakyat kecil pun membutuhkan akses jalan yang bagus untuk mengangkut hasil panen mereka.
“Infrastruktur ini diperlukan bersama-sama, tapi yang perlu kita perhatikan di sini bahwa keberpihakan. Ketika bicara institusi ekonomi memberikan kesetaraan, kesempatan, kepada semuanya kita perlu memikirkan ke depan institusi yang inklusif, infrastruktur yang menunjang keseharian,” katanya.
Singgung Negeri yang Hukumnya Bisa Ditekuk Untungkan Penguasa, Anies: Mudah-mudahan Tidak Ada di Negara Kita
Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan berbicara mengenai ciri-ciri negara dengan institusi politik yang kerap memeras dan menyingkirkan pihak yang berada di luar lingkar kekuasaan.
Anies berharap Indonesia bukan merupakan negara dengan ciri-ciri yang seperti itu.
Hal tersebut Anies sampaikan dalam pidato kebangsaannya di puncak Milad ke-21 PKS, Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/2023).
Awalnya, Anies mengatakan negara dengan institusi politik yang bersifat memeras dan menyingkirkan cenderung mengonsolidasikan kekuatan kewenangan pada satu pemimpin, satu grup, dan satu kelompok saja.
Imbasnya, kekuasaan tidak dibagikan secara merata kepada seluruh rakyat.
"Negara dengan institusi politik yang memeras dan menyingkirkan memberikan kesempatan partisipasi yang terbatas, partisipasi yang terkendali. Bahkan mereka-mereka yang berbeda pikiran politiknya sering dipinggirkan dari arena," ujar Anies.
Menurut Anies, jika ada negara yang seperti itu, biasanya aturan hukum yang ada di negeri tersebut mudah ditekuk.
Bahkan, kata dia, tidak jarang pula hukum dibuat hanya untuk menguntungkan pihak yang berada di dalam lingkar kekuasaan.
"Negara dengan institusi politik yang memeras menyingkirkan ini sering tidak mengindahkan etika, aturan hukum, bahkan peraturan bisa ditekak-tekuk, bisa diterapkan setelah tebang pilih," tuturnya.
"Dan seringkali dibuat hanya untuk menguntungkan mereka yang sedang berada di dalam lingkar kekuasaan," sambung Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut pun berharap ciri-ciri negara dengan institusi politik memeras itu tidak ada di Indonesia.
Akan tetapi, dirinya tetap menanyakannya kepada kader PKS yang hadir. Para kader PKS mengaku merasakan realita itu terjadi di Indonesia.
"Mudah-mudahan tanda-tanda seperti ini tidak ada di negeri kita. Ada apa tidak? Ada yang merasakan? Jangan sampai ada. Karena itu tanda-tanda bukan menuju kesuksesan," imbuhnya.