Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut buka suara terhadap viralnya cerita artis Soimah atas perlakuan petugas pajak yang sempat ia alami.
Cerita itu ia sampaikan dalam Podcast Blakasuta di Youtube mojokdotco bersama Butet Kartaredjasa.
"Saya mendapat kiriman video dari Mas @masbutet yang mengadu ke saya mengenai keluhan dan kekesalan Bu @showimah akibat perlakuan 'aparat pajak'," kata Sri Mulyani melalui akun instagramnya, Minggu (9/4/2023).
Sri Mulyani mengatakan, setelah menyaksikan video yang viral itu, ia telah meminta tim dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan meneliti permasalahan yang dialami Soimah.
Lalu ia pun menyampaikan penjelasan dalam bentuk video yang dinarasikan bawahannya.
"Saya meminta tim @ditjenpajakri melakukan penelitian masalah yang dialami Bu Soimah. Berikut penjelasan secara lengkap, detail, dan akurat dari rekan-rekan @ditjenpajakri. Semoga memberikan titik terang bagi masyarakat," ujar Sri Mulyani.
Secara garis besar, isi yang disampaikan tim dari Ditjen Pajak itu serupa dengan yang telah disampaikan Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo kemarin.
Mulai dari penjelasan tidak adanya debt collector yang digunakan Ditjen Pajak, hingga tak adanya pegawai pajak yang bertemu dengan Soimah.
"Kami akan terus melakukan perbaikan pelayanan. Terima kasih atas masukan dan kritikan yang konstruktif. Untuk Indonesia yang lebih baik!" Ujar Sri Mulyani.
Penjelasan pertama terkait kasus Soimah ini mengenai kisah pada 2015 ketika Soimah membeli rumah.
Mengikuti kesaksiannya di Notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain Pemda, bukan petugas pajak Ditjen Pajak.
Dalam penjelasan video itu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), termasuk KPP Bantul biasanya hanya memvalidasi.
Jika pun ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Kedua, tentang kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector, masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas.
Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 m2 terutang PPN 2% dari total pengeluaran.
UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena.
Dalam penjelasan Prastowo kemarin, sebagaimana ada dalam video instagram Sri Mulyani juga, dari hasil pemeriksaan petugas pajak, nilai bangunan yang Soimah buat itu malah ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 miliar.
"Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2% dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan," tuturnya.
Adapun terkait pembahasan adanya debt collector yang dibawa petugas pajak saat mendatangi Soimah, menurut Prastowo, sebetulnya Kantor Pajak menurut undang-undang sudah punya penagih utang sendiri, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN).
"Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector?" kata Prastowo.
Ia bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.
"Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar," ujar Prastowo.
Adapun permasalahan ketiga, terkait cerita Soimah saat dihubungi petugas pajak yang seolah dengan cara tidak manusiawi mengejar untuk segera melaporkan SPT di akhir Maret 2023 ini.
Prastowo mengatakan sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak.
"Duh...saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini. Meski punya kewenangan, ia tak sembarangan menggunakannya. Ia hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan," tuturnya.
Ternyata perlakuan itu dianggap memperlakukan Soimah seperti maling, bajingan, atau koruptor.
Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP menurut Prastowo dan video keterangan petugas Ditjen Pajak yang dibagikan Sri Mulyani menyatakan tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi ke Soimah.
"Saya sudah menghubungi Mas Butet yang menyediakan diri menjadi penengah yang baik. Beliau mengajak pihak KPP dan Soimah duduk bareng, ngobrol hati ke hati. Tak perlu masing-masing merasa yang (paling) benar," ucap Prastowo.