Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan didesak turun tangan dan berperan aktif dalam pembebasan pilot Susi Air, Philips Mark Merhtens asal Selandia Baru yang disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, hal itu dibutuhkan agar penanganan secara persuasif bisa lebih optimal sehingga tidak ada lagi kontak senjata.
Terlebih, penyanderaan pilot yang sudah dua bulan lebih ini hingga kini belum menemui titik terang, bahkan mengakibatkan adanya korban jiwa.
“Kami menyampaikan bela sungkawa atas insiden yang terjadi pada Sabtu (15/4/2023) yang mengakibatkan enam anggota TNI gugur di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan,” kata Kepala Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits Bernard Ramandey dikutip Antara, Senin (17/4/2023).
Dia memandang, siklus kekerasan baik fisik dan psikis terjadi secara terus menerus setelah adanya penyanderaan pilot tersebut. Korban tidak hanya masyarakat, tetapi juga dari pihak TNI.
“Jika siklus ini dibiarkan maka akan memberikan dampak situasi HAM yang semakin buruk, terutama di wilayah pegunungan akan terdampak,” ujarnya.
Frits mendorong adanya pendekatan secara persuasif. Sebab, kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan. Sebab, apabila terjadi hal itu hanya kan menimbulkan kekerasan baru.
“Pada situasi seperti ini yang paling bertanggung jawab adalah negara, diwakili oleh pemerintah karena itu sesuai dengan arahan dari Presiden Jokowi kepada Panglima TNI dan Kapolri untuk menyelesaikan kasus tersebut sebaiknya mengedepankan upaya persuasif,” katanya lagi.
Pihaknya juga berharap adanya pembentukan tim yang lebih presentatif dengan otoritas dan bekerja secara baik dengan melaporkan langsung kepada Presiden.
“Tim tersebut nantinya akan menghadirkan elemen masyarakat dan instansi lokal yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan semua pihak sehingga menyelesaikan kekerasan bersenjata di Papua,” ujar Frits menambahkan.