Derap langkah kaki para peziarah terdengar mendekat ke bangunan berukuran 6x12 meter berwarna hijau yang dikelilingi ratusan nisan.
Suara itu perlahan menghilang di depan sebuah pusara bertirai merah tua, berganti lantunan ayat suci yang menggema dari berbagai sudut.
Puluhan peziarah terpantau hilir mudik sejak pagi hingga siang di komplek makam Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad atau lebih akrab disapa Habib Kuncung di Jalan Rawajati Timur II, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (16/3).
Komplek makam Habib Kuncung bersebelahan dengan Masjid Jami At-Taubah yang merupakan masjid tertua di Kalibata dengan usia kurang lebih satu abad.
Gapura bertuliskan 'Kramat Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad (Habib Kuncung) dan Makam Keluarga Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad,' menjadi tanda pemisah antara dua bangunan tua itu.
Tak jauh dari gapura, beberapa pedagang aksesoris Muslim tampak menjajakan dagangannya. Mulai dari peci hingga poster Habib Kuncung.
Komplek makam Habib Kuncung terbentang begitu luas. Ratusan makam berjirat keramik mengelilingi bangunan berwarna hijau yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Habib Kuncung. Bahkan, beberapa makam juga berada di selasar gubah itu.
Gubah tersebut berisi tujuh makam yakni Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad atau Habib Kuncung, Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad, Syarifah Fatmah binti Abdullah bin Haddad, dan Habib Abdurahman bin Syahab.
Kemudian ada Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Attas, Habib Husain bin Ummar Al-Attas, dan Habib Thoha bin Muhammad bin Abdullah.
Satu di antaranya tertutup rapat oleh kelambu berwarna merah tua. Di balik kelambu itu bersemayam Habib Kuncung.
Pengurus makam Habib Kuncung, Muhammad Bagus Hidayatullah (44) mengatakan bahwa kelambu merah yang membalut makam tersebut diibaratkan seperti baju bagi seseorang yang memiliki kedudukan tinggi.
CNNIndonesia.com bersama Bagus membuka kelambu yang membalut makam itu. Semerbak harum wangi bunga asli menyeruak di hidung tatkala kelambu tebal tersebut dibuka. Menurutnya, kelambu itu tak bisa sembarangan dibuka. Bahkan, oleh peziarah sekalipun.
Terlihat jirat dan nisan makam Habib Kuncung terbuat dari marmer. Selain itu, makam Habib Kuncung juga tampak lebih tinggi dari enam makam yang berada di sebelahnya. Hal itu lantaran Habib kuncung dinilai memiliki derajat yang paling tinggi.
Bagus menuturkan Habib Kuncung berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan. Beliau merupakan saudagar kaya di negeri itu.
Ilmu agama dipelajari Habib Kuncung langsung dari sang ayah. Usai belajar ilmu agama, beliau mendapat bisyarah atau petunjuk untuk hijrah ke Asia. Negara Asia yang disinggahi pertama kali adalah Singapura. Di sana beliau meninggalkan seluruh harta kekayaannya dan memutuskan kembali ke Yaman.
Setelahnya, Habib Kuncung hijrah ke Surabaya dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Di NTT Habib Kuncung mempersunting Syarifah Rogoan dan dikaruniai satu orang anak bernama Habib Muhamad.
"Setelah itu beliau datang ke Bugis, Sulawesi Selatan," ucap Bagus.
Nama Habib Kuncung berawal dari pemberian sebuah peci berbentuk kerucut dari seorang Raja Bugis. Peci itu merupakan hadiah untuk Habib Kuncung lantaran berhasil menyembuhkan putri mahkota dari raja tersebut.
Menurutnya, nama Habib Kuncung pertama kali terdengar di Surabaya.
"Pecinya kan modelnya panjang. Orang enggak tau nama aslinya. Itu Habib Kuncung tuh Habib Kuncung. Itu yang pakai peci kuncung tuh. Nah di situlah awal mulanya panggilan Habib Kuncung," jelas Bagus.
Singkat cerita, Habib Kuncung memutuskan menetap di Jakarta tepatnya di Kalibata. Di situ beliau bertemu dengan Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad yang merupakan tuan tanah di Kalibata. Keduanya lantas menjalin hubungan layaknya saudara.
Tak selang lama Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad jatuh sakit dan kemudian meninggal pada 1916.
Namun, sebelumnya Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad sempat bertanya kepada Habib Kuncung ihwal keinginannya. Habib Kuncung pun meminta sebuah rumah kecil di Kalibata.
"Setelah itu, 10 tahun kemudian Habib Ahmad (Habib Kuncung) nyusul tahun 1926, diperkirakan seperti itu," ujar Bagus.
Bagus mengatakan jenazah Habib Kuncung sempat tak bisa diangkat usai disalatkan di Masjid Jami At-Taubah. Padahal, saat itu liang lahat telah disiapkan.
"Pas diangkat jenazahnya enggak bisa. Diangkat enggak bisa semua," ucapnya.
Kemudian, saudara Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad, Habib Thoha bin Ja'far melakukan salat dan meminta petunjuk Allah SWT.
"Ternyata ruhnya beliau ngomong 'gue pengen di sini karena gue udah ada omongan sama Habib Abdullah bin Jafar," kata Bagus.
"Akhirnya digalilah di sini pas di kepalanya Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad. Pas digali selesai, akhirnya pas diangkat bisa. Akhirnya beliau masuk ke situ. Itu asal muasal jenazah tidak bisa diangkat karena semacam ada ikatan dari omongan Habib Abdullah bin Ja'far Al Haddad sama Habib Kuncung," sambungnya.
Bagus menyebut gaung nama Habib Kuncung sudah terdengar hingga seluruh penjuru negeri. Makam Habib Kuncung, kata dia, setiap harinya ramai oleh peziarah. Kebanyakan dari mereka berziarah pada malam hari karena merasa lebih khusyuk dalam memanjatkan doa-doa.
"Kemarin peziarah yang pernah saya temuin dari Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dari Australia, Belanda dan Inggris," katanya.
"Kalau dalam negeri kebanyakan dari Banjarmasin, Kalimantan. Kalau dari Sulawesi ada Ternate, Gorontalo, Palu. Dari Papua juga ada. Yang dari Bali pun ada. Surabaya banyak," imbuhnya.
Usai memanjatkan doa-doa di depan makam, para peziarah umumnya mengambil air dari gentong yang berada di area teras gubah. Gentong itu berjumlah tiga buah dengan ukuran cukup besar.
Mereka tampak sudah menyiapkan botol kosong dari rumah. Beberapa terlihat meminum langsung air tersebut dengan gelas warna-warni yang telah disediakan oleh pihak pengurus makam.
"Gentong ini disiapkan disebutnya sebagai air keberkahan. Air ini berfungsi menurut niat dan hajat kita. Air ini sebagai wasilah karena diyakini mampu menyembuhkan dan hajat hajat lainnya terutama penyakit," terang Bagus.
Bagus berujar banyak pula peziarah yang mengaku-ngaku sebagai keturunan dari Habib Kuncung.
Padahal, putra semata wayangnya yakni Habib Muhammad tak dikaruniai seorang anak meski menikah dua kali. Oleh sebab itu, garis keturunan Habib Kuncung pun terhenti.
Masyarakat kala itu mengenal Habib Muhammad dengan sebutan Mat Lapang lantaran cadel. Namun, wafat dan makam Habib Muhammad hingga kini tak diketahui oleh siapapun.
Menurutnya, orang-orang yang mengaku sebagai keturunan Habib Kuncung memiliki maksud dan tujuan yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
"Dijual untuk menyedot jamaah-jamaah, ujung-ujungnya beda ada maksud lain," ujarnya.
Tak hanya masyarakat umum, kata Bagus, banyak juga para politikus yang mendatangi makam Habib Kuncung. Terlebih saat menjelang pemilihan umum seperti pada 2019 lalu.
Hal itu dilakukan lantaran mereka meyakini bahwa makam Habib Kuncung merupakan kunci untuk wilayah DKI Jakarta.
"Pertama, sini merupakan kunci wilayah Jakarta. Kedua, di sini untuk jabatan tuh cepet karena beliau sebagai ahli darkah suka ngebantu siapapun begitu dipanggil beliau datang," katanya.
Mengutip jurnal berjudul 'Analisis Daya Tarik Wisata Religi di Makam Habib Kuncung dan Masjid Jami At Taubah Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan' oleh Adinda Shafa Ardiyanti, Habib Kuncung merupakan orang yang memiliki kemampuan melebihi manusia pada umumnya yang tidak bisa di nalar menggunakan logika atau disebut dengan Khariqul a'dah.
Dengan kemampuan itu, orang-orang yang tengah mengalami suatu permasalahan pelik meminta nasihat maupun fatwa. Nasihat tersebut akan diberikan merujuk pada Al Quran dan Hadits.
Seperti misalnya saat kawasan Masjid Jami At-Taubah mengalami kekeringan, masyarakat berbondong-bondong meminta doa kepada Habib Kuncung.
Kemudian Habib Kuncung pergi ke dekat kali Ciliwung dengan membawa bambu. Beliau lantas menancapkan bambu tersebut ke dalam dinding Ciliwung hingga kemudian mengeluarkan air.
Menurut Dinas Pariwisata DKI Jakarta (2020), banyak masyarakat yang menziarahi makam Habib Kuncung sekaligus merenungkan cara hidup yang harus dijalani dengan tawadu dan kesalehan yang utuh.
Hakikat dari berziarah adalah mendoakan rahimatullah sebagai bukti kecintaan kepada ulama serta mengingat akan kematian dan munculnya tekad kuat dari dalam hati untuk memperbaiki niat dan ibadah hanya kepada Allah.
Fenomena ziarah makam merupakan tradisi turun-temurun yang sudah berakar kuat di kalangan umat Islam nusantara sebagai bentuk penghormatan kepada nenek moyang khususnya para wali atau penyebar agama Islam di tanah nusantara.