Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku China tetap mematok suku bunga pinjaman untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sebesar 3,4%.
Negosiasi Luhut dengan pihak China agar mau menurunkan menjadi 2% gagal.
"Maunya kita 2% tapi kan gak mungkin juga terus tercapai," ungkap Luhut saat jumpa pers di Kantor Kemenko Marves Jakarta, Senin (10/4/2023), dikutip dari CNBCIndonesia.
Menurut Luhut, bunga pinjaman China sebesar 3,4% jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebanyakan negara lain yang rata-rata 6%.
"Karena gak mungkin semua keluar kan sekarang bunganya bisa 6%. Jadi kalo dapat kita 3,4% misal abis itu ya udah," ucap Luhut.
BENARKAH KLAIM LUHUT?
Sejumlah pemerhati transportasi menilai tingkat bunga China 3,4 persen masih terlampau tinggi.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, membandingkan tingkat bunga tersebut dengan tingkat bunga yang ditawarkan Jepang saat mengikuti seleksi proyek kereta cepat, yakni 0,1 persen per tahun dengan tenor 40 tahun.
"Kalau bunga 0,1 persen per tahun, baru bisa disebut pinjaman lunak. Tapi, kalau 2 persen bahkan 3,4 persen, itu sama seperti bunga perbankan komersial," ujar Deddy, dikutip dari Koran Tempo, Selasa (11/4/2023).
Ia menuturkan bahwa tingkat bunga tersebut tidak menguntungkan dan akan sangat membebani PT KAI (Persero) sebagai pemimpin konsorsium KCIC kelak.
"Padahal BUMN kita arus kasnya mpot-mpotan," ujarnya.
Deddy pun mempersoalkan skema kerja sama dengan Cina karena sebagian sumber daya manusia serta sarana dan prasarana kereta cepat harus didatangkan dari Negeri Panda.
Ia berujar, kondisi itu tidak menjadi soal jika Cina memberikan pinjaman lunak.
"Sama seperti Jepang menawarkan pinjaman lunak di proyek MRT, konsekuensinya semua diatur Jepang. Tidak masalah. Persoalannya, utang dengan Cina hitungannya kredit biasa, tapi tetap mendatangkan SDM dan sarana dari sana," kata dia.
Guru besar transportasi Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, mengatakan besaran suku bunga pinjaman sejatinya bergantung pada kesepakatan dua negara. Namun ia menilai angka 3,4 persen cukup tinggi dan seperti pinjaman komersial.
ingkat bunga ini jauh berbeda dengan bunga proyek MRT Jakarta yang sangat rendah karena merupakan pinjaman berbasis special terms for economic partnership dan tidak bersifat komersial. Musababnya, MRT juga dioperasikan berbasis subsidi pemerintah.
Dengan masuknya dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke skema pembiayaan kereta cepat Jakarta-Bandung berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021, Sutanto berpendapat bahwa semestinya tingkat bunga cost overrun bersifat non-komersial. Apalagi kereta cepat juga dimaksudkan sebagai sarana transportasi publik.
"Pinjaman ini selayaknya berbasis G2G (government-to-government) dan bukan B2B (business-to-business) karena ada unsur APBN dalam skema pendanaannya, sehingga suku bunga pinjaman juga harus disesuaikan sebagai pinjaman non-komersial," kata dia.
INDONESIA AKHIRNYA TERJERAT UTANG CHINA....
DAN JEPANG MENTERTAWAKAN...
"Dulu konsep dari Jepang, biaya 90triliun, bunga 0,1% 40 tahun. Kita pilih 'tukang jiplak' (China) dengan biaya 120 triliun dan bunga 3,4%, konsesi 80 tahun. Pingin nya dibilang pintar terus tapi..," sentil Bang Edi @BangEdiii.