Rencana kunjungan Anies Baswedan ke sejumlah daerah di Jawa Timur mendapat penolakan dari kelompok masyarakat yang mengatasnamakan dirinya Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB).
Bentuk penolakan itu, PNIB lakukan dengan memasang spanduk di sejumlah titik Kota Surabaya.
Beberapa di antaranya dipasang di sekitar Masjid Al Akbar Surabaya, Kebun Binatang Surabaya, dekat Masjid Rahmat, sekitar Tunjungan Plaza dan Taman Bungkul.
Spanduk itu bertulis 'PNIB Surabaya, Jawa Timur dan Indonesia tolak khilafah, radikalisme, terorisme politik identitas ayat & mayat seperti Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta'. Terpampang juga gambar wajah Anies yang dicoret.
"Kami, PNIB secara tegas menolak Anies, karena kami konsisten melawan politik identitas, radikalisme dan terorisme," kata Ketua Umum PNIB Waluyo Wasis Nugroho, atau Gus Wal dikonfirmasi, Rabu (15/3).
Gus Wal menyebut, PNIB tak ingin Anies mengulang praktik politik identitas yang disebutnya terjadi pada Pilkada DKI 2017 silam.
"Karena kami tidak ingin apa yang dilakukan Anies dulu di Pilkada DKI 2017 lalu, diduplikasi ke seluruh negeri Kami nggak mau politik identitas menyebar luas ke seluruh antero negeri," ucapnya.
Ia mengatakan, politik identitas yang terjadi saat Pilkada 2017 lalu jelas sudah membuat bangsa ini terpecah belah. Praktik ini menghalakan segala cara demi ambisi politik semata.
"Politik identitas itu menggunakan ayat, untuk pembenaran, untuk syahwat politik. Kami ingin menyadarkan masyarakat, jangan sampai kedatangan Anies ini menjadi embrio lahirmya politik identitas seperti Pilkada Jakarta lalu, yang sangat sadis dan kejam," katanya.
Selain itu, PNIB juga menolak Anies lantaran kini belum masuk tahapan kampanye Pilpres 2024. Anies ia tuding sudah mencuri start.
"Karena ini belum saatnya masa kampanye. Belum resmi juga Anies daftar ke KPU, dan belum resmi juga partai koalisi yang mengusung ini mendaftar. Apa yang dilakukan Anies ini mencuri start kampanye," ujarnya.
Namun, Gus Wal mengatakan beberapa spanduk yang dipasangnya itu disebut sudah dilepas oleh relawan dan simpatisan Anies. Dia pun menyayangkan hal itu.
"Terakhir kami pasang Sabtu (11/3) malam, dan sekarang beberapa dilepas oleh relawan Anies," katanya.
Pasalnya, menurut Gus Wal, spanduk yang pihaknya pasang itu adalah bentuk aspirasi warga yang ingin mengingatkan bahayanya politik identitas.
Ia menolak bila spanduk yang dipasang PNIB itu dilepas, karena dituding sebagai tindakan yang provokatif.
"Kalau ada yang bilang spanduk itu provokatif, itu salah, kami ini dalam rangka mengedukasi masyarakat bahayanya politik identitas," ucapnya.
Menurut Gus Wal, pihak yang melepas spanduk itu jelas telah melakukan perbuatan yang anti demokrasi.
Dan hal tersebut, jelas merupakan tanda-tanda ancaman demokrasi Indonesia ke depannya.
"Kami cuma menolak, kami menyerukan masyarakat untuk tidak memilih Anies. Anies lewat pun tidak kami ganggu, tidak kami stop, kami tidak persekusi, todak aksi kriminal atau anarkis, kami tidak ada pembubaran, kami juga menjadi warga negara yang baik, tidak melakukan kriminal, persekusi," kata dia.
"Kami tetap menghargai perbedaan, kami punya prinsip dan berbeda dengan mereka, tapi kalau mereka melepas apa yang kami serukan, ya berarti mereka tidak paham demokrasi, hal yang beda saja mereka tidak bisa menerima, sudah terlihat mau dibawa kemana demokrasi ke depan," tambahnya.
Sebelumnya, Anies Baswedan juga mendapatkan penolakan di sejumlah daerah seperti Aceh, Riau, Ciamis, Bandung, hingga Yogyakarta.