Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu (FKTMB), Purwanto, menyebut warga Kampung Tanah Merah hanya diperhatikan menjelang pemilihan umum.
Saat musim pemilihan tiba, suara mereka diperebutkan meski hak-hak sebagai warga negara belum warga peroleh sepenuhnya.
Status lahan tempat Kampung Tanah Merah berdiri memiliki riwayat sengketa yang panjang antara warga dan PT Pertamina.
Legalitas kampung itu kembali diperbincangkan usai kebakaran Depo Pertamina Plumpang turut menghanguskan sejumlah rumah-rumah di sekitarnya dan menewaskan 16 warga.
Masalah legalitas tempat tinggal itu menjadi magnet bagi politikus untuk mengumbar janji menyelesaikan permasalahan ini demi meraup suara warga Kampung Tanah Merah. Hal ini membuat warga kerap terlibat dalam sejumlah kontrakj politik.
“Sebenarnya kami ini ingin menjadi warga negara yang baik. Tapi kami ini dipolitisasi dengan kelompok tertentu atau agenda tertentu. Sehingga masyarakat dikorbankan,” kata Purwanto kepada Tempo, Ahad, 12 Maret 2023.
Purwanto menuturkan ketidakjelasan legalitas tempat tinggal membuat masyarakat Kampung Tanah Merah kesulitan mengakses kebutuhan dasar mereka.
Menurut dia, banyak warga yang tidak mendapat layanan kesehatan dari Pemprov DKI Jakarta serta kesulitan mencari pekerjaan dan mendaftar sekolah karena tempat tinggalnya dianggap tidak jelas.
Purwanto berujar warga Kampung Tanah Merah membentuk struktural RT dan RW pada 2008 di zaman Gubernur Fauzi Bowo dan menuntut pengesahannya hingga ke Kementerian Dalam Negeri, tapi tak ditanggapi.
“Padahal, jika pada masa pemilu. Suara warga Tanah Merah selalu dirayu untuk dipakai memenangkan calon. Saat Pemilu tercantum RT/RW 00. Itu sangat naif di saat negara membutuhkan rakyatnya semua di inventarisir. Semua diakui, semua difasilitasi, tapi bicara soal kebutuhan masyarakat Tanah Merah dari segala hal itu diabaikan. Itu rasa keadilan di mana,” tutur dia.
Kontrak Politik untuk Jokowi
Purwanto menuturkan keinginan warga Kampung Tanah Merah untuk memiliki identitas yang jelas soal tempat tinggal mendapat angin segar di pemerintahan Gubernur Joko Widodo atau Jokowi.
Di masa kampanye, kata dia, Jokowi beberapa kali mendekati warga Kampung Tanah Merah. Warga pun menyambutnya dengan harapan bisa mengabulkan keinginan mereka.
“Karena merasa mentok secara administrasi kami melakukan pergerakan dengan cara politik. Kita melakukan pendekatan, pak Jokowi hadir di sini 3-4 kali tahun 2012,” tutur dia.
Warga Tanah Merah meminta tolong untuk mengabulkan keinginan soal identitas yang pasti.
Sebagai gantinya, mereka menawarkan suara demi membawa Jokowi menang di Pilgub DKI 2012.
Pada 13 Januari 2013, Jokowi resmi mengesahkan struktural RT dan RW di Kampung Tanah Merah dengan memberikan warga e-KTP.
“Dia gak minta. Kami menawarkan diri, sifatnya ‘Pak Jokowi tolong bantu Tanah Merah kami akan bekerja. Intinya gak mungkin sifatnya cuma-cuma,” ucap dia.
Takut Ahok, Warga Kampung Tanah Merah Dekati Anies
Jokowi menjabat Gubernur DKI Jakarta hanya dua tahun karena ia berhasil memenangkan pemilihan presiden 2014.
Warga Kampung Tanah Merah pun khawatir pada masa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena ia kerap menggusur permukiman secara besar-besaran demi penataan kawasan.
Warga yang khawatir lalu berdiskusi dan memutuskan mendekati Anies Baswedan, lawan Ahok di Pilgub DKI 2017.
Purwanto menuturkan Anies Baswedan sebenarnya belum pernah berkunjung ke Kampung Tanah Merah.
“Akhirnya, masyarakat Tanah Merah kurang lebih 8 (bus) Metro Mini kita datang ke rumah pak Anies,” ucap Purwanto.
Melihat prediksi Anies Baswedan bakal memenangi Pilgub DKI, warga Kampung Tanah Merah membuat kontrak politik dengan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
“Kontrak politik sebelum jadi gubernur. Setelah ada indikasi partai ada yang mendorong. Prediksi sudah pasti menang baru kita lakukan kontrak politik,” katanya.