Kabar reshuffle kabinet yang berpotensi menendang keluar kader partai Nasdem dari jajaran menteri di jajaran kabinet saat ini tengah ramai diperbincangkan publik. Menanggapi hal itu, pengamat politik Refly Harun menyuarakan pandangannya terkait dengan cara-cara yang dilakukan oleh Istana Negara untuk menjegal Anies Baswedan sebagai capres dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Cara-cara tersebut antara lain seperti yang Refly sebutkan dalam sebuah video berjudul Sinyal Reshuffle Menguat, Bukti Jokowi Marah? Nasdem Didepak, Andika Bisa Masuk! yang diunggah di akun YouTube-nya pada 25 Desember lalu, yaitu yang pertama adalah menjadikan Anies Baswedan sebagai tersangka di dalam kasus dugaan korupsi Formula E dengan bukti yang masih belum dapat ditunjukkan kepada publik.
"Yang kedua adalah menarik kembali [partai] Nasdem ke pangkuan Istana," ujar Refly seperti dikutip dalam video pada Senin (26/12/2022). Ia menambahkan, "Yang ketiga [adalah dengan cara] mengiming-imingi PKS jabatan wakil presiden dan dipasangkan dengan Prabowo dengan asumsi bahwa istana pun bisa mengendalikan Prabowo. Kemudian yang keempat, mengiming-imingi AHY jabatan wakil presiden dengan presidennya Ganjar Pranowo yang merupakan paket istana tentunya."
Sementara itu untuk cara kelima, Refly menjelaskan adalah dengan melarang partai lain untuk ikut dalam koalisi yang mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres 2024. Dengan melihat bahwa cara-cara tersebut kini "mungkin" tengah diupayakan oleh Istana, Refly menilai bahwa dengan begitu kini rencana untuk menendang kader Nasdem dari jajaran kabinet menjadi "belum relevan".
Hal ini karena dalam pandangan Refly, jika Istana mendepak Nasdem pada situasi saat ini maka sama saja artinya dengan menjadikan atau membentuk musuh/oposisi sebelum dapat ditarik ke pangkuan. Alasannya pun menjadi terlihat semakin jelas jika Istana berniat untuk memecah belah Nasdem, PKS, dan Demokrat untuk tidak menjadi koalisi yang mendukung Anies Baswedan.
"Karena kalau misal tiga itu (Nasdem, PKS, Demokrat) solid maka Anies akan melaju sebagai calon presiden [2024]. Itu perhitungan istananya kan begitu," ujar Refly. Ia menambahkan, "sehingga menurut saya, this is not the time, kecuali kalo sebel banget ya barangkali kaarena menganggap bahwa Surya Paloh orang yang diberikan katakanlah sebuah kehormatan untuk masuk ke dalam pemerintahan dengan menteri dan lain sebagainya kok mengusulkan Anies tanpa konsultasi istana. Kira-kira begitu."
Refly menilai bahwa Istana merasa bahwa siapa pun yang bergerak harus dalam seizin Istana. Dalam hal ini, Nasdem pun dianggap telah melakukan pelanggaran dan berlaku "tidak sopan" karena mendukung Anies Baswedan sebagai Capres 2024 tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Istaa.
Karena istana merasa bahwa siapa pun yang bergerak harus seizin mereka. Dari kacamata itu maka Nasdem sudah melakukan pelanggaran yang dianggap luar biasa, yaitu "tidak sopan" melakukan tindakan tetapi tidak konsultasi terlebih dahulu.
"[Nasdem] beda tentu dengan partai-partai lain ya yang bahkan menyediakan diri untuk "Diobok-obok" istana. Jadi misalnya ulang tahun Golkar Presiden Jokowi mengingatkan untuk tidak mencalonkan atau memilih Presiden dengan sembrono padahal sampai saat itu baru partai Nasdem sendiri yang mendeklarasikan [...] Jadi dalam kacamata Jokowi, mencalonkan Anies itu adalah tindakan yang sembrono. Itu yang menjadi persoalan juga yang membuat dia merasal marah dan jengkel tentunya."