Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun, menyebutkan berbagai skenario agar perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode bisa dilakukan.
Refly sempat mendegar dari seorang informan bahwa perpanjangan masa jabatan menjadi 3 periode bukan sekadar isu dan Istana tengah mengupayakan agar hal tersebut terwujud.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar perbincangan soal masa jabatan presiden 3 periode itu jangan sama sekali ditutup.
Itu karena, ia melihat ada pintu masuk baru menuju 3 periode melalui wacana Ketua DPD, LaNyalla Mahmud Mattalitti.
“Jangan dikira perbincangan 3 periode itu sama sekali harus ditutup. Saya berpandangan agak berbeda sedikit. Menurut saya kita tetap harus hati-hati. Apalagi, kalau kita kaitkan dengan wacana yang dilontarkan Ketua DPD, LaNyalla Mattalitti,” ujar Refly, dikutip NewsWorthy dari kanal YouTube Refly Harun pada Selasa (27/12).
Sebagaimana diketahui, LaNyalla sempat menggaungkan untuk kembali ke UUD 1945 melalui dekrit presiden. Wacana tersebut diduga bertujuan agar bisa mengubah masa jabatan presiden menjadi 3 periode dalam UUD 1945.
Refly lantas menyinggung dekrit presiden 5 Juli 1959 saat Presiden Soekarno menjabat. Saat itu Indonesia menganut sistem parlementer sehingga Soekarno hanya menjadi kepala negara, tidak termasuk kepala pemerintahan.
Saat itu Soekarno disebut-sebut bekerja sama dengan Angkatan Darat (AD) agar bisa masuk ke pemerintahan. Menurutnya, hal itu bisa terjadi saat ini.
“Apakah bisa terjadi hal seperti ini? Sangat mungkin. Tiba-tiba nanti akhir 2023 keluar dekrit presiden. Jangan lupa dekrit presiden itu sudah dua kali keluar paling tidak. 5 Juli ’59 dan dekrit yang dikeluarkan oleh GusDur,” ujar Refly.